Bayi yang Tertawa di Foto, Mengapa?

Selasa, Maret 15, 2011

Saya menemukan gambar itu, secara kebetulan, dijual di toko barang-barang vintage.

Saya tak berpikir dua kali untuk membelinya. Tetapi ada dua alasan di balik keputusan kilat itu.

Murah. Itu pertama. Kedua, saya membayangkan gambar ini akan menolong saya di masa-masa sulit. Keceriaan anak-anak menular.

Biara yang saya tinggali ini menempati lahan yang luas. Cukup luas untuk menampung tiga bangunan terpisah: biara, Taman Kanak-Kanak dan Gereja paroki (+ pastoran). Tiga bangunan terpisah ini berdiri bersisian. Masih cukup luas juga sehingga sekalipun sudah ada tiga bangunan ini, masih ada halaman.

Nah, jika tidak ada kesibukan, saya suka mengamati anak-anak kecil (siswa-siswi Taman Kanak-Kanak) yang bermain di halaman itu.

Keceriaan anak-anak menular.

Anak-anak itu sungguh menikmati hidup.

Mereka berlarian ke sana kemari. Berkejar-kejaran. Tertawa untuk alasan yang tidak terlalu jelas. Mereka kelihatan bisa menertawakan apa saja.

Anak-anak itu… kelompok yang paling menikmati hidup.

Perhatikan, saya menggunakan istilah 'kelompok'.

Hal lain yang saya amati dari anak-anak itu adalah ketika mereka bermain bersama dengan teman-temannya, merekalah kelompok yang kelihatan paling menikmati hidup.

Selalu ada anak yang tidak bergabung, yang menyendiri. Segera kelihatan kalau tidak banyak kebahagiaan terpancar dari dirinya. Anak yang menyendiri, biasanya, kelihatan kesepian.

"Kebahagiaan itu soal state of mind aja frat" kata teman saya.

Mungkin benar.

Tetapi coba perhatikan anak-anak.

Mereka sesungguhnya tidak membutuhkan alasan untuk bahagia. Tetapi mereka jelas membutuhkan orang lain untuk membagi kebahagiaan itu.

Jika Anda melihat foto seorang bayi yang sedang tertawa riang seorang diri, itu karena ada seseorang di depannya yang kepadanya tawa menggemaskan itu dibagikan.