Konon katanya laki-laki lebih praktis, gak ribet, simple, cepat. Benar? Tidak juga. Saya salah satu contoh dari yang "tidak juga" itu, terutama ketika hendak bepergian.
Pertanyaan pertama yang selalu saya hadapi adalah apa yang mau dibawa?
Nah, masalah biasanya muncul di sini. Sewaktu masih bertugas di Jakarta, di lemari pakaian saya tersimpan beberapa jenis tas bepergian sekaligus. Ukurannya besar, sedang dan kecil. Tas-tas berbagai ukuran itu difungsikan tergantung saya pergi ke mana dan berapa lama.
Masalahnya di mana? Saat packing: ya itu tadi, barang apa yang mau dibawa?
Setelah saya hitung-hitung, banyak waktu habis hanya untuk memikirkan barang apa yang akan saya bawa. Ok, akhirnya packing selesai juga. Tetapi setelah saya ingat-ingat sekarang, ada tiga jenis barang yang biasanya ada di dalam tas saya. Pertama, barang yang benar-benar dibutuhkan dan terpakai selama perjalanan. Kedua, barang yang memang terpakai tetapi setelah dipikir-pikir kalau tidak dibawa juga tidak apa-apa, tidak akan mengurangi kualitas perjalanan. Ketiga, barang yang ternyata benar-benar tidak terpakai sampai kembali ke rumah dan disimpan kembali masih dalam keadaan utuh atau bersih. Dan sialnya, ketiga barang itulah yang selalu ada dalam tas saya kalau saya bepergian.
Alhasil, banyak energi (tenaga, pikiran, konsentrasi, waktu, uang) juga habis hanya untuk mengurusi tas-tas itu. Padahal energi itu bisa disalurkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat, semisal sungguh-sungguh menikmati perjalanan.
Semalam saya membaca sebuah buku bagus, Adversity Advantage. Ini buku tentang bagaimana menghadapi kesulitan. Salah satu bagian dalam buku ini berbicara tentang masalah yang saya hadapi: packing.
Menurut penulisnya, Paul G. Stoltz dan Erik Weihenmayer, sama seperti kesulitan lam perjalanan yang ditimbulkan oleh kekurangcermatan dalam packing, begitu pulalah hidup. Hidup kita bisa kacau balau, emosi kita naik turun gak karuan dan hidup rohani kita kosong karena "barang" yang kita bawa terlalu banyak melebihi kebutuhan kita.
Saya kutipkan untuk Anda salah satu paragrap: "Periksa pengepakan Anda sendiri—apa yang sekarang ini Anda bawa dalam kehidupan? Berapa banyak dari apa yang Anda miliki, dan apa yang Anda lakukan yang benar-benar penting? Berapa banyak dari milik Anda yang hanya merupakan konsumsi dari sumber daya? Akhirnya, apakah barang-barang yang Anda pak dalam kehidupan—barang-barang yang Anda kumpulkan, keputusan-keputusan yang Anda buat, pekerjaan yang Anda lakukan, cara Anda menginvestasikan waktu dan uang, cara Anda mengelola kesehatan—membebani Anda atau mengangkat Anda?"
Tahukah Anda mengapa janda miskin dalam bacaan Injil pagi ini (Luk 21:1-4) mau memberi dari kekurangannya dan dipuji Yesus?
Bukan karena "cuma itu yang dimilikinya". Bukan. Lebih daripada itu, ia mengepak hidupnya sedemikian rupa sehingga memberi tidak lagi menjadi beban baginya. Memberi sudah menjadi panggilan hatinya.
Saya mengutip kata-kata penulis buku yang luar biasa ini, "lebih" tidak selalu berarti lebih. Jika salah mengepak, lebih akan terasa kurang. Lebih banyak materi yang kita miliki bisa menambah keruwetan sehingga kita akan merasa kekurangan waktu, kekurangan kedamaian pikiran…
Maka prinsipnya bukanlah sedikit atau banyak "barang" dalam hidup tetapi apakah barang itu tepat atau tidak—tepat berarti semakin membuat Anda bertumbuh dewasa, hidup dalam kedamaian, emosi yang stabil, dan rohani yang kuat.
Ayo, mari periksa "barang-barang bawaan" kita.
0 komentar:
Posting Komentar