Belajar Dari Justin Rose

Kamis, Juli 24, 2008

Pernah dengar nama Justin Rose? Hehehehe, saya berani bertaruh jawabannya pasti, tidak! Tidak apa-apa. Saya juga baru tahu ada orang dengan nama seperti ini. Kalau Justin Timberlake, lain ceritanya. Anyway, perkenalkan: Justin Rose, pegolf pro dari Inggris. Jadi, tema kita hari ini golf. Sekalipun saya tidak tahu apa-apa tentang golf. Bukan apa-apa, tidak suka saja. Lagipula mana bisalah saya main golf.

Kalau begitu, apa menariknya si Rose ini (mungkin dia lebih senang dipanggil Justin)? Majalah TIME, 21 Juli 2008, menyajikan kisahnya. (Kalau tadi saya bilang "baru tahu" ya dari TIME ini).

Pada kejuaraan British Open tahun 1998, Justin Rose, yang kala itu baru berusia 17 tahun, mengakhiri kejuaran itu di posisi ke empat. (Itu pencapaian yang gemilang mengingat usianya). Para pengamat, penonton dan pemain lain segera memprediksikan bahwa dia akan menjadi pegolf yang hebat di kemudian hari. Benar? Salah!

Prediksi itu tidak pernah menjadi kenyataan. Setelah Bristish Open yang gemilang itu karirnya terjun bebas: selalu kalah dalam setiap pertandingan yang dimainkan. Dia kemudian menyewa salah seorang ahli teknik golf untuk membantunya melatih ayunan stik golfnya. Cukup? Belum. Pada tahun 2006, dia menempuh langkah yang tidak biasa: menyewa lagi seorang guru spiritual, seorang Buddha. Mengapa? Belajar dari pengalaman, untuk memenangkan suatu pertandingan, teknik yang sempurna saja tidak cukup. Menang juga soal mental. Terlalu banyak tekanan dalam suatu pertandingan: penonton, kamera TV dan para kuli tinta yang mengawasi dengan tatapan tajam. Sudah pasti akibatnya bisa stress, susah konsentrasi, gugup dan cemas. Teknik, sehebat apapun, pada titik itu, lalu tidak lagi berarti apa-apa.

Selidik punya selidik, langkah yang ditempuh Rose dengan guru spiritualnya bukanlah hal baru dalam dunia golf. Beberapa juara dari generasi sebelumnya menempuh cara yang sama. Bahkan juara dekade ini, Tiger Woods. Para pemain besar itu menoleh pada sisi spiritual untuk mendapatkan ketenangan, keyakinan dan kemantapan menghadapi tensi pertandingan.

Sekarang, pada usia 27 tahun, Rose kembali difavoritkan memenangi British Open yang sudah digelar di Birkdale, mulai 17 Juli lalu. Semoga ia menang, saya harap.

Nah, apa pelajarannya untuk kita? Sederhana dan jelas. Soal pekerjaan, kantor dan karir, tingkat stresnya pun tidak main-main. Sudah begitu banyak kali situasi dalam keluarga juga turut menyumbang menaikan tensi. Belum lagi di tempat lain. Macet berjam-jam di jalan, dst, dst.

Harap Anda menoleh ke sisi spiritual untuk mencari ketenangan, keyakinan dan kemantapan dalam menghadapi semua itu. Doa teratur di pagi hari, salah satunya. Cobalah…

Dulu sekali, waktu masih baru sebagai frater, saya memulai hari dengan doa dan Ekaristi hanya karena kewajiban. Sekarang, doa dan Ekaristi pagi sungguh-sungguh menjadi bekal yang cukup untuk memulai hari itu. Tidak berarti tidak ada lagi stress. Hanya saja saya sudah lebih tenang menghadapinya.

Tekanan bisa datang dari berbagai penjuru, tetapi kondisi batin kitalah yang menentukan. Dari mana kita mendapatkan batin yang tenang dan mantap?

Coba deh…

0 komentar: