Salju di Nagoya: Dari Jendela Lantai 3

Selasa, Januari 25, 2011

Surprise...

Al Pacino, aktor besar itu, pernah bilang, "Mata bisa dibohongi. Hati tidak bisa dibohongi".

Setuju.

Tetapi setelah kurang lebih empat tahun blog ini berkutat dengan penampilan yang sama, rasanya mata Anda tidak bisa dibohongi.

Maka semalam saya memutuskan untuk me-recharge tampilan blog ini.

Seperti yang Anda lihat. Blog ini tampil dengan wajah baru.

Selamat menikmati. Semoga bukan hanya mata saja yang menikmati, hati Anda pun turut serta.

Karena, katanya, 'Ada jalan dari mata menuju ke hati'.

Salam.

Badan di Sini, Pikiran di Sana = Bisa Depresi Loh (2)

Saya menemukan metafora (alias perumpamaan) untuk kisah inspiratif dari Thomas Moore itu.

Pria itu seperti bekerja di rumah berdinding kaca. Tugasnya adalah membersihkan kaca. Bisa dimengerti ia mengalami depresi. Tentu saja. "Bahkan robot bisa melakukannya dengan baik".

Tetapi depresinya itu muncul bukan hanya dari kenyataan bahwa membersihkan kaca itu pekerjaan bodoh untuk orang dengan cita-cita setinggi langit.

Setiap kali ia tidak membersihkan kaca itu, makin tebal debu yang menempel. Makin tebal debunya, makin tertutuplah pemandangan di luar sana. Makin tertutup pemandangan di luar sana, makin depresilah ia.

Maka, 'membersihkan kaca setiap hari' adalah langkah pertama untuk meraih ambisi dan cita-cita setinggi langit itu.

Karena, A, kaca yang bersih membantu Anda melihat dengan jelas berbagai pilihan di luar sana. B, kaca yang bersih membantu orang lain melihat dengan jelas potensi dalam diri Anda sehingga menaikkan Anda ke jenjang pekerjaan berikutnya. C, kaca yang bersih menerbitkan perasaan bangga dan berharga dan dibutuhkan (ketiadaan perasaan seperti itu mengakibatkan depresi).

P.S: Saya menemukan metafora itu saat sedang berdiri di bawah shower. Yah, efek dari 'membersihkan kaca'.

Badan di Sini, Pikiran di Sana = Bisa Depresi Loh

Seorang pria datang menemui saya dalam keadaan depresi dan tidak puas dengan pekerjaannya. Dia sudah bekerja di sebuah pabrik selama 10 tahun dan selama waktu itu pula ia terus berpikir untuk bekerja di tempat lain. Ia ingin melanjutkan lagi sekolahnya dan setelah itu menggeluti pekerjaan kantoran yang ia sukai.

Tetapi sementara ia terus sibuk dengan pikirannya dan impiannya itu, pekerjaannya di pabrik terbengkalai. Tahun berganti dan dia selalu tidak puas. Ia benci pekerjaannya di pabrik dan terus berpikir tentang pekerjaan baru (yang tidak kunjung ia temukan).

"Pernahkah kamu berpikir," tanya saya kepadanya pada suatu hari, "untuk berkonsentrasi penuh pada pekerjaan kamu sekarang? Pernahkah kamu berpikir untuk mencurahkan segenap waktu dan energi kamu untuk pekerjaan di pabrik itu?"

"Tidak ada gunanya," jawabnya. "Bahkan robot bisa melakukannya dengan baik".

"Tetapi itu pekerjaanmu setiap hari, bukan?" tanya saya.

Saya melanjutkan lagi, "Dan kamu tidak mengerjakannya dengan baik. Dan setiap kali kamu tidak mengerjakannya dengan baik, setiap kali pula kamu depresi".

"Maksudnya, saya harus mengerjakan pekerjaan bodoh itu seolah-olah hati saya ada di sana?" tanyanya.

"Kamu tokh sudah ada di sana setiap hari, kan?" jawab saya.

Seminggu kemudian pria itu kembali untuk mengatakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ternyata berkonsentrasi pada pekerjaan yang disebutnya bodoh itu membuatnya merasa lebih baik. Ternyata dengan mencurahkan hati, pikiran dan energi pada pekerjaannya di pabrik, dia mulai merasa hidup lagi. Depresi perlahan tapi pasti bergerak menjauh dari dirinya.

Tanpa depresi, ia kemungkinan akan bisa menemukan jalan mencapai ambisinya.

(Terjemahan bebas dari buku Care of the Soul, karangan Thomas Moore, seorang psikoterapis. Buku ini masuk dalam daftar New York Times Bestseller).

P.S: Bagaimana pengalaman Anda? Badan di sini, pikiran di sana? Coba terapkan nasehat Moore di atas. Anda sudah ada di situ setiap hari kan?

Ayat Favorit Hari Ini

Minggu, Januari 23, 2011

"Sebenarnya kamu harus berkata, 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu'" (Yak. 4:15)

You Know What?

Kamis, Januari 20, 2011

Untuk Anda yang (Sedang) Sukses

Selasa, Januari 18, 2011


(Sumber: lihat di sini)

Siapa Bisa Menutupi Lubang di Hati?

Semalam saya menonton di TV berita tentang peringatan 16 tahun gempa bumi di Kobe, Jepang.

Diperkirakan 5000 orang, termasuk di dalamnya mereka yang kehilangan keluarga dan rekan dalam peristiwa tragis itu, berkumpul di taman kota di Kobe. Pada pukul 17.46 doa dipanjatkan dalam keheningan untuk para korban. Pada waktu tersebut, 16 tahun lalu, gempa bumi 7,3 skala richter merenggut 6.434 jiwa.

Tampak disorot kamera TV seorang wanita paruh baya berdoa dengan berlinang air mata. Dalam wawancaranya, sehabis berdoa, ia mengaku berdoa untuk ibunya yang meninggal dalam peristiwa tragis itu. Ia berada di dekat ibunya ketika gempa itu terjadi tetapi ia tidak bisa menyelamatkannya (kenyataan yang terus menghantuinya selama 16 tahun ini).

Gempa bumi dahsyat itu terjadi pada tahun 1995. Sudah 16 tahun yang lalu.

Tetapi ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Bahkan setelah 16 tahun.

Kehilangan itu menyisakan lubang yang tidak bisa ditutupi oleh seorangpun.

Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Kehilangan yang sedemikian sehingga bahkan setelah 16 tahun pun air mata masih saja mengalir.

Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Tetapi itu hanya membuktikan bahwa mereka yang tak tergantikan adalah mereka yang sudah mencintai anggota keluarganya semaksimal mungkin, sebanyak yang bisa ia berikan.

Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Tetapi kehilangan itu sesungguhnya adalah pertanda baik. Kehilangan itu membuat kematian tidak lagi menakutkan. Karena dia yang mengasihi kita menunggu kita di sana.

Ada kehilangan yang memang tak tergantikan. Tetapi kehilangan itu sesungguhnya adalah rahmat. Karena kehilangan itu membuat kita dekat pada Tuhan. Karena kehilangan itu selalu membuat kita ingat untuk berdoa kepada-Nya; berdoa bagi dia yang kepergiannya tak tergantikan.

Semoga kasih Tuhan menutupi lubang di hati Anda.

Kapan Berubah?

Kamis, Januari 13, 2011

Ada hal-hal yang Anda harap berubah. Tetapi belum berubah.

1.    Luka batin dari masa kecil;

2.    Patah hati yang tak tersembuhkan;

3.    Kesepian terus-menerus;

4.    Pernikahan berakhir;

5.    Perasaan tidak berarti;

6.    Tidak bisa memaafkan seseorang yang melukai Anda;

7.    Seseorang tidak bisa memaafkan Anda;

8.    Karir dan pendapatan yang tidak membaik;

9.    Usaha tidak berkembang;

10. Lingkungan kerja yang tidak nyaman;

11. Perasaan sedih karena kehilangan seseorang yang dekat di hati;

12. Bergumul dengan persoalan (dan perasaan dan pikiran) yang itu-itu saja yang bikin frustasi;

13. Marah yang tak kunjung surut kepada seseorang.

Sekeras apapun Anda mencoba, tidak ada perubahan. Dan, mungkin tidak akan pernah berubah:

Jika situasi tak kunjung berubah, berserahlah pada Tuhan. DIA akan memegang tangan Anda melewatinya.

Ayat Favorit Hari Ini

Mandi di Negara Canggih

"Mengapa saya?"

Romo pembimbing rohani saya menceritakan kepada saya pengalamannya sewaktu bertugas di Perancis.

"Emang tugas romo di sana apa?"

"Pastoral kamar tamu"

"Maksudnya?"

Tugas beliau adalah menerima tamu yang datang (pada waktu dan hari yang tak menentu) berkunjung ke biara tempat beliau tinggal.

Beliau bercerita, kebanyakan tamu yang datang adalah orang-orang yang sama sekali tidak dikenal. Mereka mengunjungi biara itu untuk keperluan pengakuan dosa dan terlebih-lebih menemui romo (romo siapa saja yang sedang ada di tempat) untuk bercerita tentang pengalaman hidup mereka (mirip konseling).

Tugas 'pastoral kamar tamu' ini beliau jalankan setelah 3 bulan berada di Perancis. "Waktu itu bahasa Perancis saya masih kacau-balau" aku sang romo.

Sekalian kacau-balau, lambat laun beliau sadar tamu-tamu yang kebanyakan orang Perancis itu datang tidak lagi mencari romo yang bisa berbicara bahasa Perancis dengan lancar. Mereka mencari beliau. Dan yang mencari beliau bukan lagi tamu-tamu yang datang sekali dan menghilang.

Beliau penasaran.

"Mengapa saya?" di atas itu adalah pertanyaan beliau ke salah seorang tamu tetapnya. Tentu saja pertanyaan itu beliau tanyakan pada akhir pertemuan mereka. Alasan beliau bertanya terang benderang. "Bahasa Perancis saya belepotan. Omongan saya tidak jelas. Saya tidak bisa memberi solusi atau peneguhan yang meyakinkan atas pengalaman yang mereka ceritakan" katanya.

Tetapi, ya itu, "mengapa saya?"

Tamunya menjawab, "It's heart that speaks". (Tamunya sebetulnya menjawab dalam bahasa Perancis. Saya lupa bahasa Perancisnya apa.)

Berurusan dengan manusia, apalagi dengan mereka yang sedang dalam krisis, memang membutuhkan hati.

Tetapi bukan hanya berurusan dengan manusia saja hati dibutuhkan.

Saya tiba di bandara Nagoya pukul 21.00 waktu setempat. Urusan ini dan itu selesai. Saya baru bisa masuk kamar untuk beristirahat kira-kira pukul 22.30. Dan, langsung tertidur pulas.

Besok paginya saya terkagum-kagum melihat, maaf, toilet yang dilengkapi dengan tombol-tombol (Anda hanya perlu duduk manis di kloset dan tombol-tombol itu akan mengurus sisanya).

Itu kekaguman pertama.

Kekaguman kedua terbit di kamar mandi. Sabun mandinya yang berupa cairan itu tidak mengeluarkan busa sedikitpun. Sebanyak apapun saya oleskan ke tubuh saya tidak ada satu busapun yang keluar.

Wowww… negara canggih ya…

Sampai kemudian di meja makan… romo yang tinggal serumah dengan saya memberitahu cairan yang saya tuangkan di badan saya dengan penuh kekaguman itu ternyata cairan untuk dioleskan pada rambut sehabis mandi.

"Maaf Aris, kita kehabisan sabun mandi".

Berurusan dengan benda mati ternyata juga soal hati. Rendah hati, tepatnya.

Rendah hati untuk mengakui bahwa kita tidak tahu (tulisan yang tertera di botol cairan itu tertulis dalam aksara Jepang). Rendah hati untuk bertanya kepada orang lain yang lebih tahu. Mereka yang tidak rendah hati akan mendapat ganjaran yang setimpal.

P.S: Kalau cairan itu bisa bicara, dia bakalan ngomong apa ya ke saya? Mungkin, "Gengsi ama sok tau aja terus…".

"Setel Saja Alarm dan Bangunlah"

Selasa, Januari 11, 2011

Berpikir positif, kebahagiaan datang.

Orang Amerika percaya itu.

Makanya ada Norman Vincent Pale dari zaman baheula dengan bukunya The Power of Positive Thinking sampai The Secret-nya Rhonda Byrne (ada sekuelnya loh, The Power. Udah baca?).

Bahagiakah orang Amerika?

Psychologies Magazine (yang sedang saya baca) menjawab dengan gamblang: tidak.

Ironis sekali.

Negara yang paling terobsesi untuk senantiasa berpikir positif justru bukanlah negara yang penduduknya paling bahagia.

Penduduk Denmark, kata majalah ini, paling bahagia.

Mengapa? "It's not because Danes think positive, but because they have modest expectations of life".

Ngomong-ngomong tentang kenyataan ironis di atas. Bukan hanya orang Amerika yang mengalaminya.

Tak jarang, semakin saya berusaha berpikir positif dan menyuntikan sebanyak mungkin hal positif ke dalam pikiran, rasanya saya tambah stress.

Ironis sekali.

Majalah ini memberi solusi sederhana, "That's enough thinking—it's time for action". Berhentilah mencemaskan entahkah pikiran kita positif atau negatif. Lakukan saja sesuatu yang kita pikir baik. Tidak perlu menunggu termotivasi dahulu. Ambil tindakan.

Seperti nasehat teman saya, "Tidak perlu motivasi tinggi untuk bangun pagi. Setel saja alarm dan bangunlah".

Syukurlah Mata Saya Rusak

Adakalanya Anda harus mengejutkan diri sendiri.

Seperti saya.

Di Jakarta, saya sudah diberitahu oleh beberapa orang tentang pemandian umum di Jepang. Bahwa di tempat itu semua orang mandi tanpa mengenakan busana.

Saya membuktikannya sendiri. Pada 31 Desember malam, kira-kira pukul 21.00 waktu Nagoya, sambil menunggu pergantian tahun, saya diajak ke pemandian umum (yang ternyata jaraknya tidak sampai 5 menit dengan berjalan kaki).

Hanya memikirkan bahwa saya tidak mengenakan busana apapun di depan orang banyak saja sudah cukup membuat saya malu dan enggan. Belum satu kancing pun dibuka. Baru memikirkannya saja.

Tetapi, adakalanya, saya suka mengejutkan diri sendiri. Lagipula, saya baru sebulan tinggal di Nagoya. Siapalah saya di belantara Nagoya ini.

Jadi "Mengapa tidak?" pikir saya.

Berjalanlah saya dan orang yang mengajak saya ke tempat pemandian umum.

Beberapa menit kemudian…. Ouuuwwww… Semua orang memang tidak mengenakan apapun di dalam tempat pemandian.

Seperti saya.

Dengan malu-malu (sebenarnya saya lebih suka pulang saja tetapi gak enak juga sama yang ngajak) saya menanggalkan apa yang saya kenakan.

Mulai dari kaca mata. Eh, ternyata melepas kaca mata sama dengan melepas malu. Penglihatan mata saya rusak sedemikian rupa sehingga pada jarak 1 meter lebih segala sesuatu kabur belaka.

Adakalanya Anda harus mengejutkan diri sendiri. Karena Anda akan menemukan sesuatu yang penting.

Seperti saya.

Ketika saya memutuskan untuk mengejutkan diri (a.k.a. melawan rasa malu) saya menemukan sesuatu yang penting.

Sesuatu yang penting itu adalah sesungguhnya saya malu bukan karena orang lain melihat bagian paling pribadi dari tubuh saya.

Saya malu karena saya bisa melihat dengan jelas orang lain itu sedang menatap saya dalam keadaan tanpa busana.

Saya menghabiskan dua jam di dalam tempat pemandian itu dengan senang hati.

P.S: Sesuatu yang penting kedua adalah untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya bersyukur penglihatan mata saya rusak. Benar, apa yang buruk yang terjadi hari ini bisa jadi berkat di kemudian hari.

Bukan Karena Jatuh

Sabtu, Januari 08, 2011

"Kenapa?"

"Gak ada yang liat saya jatuh" jawab si bocah sambil terus menangis. Yang bertanya itu ayahnya.

Rupanya si bocah terpeleset dan jatuh ketika ia sedang bermain di atas tumpukan salju.

Sang ayah dengan pengertian meraihnya ke dalam pelukannya dan menggendongnya ke dalam rumah.

Yang luar biasa dari kisah biasa di negara empat musim ini adalah bocah itu cukup polos untuk mengakui penyebab tangisnya.

Bukan sakit karena jatuh (meski jatuh di atas es yang membeku pastilah sedikit atau banyak rasanya sakit juga).

Kenyataan bahwa tak ada orang di sana yang bersimpati kepadanya yang menyebabkan ia menangis.

Bocah itu menyuarakan apa yang biasanya orang dewasa sembunyikan tetapi tak jarang dilakukan (entah sadar atau tidak sadar).

Adakalanya perhatian orang lain membuat sakit yang kita alami jadi membaik.

Tetapi adakalanya perhatian mereka menyebabkan keadaan kita malah memburuk.

Adakalanya perhatian yang kita terima malah membuat kita tambah manja; badan tambah capek; penyakit bukannya sembuh malah tambah sakit.

Manusiawi.

Tapi bisa merugikan.

Terutama jika si pemberi perhatian mengetahui belang kita (dan berhenti memberi perhatian).

Terutama jika kebutuhan kita akan perhatian menyulap kita menjadi, seperti kata orang bijak, anak-anak yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa.

Ayat Favorit Hari Ini

Kamis, Januari 06, 2011

"Dan bukan hanya itu saja, kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan itu menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan" (Rm. 5:3-4)

Lulus Sarjana Lanjut SD

Pernah (mungkin dalam sebuah novel entah-apa-itu) saya membaca kutipan ini, "Someday you will look back at your life and laugh at what has passed".

Saya baru saja melihat hidup saya ke belakang. Dan tertawa (karena itu saya ingat lagi kutipan di atas).

Tahun 2006 saya menamatkan pendidikan Sarjana (S-1). Dengan nilai yang tidak terlalu memalukan. Cukuplah untuk lulus.

Lazimnya, jenjang pendidikan formal yang ada di depan mata adalah Master (S-2). Jauh di depan mata lagi Doktor (S-3).

Dengan begitu, jenjang pendidikan bergerak ke atas. Seharusnya. Atau begitulah pikiran saya.

Pagi tadi pukul 09.30 waktu Nagoya (sama dengan waktu Indonesia barat (WIB), program studi bahasa Jepang yang saya ikuti resmi dimulai.

"Someday you will look back at your life and laugh at what has passed".

Dengan semangat saya mengayuh sepeda ke tempat program hanya untuk menemukan kenyataan bahwa saya memulai dari kelas elementary I. Saya dan 5 peserta yang lain memulai program itu dengan melafalkan a-i-u-e-o. Yup, pekerjaan anak SD kelas I.

Jadi, setelah menyandang gelar sarjana saya kembali menjadi anak SD kelas.

Pendidikan bukan bergerak ke atas tetapi melompat ke bawah.

Lucu juga.

Mungkin Tuhan sedang mendidik saya untuk belajar lebih rendah hati lagi.

P.S: Ternyata kutipan di atas hanyalah potongan kalimat. Melalui Google, saya menemukan kutipan lengkap, "Never let go hope. One day you will see that all has finally come together. What you have always wished for finally come to be. You will look back and laugh at what has passed and you will ask your self 'How did I get through all of that?'". Jangan hilang harapan ya… (Kedengaran kayak menghibur diri sendiri, hehehe…).

Modal Awal dari Orang Bijak

Selasa, Januari 04, 2011

Saya punya definisi sendiri tentang 'orang bijak'.

Orang bijak itu mereka yang memecahkan masalah, tanpa terkesan menasehati apalagi menggurui, dengan cara sederhana dan enteng. Seolah-olah mereka tidak serius menanggapi omongan kita. Saking enteng dan sederhananya, kita bisa jadi terlambat menyadari kalimat yang meluncur dari bibirnya itu solusi atas masalah kita.

Beberapa malam yang lalu saya mendengar sharing pengalaman seseorang hidup serumah dengan beberapa rekan kerjanya.

"Aduh… panas nih…" adalah keluhan standar seseorang rekan kerjanya tentang cuaca. Standar maksudnya tiap hari keluhannya itu lagi. Tiap hari.

Sampai suatu hari seorang rekan kerjanya yang lain yang lebih senior memutuskan menanggapinya.

"Emang kalo ngeluh terus kayak gitu jadi dingin apa?!" katanya sambil lalu.

Bijaksana.

Masalah teratasi.

Solusinya ada dalam "Emang kalo ngeluh terus kayak gitu jadi dingin apa?!"

Solusinya: berhentilah mengeluh. Lakukan sesuatu. Karena mengeluh saja tidak pernah bisa memecahkan persoalan.

Solusi dari orang bijak itu menjadi modal awal memasuki tahun baru 2011 ini.

Supaya Anda tidak mengeluh tulisan ini terlalu panjang saya berhenti sampai di sini saja.

Selamat menempuh tahun baru.

Semangaaaaaattttt….

Yang Berlalu, Biarlah Berlalu

Sabtu, Januari 01, 2011

Semoga Tahun Ini, Anda...

Sehat selalu (sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk biaya pengobatan);

Menyelesaikan kuliah dan meraih gelar;

Mendapatkan pekerjaan dan gaji yang memuaskan;

Mendapatkan promosi di tempat kerja;

Menerima kenaikan gaji;

Sukses dengan usaha yang tengah dirintis;

Menemukan seseorang yang jatuh cinta kepada Anda;

Menemukan seseorang yang mau menghabiskan sisa hidup bersama;

Melangsungkan upacara pernikahan dengan lancar;

Menentukkan dengan pasti pilihan hidup;

Mengeksekusi rencana yang terus tertunda;

Menggendong anak yang sehat dan lucu;

Menemukan solusi atas masalah yang bikin pusing tujuh keliling itu;

Bisa mengampuni orang yang paling menyakiti hati Anda (keluarga tetaplah keluarga).

Bisa memperbaiki lagi hubungan yang retak itu;

Dan …

Semoga tahun ini, doa yang sudah Anda panjatkan berkali-kali itu terjawab.

Selamat Tahun Baru.