"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14:26)
Dalam kuliah pagi ini kelompok kami, yang terdiri dari lima orang frater, mempresentasikan salah satu dari tiga keutamaan kristiani yaitu kasih—dua yang lainnya iman dan harap. Presentasi kami bertitik tolak dari perintah pertama dan terutama yakni "Kasihilah Tuhan Allah dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri".
Kasih, kasih dan kasih. Bukan kasih yang dikatakan saja kepada Allah dalam doa dan ibadah-ibadah. Tetapi kasih yang yang harus diwujudnyatakan kepada sesama.
"Interupsi," seru dosen kami, seorang romo senior (77 tahun usianya) dari Belanda. "Ingat bacaan Injil tadi pagi?" tanyanya kepada seisi kelas (15 orang frater).
Kami mengangguk-angguk. "Apakah tidak ada yang terkejut dengan kata-kata Yesus?" tanya lebih lanjut. " Yesus selalu menekankan kasih tetapi pagi ini Dia berbicara tentang membenci keluarga".
"Bagaimana memahami ini?" Kami terdiam. Saling menunggu untuk menjawab. Sampai seorang frater mengajukan jawabannya. "Bla-bla-bla".
Ini jawaban dosen kami, "Yang perlu diperhatikan adalah kata membenci itu sendiri. Membenci yang dipakai Yesus tidak sama artinya dengan membenci dalam bahasa Indonesia"
"Dalam bahasa Indonesia, membenci berarti tidak suka sama sekali, ingin berbuat jahat terhadap orang itu. Yang Yesus maksudkan dengan benci kepada keluarga bukanlah itu."
"Benci dalam bacaan Injil pagi ini berarti menempatkan keluarga pada urutan yang kedua setelah Tuhan. Atau, setelah Tuhan barulah keluarga. Bukanlah urusan-urusan duniawi dulu baru sesudah itu Tuhan belakangan"
Kami manggut-manggut, mengerti.
0 komentar:
Posting Komentar