Tiga Tentang Arti Hidup

Jumat, Januari 29, 2010

Ini cerita dari pelayanan saya membawakan komuni kudus kepada orang tua dan orang sakit yang (sudah) tidak bisa (lagi) ke Gereja pada hari Minggu. Ada 17 orang yang biasanya saya layani.

Kali ini saya hanya akan menampilkan 3 saja dari antara mereka.

Tanyakanlah kepada ketiga orang ini, apa artinya hidup untuk mereka. Dan inilah jawabannya (dengan dialek Manado yang kental).

Pertama. Seorang opa yang pada 4 Februari nanti genap berusia 74 tahun. "Kita pernah dengar orang pande bilang, 'Hidop ini kebanyakan nda beruntung'. Maksudnya, supaya torang jadi lebe sabar. Kita stuju. Co frater liat jo frater pe hidop". (Saya pernah dengar orang pandai bilang, 'Hidup kita isinya kebanyakan ketidakberuntungan'. Maksudnya supaya kita menjadi lebih sabar. Saya setuju dengan pendapat orang pandai itu. Lihat saja hidup frater).

Bagi opa yang selama 40 tahun akrab dengan diabetes itu, hidup adalah tentang belajar menjadi sabar. Kesabaran, kualitas yang membuat hidup ini cukup berharga untuk dijalani dan dinikmati.

Dan rasanya ia pelajar yang baik. Ketika mengatakan kalimat di atas, senyum lebar tersungging di bibirnya. Teduh. Menyejukkan. Seolah-olah diabetes selama 40 tahun—dengan diet dan pantang ini dan itu yang menyebalkan itu—hanyalah ketidakberuntungan kecil seperti kehilangan dua ribu perak di antara lembaran lima puluh ribuan.

Kedua. Seorang opa, lagi. Hanya jauh lebih tua sepuluh tahun.

Ketika mengantar komuni kepadanya tiga minggu yang lalu, ia bertanya, "Oma ada berdoa pa kita di surga lei to?" (Oma juga berdoa untuk saya di surga kan ya?).

Tatapan matanya menerawang. Jauh.

Untuk opa yang baru saja ditinggalkan istrinya yang telah dinikahinya selama 56 tahun, hidup adalah tentang rindu yang tak tertahankan; tentang kehilangan yang tak tergantikan; tentang cinta yang tak berakhir sekalipun maut sudah memisahkan; tentang setia sampai maut mempertemukan kembali dirinya dengan istrinya; tentang kesendirian dan kesepian di usia senja.

Ketiga. Seorang pria muda perantau dari Flores berusia 22 tahun. Ia selamat dari kecelakaan tragis sepulang dari tempat kerja. Selamat nyawanya tetapi tidak kedua kakinya. Tulang paha kiri dan kanannya patah. Yang bisa ia lakukan hanyalah tidur dan duduk di atas tempat tidurnya.

Ketika saya mengantar komuni kepadanya pada kali yang ketiga, ia berkata mantap, "Tuhan masih mencintai saya".

Baginya, hidup adalah tentang bersyukur atas campur tangan Tuhan; tentang percaya pada kasih-Nya. Bahkan ketika dalam keadaan menderita; ketika masa depan masih gelap sama sekali. "Tuhan punya cara untuk memelihara saya" katanya lagi. Hidup adalah juga tentang memelihara harapan bahwa Tuhan-lah yang mengatur masa depan.

Sekarang, apa arti hidup yang sementara Anda jalani?

Ayat Favorit Hari Ini



“Kekayaan yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut” (Ams. 10:2)

80 % Saja Cukup

Saya sedang membaca sebuah buku baru dari penulis favorit saya, John C. Maxwell. Talent is Never Enough. Buku yang sangat menarik. Seperti biasa. Dan sangat inspiratif, tentu saja, sampai-sampai saya tidak tahan untuk tidak membaginya kepada Anda. Ini salah satu bagiannya:

Benjamin Franklin, salah seorang Bapak Pendiri negara Amerika, menasehati, "Untuk berhasil, melompatlah sesegera mungkin dalam setiap kesempatan seperti yang Anda lakukan pada saat akhir". Orang-orang yang mengambil inisiatif dan bekerja keras mungkin berhasil atau mungkin gagal. Tetapi siapa pun yang tidak mengambil inisiatif hampir bisa dijamin akan gagal. Saya mempunyai keyakinan bahwa Anda mempunyai…

suatu keputusan yang seharusnya Anda buat,

suatu masalah yang seharusnya Anda selesaikan,

suatu kemungkinan yang seharusnya Anda periksa,

suatu proyek yang seharusnya Anda mulai,

suatu sasaran yang seharusnya Anda capai,

suatu kesempatan yang seharusnya Anda tangkap,

suatu impian yang seharusnya Anda penuhi.

Tak seorang pun bisa menunggu sampai segala sesuatu sempurna untuk bertindak dan mengharapkan untuk berhasil. Lebih baik bersikap 80 % yakin dan mewujudkan segala sesuatu dibanding menunggu sampai Anda 100 % yakin. Karena pada saat itu kesempatan akan sudah melewati Anda. (Talent is Never Enough, hlm. 59).

Ayo, ambil inisiatif.

Mulailah.

"Tim Puji-Pujian"

Selasa, Januari 26, 2010

Sekali peristiwa Yesus bersama murid-murid-Nya masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka, "Ia tidak waras lagi". (Mrk. 3:20-21)

a). Memiliki barang-barang bermerek tetapi tidak memiliki rumah

b). Memiliki rumah tetapi tidak memiliki barang bermerek

Jika harus memilih, manakah yang Anda pilih, a atau b? Tebakan saya adalah Anda akan balik bertanya, "Gak ada pilihan c ya: punya rumah dan barang bermerek sekaligus?".

Teman saya bercerita, ia menasehati temannya untuk memilih memiliki rumah (terlebih dahulu) ketimbang membeli barang-barang bermerek sementara tempat tinggal tidak jelas.

"Saya pikir kami teman jadi saya mengatakan apa adanya saja pendapat saya". Alhasil, ia dijauhi oleh temannya.

Memang kebanyakan kita tidak suka kebenaran. Terlalu menyakitkan. Terlalu menggoncang comfort zone kita. Terlalu menyerang ego kita—siapa yang sudi?

Karena itu terkadang penjilat lebih mendapat tempat di hati kita ketimbang seorang teman—para frater di Pineleng menyebut para penjilat ini dengan istilah yang lebih sopan 'tim puji-pujian', tidak terlalu jelas asal muasalnya, mungkin terinspirasi dari gerakan Karismatik.

Padahal pertumbuhan dan perkembangan kita ke arah yang lebih baik (atau terserah Anda menyebut apa: dewasa, kudus, matang, dst) amat tergantung dari mereka yang mengatakan kebenaran.

Untuk memberi makan ego, Anda butuh tim puji-pujian.

Tetapi untuk membuat Anda bertumbuh, Anda butuh teman yang mengatakan kebenaran.

P.S: Untuk Anda yang dijauhi karena mengatakan kebenaran, jangan berkecil hati. Yesus saja dianggap 'gila' oleh keluarganya. Selalu ada resiko yang harus dibayar untuk mengatakan kebenaran. Bagaimanapun, tetaplah katakan kebenaran.

Ayat Favorit Hari Ini



"Seperti rusa rindu akan air, demikian juga jiwaku merindukan Engkau" (Mzm. 42:1)

Mazmur 8

Pernahkah Anda membaca dan merenungkan Mazmur 8? Ini Mazmur yang sangat indah dan menggetarkan.

Saya mengutipkan bagian yang saya sebut 'sangat indah' itu untuk Anda.

Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulia-Nya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkam musuh dan para pendendam.

Dan inilah bagian yang saya sebut 'menggetarkan' itu.

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan; apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan. Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!

Apalagi yang lebih indah selain memuliakan nama Tuhan atas kasih-Nya yang begitu besar untuk kita.

Tanyakanlah kepada diri Anda sendiri demikian: Apakah aku sehingga Tuhan mengingatku? Apakah aku sehingga Tuhan mengindahkanku?

"Tuhan, siapakah aku sehingga Engkau memperhatikan aku sampai sedemikian ini?"

Tidakkah itu menggetarkan hati Anda? Tidakkah itu cukup untuk membuat Anda bersyukur kepada-Nya?

Ngomong-ngomong, sudahkah Anda bersyukur hari ini?

Hari Minggu Hari Kebaikan

Rabu, Januari 20, 2010

"Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?" (Mrk. 3:4)

Katanya, kesempatan selalu ada. Yang membuat orang sering mengeluh tidak ada kesempatan adalah karena orang tersebut tidak selalu berjaga-jaga untuk melihat dan menangkap kesempatan itu.

Begitu pun kesempatan bagi kita untuk berbuat baik kepada orang lain. Selalu ada. Selalu tersedia di depan mata. Setiap hari. Sesungguhnya kesempatan bagi kita untuk menambah pundi-pundi amal di surga selalu disediakan Tuhan. Apa gunanya surga jika Tuhan tidak menyelipkan kesempatan-kesempatan berbuat baik dalam hidup kita?

Kendati demikian (maksudnya kendati setiap hari ada kesempatan berbuat baik), baik juga jika ada hari di mana kitalah yang mencari-cari kesempatan untuk berbuat baik.

Poinnya adalah satu hari khusus yang memang sengaja direncanakan dan ditetapkan sebagai "Hari Kebaikan". Dan hari itu adalah—usul saya—hari Minggu.

Mengapa hari Minggu?

Gampang saja. Hari minggu itu hari istirahat. Anda tidak berada di kantor. Anda tidak sedang berada dalam tekanan deadline. Anda tidak sedang dikejar target ini dan itu.

Anda punya banyak waktu untuk memikirkan hal-hal yang baik. Anda punya banyak waktu untuk menginginkan hal-hal yang baik. Anda punya banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang baik.

Jika enam hari sebelumnya Anda tidak punya cukup waktu untuk melihat dan menangkap kesempatan untuk berbuat baik, hari Minggulah waktunya.

Atau, jika pada enam hari sebelumnya Anda tidak bisa menambah pundi-pundi amal Anda, hari minggulah waktunya.

Atau, jika pada enam hari sebelumnya Anda sibuk dengan dosa ini dan dosa itu (siapa yang tidak?), hari minggulah waktunya untuk mengurangi dosa.

Pertimbangkanlah usul saya ini.

Hari minggu itu "Hari Kebaikan", saudara-saudara.

Pesan Goliat

Demikianlah Daud mengalahkan mengalahkan orang Filistin itu dengan umban dan batu; ia mengalahkan Goliat dan membunuhnya, tanpa pedang di tangan (1 Sam. 17:50).

Goliat memiliki hampir semua hal untuk memenangkan pertarungan melawan Daud. Kecuali dua hal: Tuhan di sisinya dan kewaspadaan terhadap datangnya batu sungai yang barangkali tidak lebih besar dari kepalang tangan orang dewasa itu.

Tentu saja sangat wajar jika Goliat berpikir apa artinya sebuah batu kecil di tangan anak kecil.

Yang tidak ia duga adalah batu kecil di tangan anak kecil bisa berarti kematian.

Kecil itu indah. Benar. Tetapi juga bisa berbahaya. Bisa mematikan. Bisa menghancurkan hidup kita.

Beberapa tahun yang lalu, seekor anjing kecil menggigit seorang bapak berusia 60-an tahun. Akibatnya, luka kecil yang tidak berarti di ibu jari. Apa yang bisa diharapkan dari gigi seekor anak anjing? Hanya lecet saja. Benar-benar tidak meyakinkan. Jadi, seperti bisa Anda tebak, ia mengacuhkan saja.

Tetapi hanya beberapa minggu berselang, di bawah guyuran air hujan, sang bapak dikebumikan.

Yup, rabies.

Jika Anda terbiasa berkomentar, "Ah, itu mah kecil", mungkin Anda belum tiba pada pengalaman Goliat.

Jangan meremehkan tanda-tanda kecil dan tidak meyakinkan.

Jangan meremehkan soal-soal sepele. Karena soal sepele dan tanda tidak meyakinkan bisa berubah menjadi seperti batu sungai di dahi Goliat. Atau lecet kecil di jari sang bapak.

Apalagi meremehkan kehadiran Tuhan dalam hidup Anda, di sisi Anda. Tanda-tanda Anda meremehkan arti kehadiran Tuhan adalah kapan terakhir kali Anda berdoa?

Bagian Terbaik "Perkawinan di Kana"

Selasa, Januari 19, 2010

Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur … (Yoh. 2:1-11)

Bagian yang saya sukai dari kisah "Perkawinan di Kana" itu adalah kenyataan bahwa mereka yang empunya pesta tidak menyadari bahwa ada Tuhan di sana yang bisa menolong mereka mengatasi persoalan mereka.

Saya membayangkan pemimpin pestanya panik karena kehabisan anggur. Mungkin sedikit tidak siap menanggung malu. Kejadian memalukan seperti itu tentu saja tidak hanya akan dibicarakan pada saat terjadi. Lama setelah itu orang masih akan tetap mengingatnya. Maka kepanikan pemimpin pesta bukanlah pada fakta anggur habis. Ini soal kehilangan muka. Ini soal kehilangan harga diri.

Familiar dengan situasi itu? Ya, pemimpin pesta itu mirip-mirip dengan kita, kadang kala. Yang karena terlalu panik, terlalu frustrasi, terlalu cemas, terlalu sibuk memikirkan masalah yang tengah dihadapi sampai lupa ada Tuhan yang di sana yang bisa diandalkan.

Kita sibuk sendiri dengan beban hidup kita sampai tidak terpikir untuk bersandar pada Tuhan. Lupa ada Maria, ibu kita yang bisa menggerakkan anak-Nya untuk menolong kita.

Tetapi ketidaksadaran tuan pesta akan kehadiran Maria dan Yesus bukanlah bagian terbaik kisah itu.

Bagian terbaik sekaligus paling saya sukai adalah kenyataan bahwa Maria dan Yesus turun tangan menolong tuan pesta. Sekalipun tidak dimintai bantuan.

Tidak ada yang minta tolong. Tidak ada yang mengeluh. Tidak ada yang melapor.

Tetapi Maria tahu persoalannya. Yesus tahu persoalannya.

Dan, Ibu dan Anak itu bertindak.

Saudara-saudara, jika tidak dimintai bantuan saja, Maria dan Yesus bertindak apalagi jika diminta.

Maria tahu persoalan yang tengah Anda hadapi. Yesus pun tahu.

Dan, mereka peduli.

Ayat Favorit Hari Ini



"Bibir orang benar tahu akan hal yang menyenangkan, tetapi mulut orang fasik hanya tahu tipu muslihat" (Ams. 10:32)

Ahli dalam Kesempatan, Tempat, Kemauan

Sabtu, Januari 16, 2010

Waktu itu, di pertengahan Oktober tahun lalu.

Kami, saya dan 7 orang teman frater, sedang menjalani seminggu retret persiapan untuk mengikrarkan kaul kekal. Bagi yang belum familiar dengan istilah 'kaul kekal', itu semacam janji di hadapan Tuhan untuk taat, miskin dan murni seumur hidup.

Dua hari menjelang penutupan retret romo pembimbing kami mengumpulkan kami untuk bercerita dari hati ke hati soal kebahagiaan, sukacita, harapan tetapi juga kecemasan dan ketakutan kami berkaitan dengan panggilan seumur hidup yang akan kami jalani.

Salah satu yang menjadi bahan cerita kami adalah perkara setia menjalani kaul kemurnian (kaul ini biasanya Anda kenal sebagai 'tidak berpacaran dan tidak menikah seumur hidup'—walau kaul kemurnian bukan hanya tentang tidak menikah).

Romo yang sudah berpengalaman itu menanggapi cerita-cerita kami dengan membagikan tips.

Begini tipsnya.

Menurutnya, selalu akan ada godaan dan pencobaan. Baik yang tak diundang maupun diundang. Kuncinya adalah, saya mengutipnya langsung, "Jadilah ahli dalam 3 hal ini: kesempatan/waktu, tempat dan kemauan". Karena perselingkuhan biasanya terjadi karena ada kesempatan, tersedia tempat dan didorong oleh kemauan.

"Anda ahli dalam salah satunya saja, saya jamin Anda akan tetap setia seumur hidup".

Ahli itu maksudnya ini. Sekalipun ada tempat dan kemauan, tetapi "Anda tidak memberi kesempatan barang sedikitpun, perselingkuhan tidak akan terjadi". Atau, ada kesempatan dan kemauan, tetapi "Anda tidak mencari-cari apalagi menyediakan tempat, perselingkuhan tidak akan terjadi". Atau, ada kesempatan dan tempat, tetapi "Anda mengontrol kemauan, perselingkuhan tidak akan terjadi". Menurut beliau, jauh lebih baik kalau kami ahli dalam hal mengontrol kemauan.

Sejauh ini tips ini berguna untuk saya.

Siapa tahu berguna juga untuk Anda.

Tuhan yang Bebas Itu ...

Kamis, Januari 14, 2010

Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku". Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. (Mrk. 1:40-42)

Tuhan itu Tuhan yang bebas. Ia bebas melakukan kebaikan apa saja dalam hidup kita. Ia juga bebas menunda melakukannya. Ia bebas menentukkan waktunya sendiri, kapan bertindak kapan diam.

Tidak seperti kita. Tuhan tidak berada di bawah tekanan untuk mengabulkan doa-doa kita. Ia tidak bisa ditekan. Ia tidak bisa dipaksa. Ia tidak bisa diatur. Ia tidak bisa diperintah.

Tidak seperti kita. Tuhan tidak berbuat baik sekedar untuk balas budi. Atau karena sudah terlanjur janji. Atau karena tidak enak. Atau karena gengsi.

Tuhan kita Tuhan yang bebas.

Mengapa Anda bersedih karena setumpuk masalah sementara orang lain kelihatan bahagia? Mengapa Anda frustrasi karena menderita penyakit yang hebat sementara orang lain sehat-sehat saja?

Jawabannya: karena Tuhan kita Tuhan yang bebas.

Ia bebas mengizinkan pencobaan datang menghampiri hidup Anda. Ia bebas melarang pencobaan datang menghampiri hidup orang lain.

Tuhan kita Tuhan yang bebas.

Satu-satunya iman dan harap yang harus kita pegang erat-erat adalah Tuhan yang bebas dan tidak bisa diatur, diperintah dan dipaksa itu adalah Tuhan yang mencintai kita.

Cinta itulah yang memelihara kita; yang menghitung setiap tetes air mata kesedihan yang jatuh dan membalasnya dengan air mata bahagia; yang mendatangkan pertolongan dalam setiap pencobaan tepat pada waktunya.

Ingatlah kenyataan ini. Tuhan kita Tuhan yang bebas.

Maka, berhentilah bertanya mengapa semua kemalangan ini terjadi dalam hidup Anda.

Maka, jika Anda ingin memohon sesuatu kepada-Nya, mulailah dengan "Tuhan, kalau Engkau mau …".

Ingatlah pula kenyataan ini. Tuhan yang bebas itu mencintai Anda.

Maka, Ia akan memelihara Anda.

Maka, pada waktunya Ia akan membalas doa Anda, "Aku mau …".

Tidakkah kenyataan terakhir ini melegakan?

Berhentilah mencemaskan masa depan. Tuhan memelihara Anda.

Siapa Favoritnya Tuhan?

Rabu, Januari 13, 2010

Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk. 3:22b)

Suatu hari. Belum lama ini.

Seorang umat bertanya kepada saya dengan nada suara sangat-ingin-tahu yang tidak bisa disembunyikan, "Di antara semua kelompok yang frater dampingi, kelompok mana yang frater paling senangi?"

Jika Anda adalah umat yang bertanya ini, apa yang Anda harapkan sebagai jawabannya? Tambahan informasi, Anda termasuk dalam salah satu kelompok yang sedang saya damping. Dan beberapa anggota kelompok Anda hadir di situ mendengarkan juga pertanyaan itu. Mereka segera menghentikan aktivitas yang sedang mereka kerjakan dan menunjukkan minat terhadap jawaban yang akan meluncur dari mulut saya.

Semua orang menanti.

Jawaban apa yang Anda harapkan diam-diam di dalam hati?

Itu pulalah yang saya pikirkan.

Jadi, jawaban saya kepadanya (lebih tepatnya, mereka) adalah "Biasanya saya tidak menjawab pertanyaan itu".

Adakah orang tua yang menjawab pertanyaan, "Siapa di antara anak-anaknya yang menjadi favoritnya?" Meskipun semua orang tua (saya berani bertaruh untuk itu) memiliki di dalam hatinya anak kesayangan. Tahukah Anda tanda seorang anak menjadi favorit orang tuanya?

Konon katanya, menurut salah satu teori, tandanya ialah ketika sang anak menceritakan sebuah kisah yang lucu orang tuanya biasanya tertawa lebih keras—padahal kadar lucunya standar. Namanya saja teori. Jangan terlalu penasaran. Anda tidak perlu membuktikannya dalam pertemuan keluarga.

Kalau terlanjur penasaran, itu bukti bahwa Anda ingin dicintai. Anda ingin disayang. Anda ingin difavoritkan. Anda ingin di-anak emas-kan. Siapa yang tidak? Semua orang begitu.

Siapa yang tidak ingin difavoritkan oleh suaminya? Atau istrinya? Atau anak-anaknya? Atau atasannya? Atau kekasihnya? Atau rekan-rekan kerjanya? Atau romonya? Atau, jangan tertawa, frater Aris?

Semua orang ingin difavoritkan oleh orang lain. Selalu ada bagian separuh anak tunggal dan separuh anak bungsu dalam diri kita, tidak peduli di urutan ke berapa kita lahir dalam keluarga.

Sekarang, mari penasaran bersama yang lebih berkelas, Tuhan punya anak emas gak ya?

Misa Panjang VS Cinta Pendek

"Saya baru saja menemukan quote bagus".

Begitu kata seorang teman kepada saya semalam di meja makan yang seharusnya menampung lima orang.

Saya menoleh menatapnya, tidak terlalu antusias. Mungkin pengaruh hidangan yang tidak menerbitkan selera.

"Katamu misa itu panjang. Tetapi kutambahkan, itu karena cintamu pendek".

Tiba-tiba saya menjadi antusias. Katanya, quote itu ditemukannya di sebuah buku yang lalu dijadikannya bahan kotbah. Entah buku apa. Dan entah kotbah di mana, kepada siapa.

Kami sibuk membahasnya.

Sampai saat saya menulis ini untuk Anda, kami berdua sudah memodifikasinya untuk berbagai kebutuhan.

Misalnya, untuk kebutuhan membangkitkan rasa lapar, quote tadi berubah menjadi "Katamu hidangan ini tidak menerbitkan selera. Tetapi kutambahkan, itu karena rasa bersyukurmu kurang".

 Kalau Anda menghadiri misa yang menurut Anda panjang, pikirkanlah quote tersebut.

Bagaimana pengalaman Anda selama ini? Benarkah quote di atas?

Profil Saya di Situs Kencan

Jumat, Januari 08, 2010

Tanggal 29 Desember 2009.

Saya menerima sebuah email yang aneh. Tapi tidak saya hiraukan. Email itu datang dari orang yang sama sekali asing. "Orang iseng" pikir saya waktu itu.

Hari terakhir di tahun 2009. Belasan jam menuju tahun 2010.

Email yang sama masuk lagi. Dari orang asing yang iseng. Begini bunyinya.

Hello my dear, my name is Susan. I saw your contact today at dating site and became interested in you, I will also like to know you the more, and I want you to send an email to my email address so I can give you my picture for you to know whom I am. I believe we can move from here! (Remember the distance or colour does not matter but love matters a lot in life). Thanks.

Yours,

Susan

My email address: …

Kalau email ini bisa disebut hadiah penutupan tahun, maka inilah hadiah tutup tahun yang aneh. Teramat aneh.

Tentu saja saya tidak keberatan berkenalan dengan orang asing—bukankah kita semua orang asing pada awalnya?!. Dan tentu saja saya setuju dengannya bahwa cintalah yang berpengaruh dalam hidup.

Tetapi profil saya ada di situs kencan??? Selera humornya aneh. Dan saya tidak memiliki selera humor semacam itu, jadi saya tidak membalasnya—walau terbit sedikit rasa penasaran, wanita (kalau benar ia wanita) macam apa yang mengajak berkenalan ini.

Saya tidak tahu apakah Anda pernah mengalami hal semacam ini. Tetapi dengan kehadiran email dan belakangan Facebook dan situs jejaring sosial lainnya, cara perkenalan kita telah berubah.

Teknologi telah mengubahnya.

Bukan hanya cara perkenalan kita, kesetiaan kita pun mendapat tantangan yang tidak ringan. Godaan-godaan untuk beralih dari komitmen yang telah dibuat bisa sedemikian terbuka dan gencar. Susan, misalnya, adalah bukti dari godaan yang terbuka dan gencar itu.

Tetapi dari pengalaman, saya berani mengatakan, bukan teknologi tetapi manusia di belakangnya!

Kita yang menentukkan.

Anda yang menentukkan.

Facebook dan segala macamnya itu hanya memudahkan godaan terkirim dalam hitungan detik. Anda-lah yang memutuskan mau direspon atau tidak.

Rasa penasaran (dan kesepian) biasanya adalah awal dari banyak kerusakan yang datang belakangan.

Ada saatnya rasa penasaran dan kesepian harus dinikmati sendirian.

Ayat Favorit Hari Ini



"Kebijaksanaan akan memelihara engkau, dan pengertian akan menjaga engkau" (Amsal 2:11)

Mengirim Gambar Porno Via Bluetooth? Mmmm...

Rabu, Januari 06, 2010

Pernahkah Anda mengikuti perayaan ekaristi atau ibadah atau sesi retret atau rekoleksi yang pembicaranya berbicara tentang persembahan janda miskin yang memberi dari kekurangannya? Pertanyaan bodoh. Tidak usah dijawab. Lanjutkan saja ke pertanyaan di bawah.

Apa yang ia katakan? Yup, nyaris sama setiap kali Anda mendengarnya.

Maka, di bawah ini saya kutipkan kepada Anda kisah "Persembahan Janda Miskin" dari Injil Lukas. Saya ingin menunjukkan kepada Anda apa yang sering, kalau bukan selalu, luput diperhatikan oleh banyak pengkotbah (kalau Anda sudah tahu kisah ini, Anda bisa melewatinya saja dan langsung ke paragraf berikutnya).

Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata, "Aku berkata kepada: Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya". (Luk. 21:1-4)

Apa yang ingin saya tunjukkan?

Ini: Yesus melihat.

Tidak ada keterangan dalam kisah ini kalau orang-orang kaya dan janda miskin itu tahu dan sadar bahwa Yesus sedang melihat mereka dan tindakan mereka. Mungkin keterangan itu tidak terlalu penting. Yang penting adalah Yesus melihat.

Pernahkah Anda menyadari bahwa apapun yang Anda lakukan, sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, Yesus sedang melihat Anda?

Ya. Yesus sedang melihat Anda.

Tetapi, tolong, jangan samakan Yesus dengan polisi lalu lintas di dekat lampu merah. Bobot penglihatan mereka berbeda sama sekali. Yesus melihat. Polisi lalu lintas mengawasi, mengamat-amati dan menunggu kalau-kalau Anda berbuat salah.

Berbeda dari polisi lalu lintas, Yesus melihat sampai ke kedalaman hati Anda.

Jadi, jangan terlalu khawatir orang lain tidak tahu perbuatan baik Anda kepada sesama. Ada Yesus yang melihat Anda.

Dan jangan terlalu senang orang lain tidak mengetahui kejahatan Anda. Ada Yesus yang melihat Anda.

Waktu saya mengatakan ini kepada seorang remaja, ia balik bertanya kepada saya, "Jadi, waktu saya sedang ngirim gambar porno pake bluetooth, Yesus juga sedang melihat saya?".

Saya tertawa sambil menepuk-nepuk bahunya.

Resolusi Tahun Baru yang Sederhana

Senin, Januari 04, 2010

Minggu, 03 Januari 2010. Pukul 13.00 WITA.

Saya duduk makan siang dengan seorang teman baru. Seorang bukan Katolik yang dalam usia muda, 22 tahun, sudah dipercayakan menjadi manager sebuah cabang usaha di Manado (dan mencetak rekor omzet gila-gilaan hanya dalam waktu setahun).

"Setamat SMA saya memulai karir di bidang ini sebagai pembagi brosur di mall" paparnya.

"Bagian paling menjengkelkan dari pekerjaan membagi brosur kepada pengunjung mall adalah ketika mereka menolak brosur yang saya ulurkan".

Ternyata bukan hanya menjengkelkan. Sakit hati dan kecewa. Campur aduk perasaan yang muncul akibat ditolak tersebut, katanya.

"Sekarang, setiap kali seseorang menyodorkan brosur, apapun, kepada saya, saya akan mengambilnya. Karena saya tahu benar perasaan yang muncul kalau tidak diambil".

Lagipula, lanjutnya, tidak ada ruginya juga. Dibaca atau tidak, itu urusan belakangan.

"Thanks" kata saya menanggapi ceritanya.

"Huh?" Keningnya berkerut.

"Sekarang saya tahu apa resolusi saya di tahun yang baru ini".

"Huh? Apa?" Dia semakin bingung.

"Saya akan selalu menerima brosur yang disodorkan kepada saya".

Dia tertawa. Mungkin pikirnya saya bercanda.

Tetapi saya tidak bercanda. Saya sedang serius. Sangat.

Ceritanya membuat saya menyadari, ini bukan soal brosur.

Ini soal menyenangkan hati seseorang. Membuatnya merasa diterima oleh dunia yang keras. Membuatnya tetap memelihara harapan ia akan memperoleh sesuap nasi. Ini soal membahagiakan orang lain, biarpun sesaat. Dengan cara kecil dan teramat sederhana.

Ini soal menghadirkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup seseorang.

Kata-kata teman baru saya ini masih terngiang di telinga, "Tidak ada ruginya juga".

Jadi, mengapa tidak?

Apa resolusi tahun baru Anda?