Pengantar: Di Jepang, sejauh saya mengerti, agama itu urusan pribadi masing-masing. Tidak ada libur nasional yang berkaitan dengan agama tertentu (Tanggal 25 Desember bukanlah tanggal merah). Dalam dokumen-dokumen resmi yang harus diisi oleh setiap warga negara tidak ada kolom agama. Kita tidak bisa seenaknya saja bertanya "Eh, agama kamu apa ya?". Karena itu melihat sejumlah orang tetap mempertahankan iman Katolik dan datang ke Gereja secara teratur rasanya istimewa. Perkenalkan, umat Katolik di Nagoya. Kita mulai dengan ...
UMAT KATOLIK INDONESIA
Tidak banyak. Seperti yang Anda lihat. Jumlah sesungguhnya lebih banyak dari yang Anda lihat. Maksudnya, kurang lebih 10 orang lagi. Tetapi begitulah. Ada yang bekerja dan menikah di sini. Ada yang sementara kuliah. Oh, romonya juga dari Indonesia. Romo Priyo MSC, belasan tahun menjadi misionaris di Jepang. Sekarang beliau adalah pastor paroki Johokubashi (Akan saya terangkan lagi pada edisi berikut). Ruangan di mana misa ini berlangsung adalah ruangan paroki.
Apalagi yang lebih Indonesia dari Puji Syukur? Serasa sedang misa di Indonesia. Hidup Puji Syukur...
Misa untuk umat Katolik dari Indonesia diselenggarakan setiap minggu terakhir dalam bulan.
Dewo, namanya. Asal Toraja. Sedang kuliah 'Care Giver'. Yaa, ya, ya, care giver itu perawat tetapi khusus untuk orang lanjut usia. Dewo sedang memperkenalkan diri seusai misa. Ini ritual bagi anggota yang baru bergabung.
Ritual lain: makannnnnn....
Misa berlangsung pukul 12.30 siang. Jadi tidak ada yang lebih wajar untuk dilakukan sehabis misa selain makan bersama. Dengan lahap, pastinya.
Bagi-bagi sembako... Ada anggota yang membawa beberapa produk makanan untuk dibagi-bagikan.
Tidak seperti Kebanyakan Gereja di Indonesia, Gereja paroki di Jepang tidak memiliki karyawan paroki. Jadi, ritual lain lagi: beres-beres. Sambil ketawa-ketiwi. Waktu menunjukkan pukul 04.00 sore.
Hengky dan Fiona. Pasangan sekaligus moderator Keluarga Katolik di Nagoya ini.