Pengakuan, Bisakah Memulihkan Kepercayaan?
Apa Itu Cinta? (2)
Apa itu cinta?
Junnosuke Oikawa, seorang petugas pemadam kebakaran, berusia 56 tahun sedang berdiri di depan kantornya ketika tsunami menghempaskannya hingga ke lantai 2 gedung yang sama.
Bukan hanyut terbawa gelombang seperti batang kayu.
Ia dihempaskan. Sampai ke lantai 2!
Di sana, Oikawa berusaha memeluk erat-erat pilar yang masih tegak berdiri. Sambil memeluk erat pilar itu, dia mendongakkan kepalanya ke atas sebisa mungkin untuk menghirup udara. Ia berjuang untuk tidak tenggelam.
Tetapi gelombang dahsyat yang sama memukul balik dan menghelanya ke laut.
Dia ditarik ke laut bersama dengan puing-puing bangunan dan mobil-mobil.
Oikawa dibesarkan di daerah pesisir pantai. Karena itu laut bukanlah hal baru baginya.
Di masa kecil, jika dia dan teman sebayanya berada di pantai, mereka suka mengikatkan papan di pinggangnya dan berselancar di ombak. Hampir seperti surfing.
Karena itu ketika terbawa gelombang ke laut, Oikawa meraih papan yang ikut hanyut dan menempatkannya di dadanya.
Ia selamat.
Berjam-jam kemudian ia ditemukan tim penyelamat dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia ditemukan 5 kilometer jauhnya dari tempat ia pertama kali dihempaskan tsunami.
"Tsunami itu pembunuh. Saya pikir saya akan mati" katanya.
Lalu, apa yang membuatnya berusaha keras untuk lolos dari upaya 'pembunuhan' itu?
"Saya tidak mau menyebabkan istri saya menjanda. Saya bertahan hidup demi keluarga".
Itulah cinta.
Apa Itu Cinta?
Apa itu cinta?
Kiyotake berencana untuk pensiun tahun ini dari perusahaan tempatnya bekerja. Sehari sebelum gempa dan tsunami terjadi, Kiyotake dan Haruko, istrinya berbincang tentang kemungkinan melalang buana bersama ke Amerika begitu rencananya untuk pensiun terwujud.
Melalang buana, menikmati hari tua bersama itu, belum terwujud. Tidak dalam waktu dekat ini. Tidak juga dalam waktu yang akan datang nanti.
Haruko meninggal ditelan tsunami.
Toshiichi Sasaki, salah seorang yang selamat dari bencana dahsyat itu, hari-hari ini berkeliling dari tempat pengungsian satu ke tempat pengungsian lainnya.
Ia mencari Mayumi, anak perempuannya, yang tidak ada kabar beritanya.
Mayumi hilang.
Sementara itu, pemerintah kota mulai menguburkan secara massal korban bencana yang ditemukan. Tidak ada kremasi.
Apa itu cinta?
"Saya tidak ingin Mayumi dikuburkan tanpa sepengetahuan kami. Saya mati-matian ingin menemukannya" kata Sasaki, ayahnya.
Apa itu cinta?
"Sekiranya istri saya sudah meninggal, saya ingin menemukan jasadnya. Saya ingin menguburkannya secara pantas" kata Kiyotake, suaminya.
Itulah cinta.
Nilai Foto Kala Bencana
Barbara Kingsolver menulis dalam Animal Dreams, novelnya yang terbit tahun 1990, "It's surprising how much memories is built around things unnoticed at the time".
Barbara benar.
Koran lokal hari ini menerbitkan berita, para korban bencana kembali ke bekas rumah mereka masing-masing untuk mencari apa yang bisa dikumpulkan kembali.
'Apa' itu antara lain foto-foto yang ditemukan dan masih bisa diselamatkan.
Faktanya, foto-foto yang ditemukan di mana saja di sekitar daerah bencana oleh siapa saja dikumpulkan di depan kantor pemerintah setempat.
Sehari setelah bencana dahsyat 11 Maret itu usaha untuk mengumpulkan foto-foto itu dimulai.
Setiap hari, sampai berita ini diturunkan, jumlah foto yang terkumpul dan ditempatkan di kantor pemerintah lokal bertambah.
Foto-foto yang terkumpul itu memiliki kisahnya sendiri-sendiri.
Perkawinan ala Shinto dan kegembiraan yang melingkupinya.
Anak kecil yang berpose kala upacara penerimaan siswa baru di taman kanak-kanak.
Remaja yang mengacungkan jarinya tanda 'peace' di dalam kelas di sekolah.
Dan banyak lagi kisah dalam foto-foto itu.
Uchidate, penduduk lokal yang selamat dari bencana, menemukan setumpuk foto seorang bocah yang tidak dikenalnya dan sebuah album foto dari keluarga yang juga tidak dikenalnya.
Dia membersihkan lumpur dari tumpukan foto itu lalu membawanya ke depan kantor pemerintah lokal.
"Seseorang pasti sedang mencari foto-foto ini" katanya, dengan yakin.
Mengapa foto?
"Dengan foto, kami ingin menyatukan kembali keluarga yang tercerai-berai sekalipun mungkin pemiliknya sudah meninggal" kata seorang aparat pemerintah.
Memories is built around things unnoticed at the time, kata Barbara.
Kenangan dibangun di atas hal-hal yang tak terlalu digubris pada waktu itu terjadi.
Seperti foto. Tak banyak yang membuang waktu untuk membuka album-album foto sampai sesuatu yang tidak dikehendaki terjadi.
Semoga semua jiwa yang telah meninggal karena bencana alam itu beristirahat dalam ketenteraman karena kerahiman Tuhan. Amin.
Join MSC
Maaf atas Ketidaknyamanan Ini
Tidak ada yang lebih normal daripada "Terima kasih" (sebanyak-banyaknya bila perlu) begitu Anda ditemukan oleh tim penyelamat; ditemukan dalam keadaan tertindih rak buku akibat gempa bumi.
Tidak ada yang lebih normal daripada ucapan terima kasih.
Tetapi mengucapkan terima kasih sebagai reaksi pertama tidaklah normal untuk orang Jepang.
Surat kabar lokal menerbitkan berita tentang seorang ibu tua yang tertindih rak buku yang jatuh menimpanya ketika gempa terjadi.
Setelah berjam-jam kemudian, tim penyelamat berhasil menemukannya. Dalam keadaan masih hidup tetapi kesakitan.
Reaksi pertama beliau adalah "Maaf atas ketidaknyamanan ini. Kalau ada orang lain yang lebih membutuhkan pertolongan, ke sana saja dulu".
Dalam wawancara kepada media tersebut, menantunya menegaskan, "Setiap orang normal di Jepang akan mengatakan hal yang sama".
Ok, tapi…. Maaf atas ketidaknyamanan ini???????
Saya tiba di Nagoya tahun lalu, persisnya 2 Desember. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari orang Jepang sangat royal dalam hal meminta maaf. Sambil menundukkan kepala atau membungkukkan badan.
"Basa-basi" begitu pikir saya saking seringnya saya mendengar permintaan maaf. Bahkan untuk kesalahan yang tidak mereka perbuat, mereka akan meminta maaf.
Tetapi membaca kisah ibu tua itu membuat saya berubah pikiran.
Maksud saya, jika Anda sedang dalam kesakitan sebegitu rupa dan sedang bergumul antara hidup dan mati, tetapi reaksi pertama Anda adalah meminta maaf kepada tim penyelamat karena telah merepotkan, itu bukan lagi basa-basi.
Dan jika Anda terkagum-kagum melihat layar kaca yang sedang menampilkan para pengungsi yang antri dalam barisan yang lebih displin dari barisan pelajar dalam upacara bendera di Indonesia, penjelasannya ada pada kalimat kedua ibu tua itu.
"Kalau ada orang lain yang lebih membutuhkan pertolongan, ke sana saja dulu".
Bangsa ini memiliki jiwa, mentalitas, budaya, pola pikir dan tata krama yang sangat mengagumkan.
Tetaplah mendoakan bangsa ini. Berdoalah untuk penyelesaian krisis nuklir. Berdoalah untuk aparat pemerintah yang sedang melakukan yang terbaik. Berdoalah untuk para korban di tempat-tempat pengungsian dan rumah sakit, semoga mereka tidak kehilangan harapan.
P.S: Jika para korban itu tahu Anda mendoakan mereka, saya bertaruh, yang akan Anda dengar dari mulut mereka pertama kali adalah "ごめんなさい" (Gomenasai). Maaf. Karena telah merepotkan Anda.
Anda Masih Lebih Beruntung
Jika Anda merasa ingin mengeluh hari ini.
Jika Anda merasa memiliki banyak hal untuk dikeluhkan hari ini.
Pikirkan 510.000 korban gempa dan tsunami yang kehilangan orang-orang yang mereka kasihi, kehilangan rumah, harta benda lenyap dan tinggal berdesak-desakan di tempat pengungsian.
Selamat memasuki minggu yang baru ini.
Tuhan memberkati usaha dan niat baik Anda.
Helm Putih di Kepala Itu...
Ketika masih bayi, seluruh dunia itu berarti keluarga kita. Hanya mereka yang kita kenal. Hanya mereka yang dekat dengan kita.
Dan di mata kita, merekalah yang terbaik.
Bertumbuh, bertambah umur dan bertambah lingkup pergaulan, kita menjadi sadar keluarga kita hanyalah salah satu keluarga di antara banyak keluarga Dan seluruh dunia itu isinya bukan hanya keluarga kita.
Lalu kita mulai membanding-bandingkan keluarga kita dengan keluarga lain. Beranjak dewasa, kita menjadi sadar mana sesungguhnya yang terbaik.
Hampir seperti tinggal di Jepang memberi saya kesempatan untuk membandingkan dengan negara sendiri, Indonesia.
Terisitimewa di kala bencana seperti sekarang ini.
Berita-berita di layar kaca di sini penuh dengan perkembangan bencana terdahsyat sepanjang sejarah di negara ini. Persis seperti di Indonesia, kala Merapi meletus misalnya.
Bedanya adalah berita-berita bencana di Jepang tak punya soundtrack.
Tak sama seperti lagu-lagu Ebiet G Ade di layar kaca di Indonesia yang diputar di setiap permulaan berita.
Berita bencana di Jepang tak dimulai dengan potongan-potongan gambar mengerikan dan menyayat hati. Seperti di Indonesia.
Tak ada running news text di bagian bawah layar kaca yang mengabarkan rekening peduli dari lembaga ini dan itu.
Running news text di layar kaca di sini menginformasikan nomor telepon yang bisa dihubungi jika Anda mencari sanak keluarga yang menjadi korban.
Dan saya belum melihat di berita di layar kaca itu ada partai politik yang genit mendirikan posko bencana lengkap dengan bendera berkibar.
Saya belum mendengar, melihat dan membaca pertanyaan seperti mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi? Atau, adakah alam marah?
Perdana menteri dan aparat pemerintah yang menangani bencana tidak mengenakan setelan jas lengkap dengan dasi sambil memberi keterangan tentang penanganan bencana. Tidak. Mereka mengenakan pakaian kerja seperti layaknya montir di bengkel di Indonesia.
Mereka muncul di layar kaca, meminta maaf atas ketidakcekatan mereka dan memaparkan apa yang sudah dan akan mereka lakukan. Sambil meminta semua masyarakat waspada dan bahu membahu membangun kembali Jepang.
Tidak ada acara menginap di tempat pengungsian. Tidak ada acara main gitar dan menyanyi bersama pengungsi.
Sehari setelah bencana dahsyat itu, saya terpana melihat di layar kaca. Bukan berita. Saya terpana melihat pembawa beritanya, seorang pria dan seorang wanita.
Teristimewa busana yang mereka kenakan.
Mereka mengenakan pakaian sebagaimana lazimnya pembawa berita seperti juga di Indonesia.
Yang membuat saya terpana adalah helm putih yang bertengger di atas kepala mereka.
Helm yang lazimnya dipakai oleh pekerja pabrik.
Pesan mereka jelas: kita waspada terhadap bencana yang mungkin masih akan datang, tetapi mari mulai bekerja.
Sekarang saya mengerti mengapa setelah luluh lantak oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang bangkit secara mengagumkan.
Mereka pernah mengalami kehancuran, lalu bangkit kembali dan sukses
Saya yakin Jepang akan melakukannya lagi.
Helm putih di atas kepala pembawa berita itu adalah pertanda.
Berita Sama, Reaksi Berbeda
Dua orang menonton berita yang sama: kerusakan hebat dan penderitaan manusia akibat gempa dan tsunami yang terjadi minggu lalu.
Dua reaksi yang berbeda terdengar.
A: (Sambil geleng-geleng kepala) "Unimaginable".
B: (Sambil menatap serius layar kaca) "Those people definitely need blanket. Let's send some".
Berita yang sama. Reaksi berbeda.
Yang satu ngeri melihat kedahsyatan alam dan penderitaan manusia. Lalu berhenti sampai di situ.
Yang lain bersimpati pada penderitaan manusia dan segera tergerak oleh belas kasihan.
Berita yang sama. Reaksi berbeda.
Yang satu menonton penderitaan manusia dengan pikiran.
Yang lain menonton penderitaan manusia dengan hati.
Berita yang sama. Reaksi Berbeda.
Bayi yang Tertawa di Foto, Mengapa?
Saya menemukan gambar itu, secara kebetulan, dijual di toko barang-barang vintage.
Saya tak berpikir dua kali untuk membelinya. Tetapi ada dua alasan di balik keputusan kilat itu.
Murah. Itu pertama. Kedua, saya membayangkan gambar ini akan menolong saya di masa-masa sulit. Keceriaan anak-anak menular.
Biara yang saya tinggali ini menempati lahan yang luas. Cukup luas untuk menampung tiga bangunan terpisah: biara, Taman Kanak-Kanak dan Gereja paroki (+ pastoran). Tiga bangunan terpisah ini berdiri bersisian. Masih cukup luas juga sehingga sekalipun sudah ada tiga bangunan ini, masih ada halaman.
Nah, jika tidak ada kesibukan, saya suka mengamati anak-anak kecil (siswa-siswi Taman Kanak-Kanak) yang bermain di halaman itu.
Keceriaan anak-anak menular.
Anak-anak itu sungguh menikmati hidup.
Mereka berlarian ke sana kemari. Berkejar-kejaran. Tertawa untuk alasan yang tidak terlalu jelas. Mereka kelihatan bisa menertawakan apa saja.
Anak-anak itu… kelompok yang paling menikmati hidup.
Perhatikan, saya menggunakan istilah 'kelompok'.
Hal lain yang saya amati dari anak-anak itu adalah ketika mereka bermain bersama dengan teman-temannya, merekalah kelompok yang kelihatan paling menikmati hidup.
Selalu ada anak yang tidak bergabung, yang menyendiri. Segera kelihatan kalau tidak banyak kebahagiaan terpancar dari dirinya. Anak yang menyendiri, biasanya, kelihatan kesepian.
"Kebahagiaan itu soal state of mind aja frat" kata teman saya.
Mungkin benar.
Tetapi coba perhatikan anak-anak.
Mereka sesungguhnya tidak membutuhkan alasan untuk bahagia. Tetapi mereka jelas membutuhkan orang lain untuk membagi kebahagiaan itu.
Jika Anda melihat foto seorang bayi yang sedang tertawa riang seorang diri, itu karena ada seseorang di depannya yang kepadanya tawa menggemaskan itu dibagikan.
Permohonan Doa untuk Jepang
Romo dari Filipina yang sudah bekerja di Jepang selama 15 tahun memberi kesaksian, "Untuk pertama kalinya saya melihat bencana sedahsyat dan semengerikan ini di Jepang". Sekalipun bencana dahsyat ini terjadi hanya di bagian tertentu saja dari Jepang, tetapi kekhawatiran dan kengerian demi melihat bencana ini menyebar di seantero Jepang.
Karena itu mari berdoa untuk Jepang. Mari berdoa untuk pemerintah dan aparatnya dan tim penyelamat dan evakuasi yang sedang melakukan semua yang terbaik yang bisa mereka lakukan demi menghadapi bencana ini, demi menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan. Mari berdoa untuk semua saja yang terkena langsung bencana ini dan lolos darinya tetapi kehilangan hasil usaha mereka selama bertahun-tahun. Mari berdoa untuk para korban yang terluka, para dokter dan tenaga medis yang lain yang sedang berusaha semampu mereka memberikan pertolongan. Mari berdoa bagi sanak keluarga dan kerabat kenalan yang kehilangan untuk selama-lamanya orang-orang yang dekat di hati mereka. Semoga Tuhan menguatkan dan menabahkan hati mereka semua dalam masa-masa sulit ini. Mari berdoa untuk para korban yang meninggal, semoga arwah mereka berbahagia dalam kehidupan kekal. Mari berdoa untuk Jepang.
Mari berdoa 1 x Salam Maria.
Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah Engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu Yesus. Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.
Menolong vs Dimanfaatkan
Di biara yang saya tinggali sekarang ini, setiap penghuninya (yang terdiri dari romo-romo dari Jepang, Filipina, Indonesia dan Australia dan dua frater dari Indonesia), wajib membersihkan peralatan makannya sendiri sehabis makan.
Tidak ada pengurus rumah tangga.
Sebagai yang termuda di rumah ini, secara berganti-gantian, kami (saya dan frater yang lain), mengumpulkan peralatan makan setiap orang dan membersihkannya sekaligus.
Tetapi tidak selalu.
Selama masa-masa di seminari, mencuci peralatan makan itu hal biasa.
Karena itu, kami berdua tak merasa terbebani untuk melakukannya lagi di biara ini.
Tetapi tidak selalu.
Romo-romo ini pun tahu bahwa kami tidak merasa terpaksa melakukannya.
Kendati demikian, ada saat di mana mereka membersihkan piring, sendok, garpu, gelas, sumpit dan mangkuk sup mereka sendiri.
"Taruh aja romo nanti kami cuci".
Tetap saja ada kalanya tidak berhasil, mereka melakukannya sendiri.
Teman saya baru mengirim email kepada saya, bertanya "Emang beda tipis ya frat, antara menolong dan polos vs dimanfaatkan?".
Romo-romo itu, dalam kasus membersihkan peralatan makan, jelas tidak ingin memanfaatkan kebaikan kami.
Mereka tahu kami melakukannya dengan senang hati. Mereka tahu kami melakukannya karena, yaaa, kami ingin melakukannya. Dan kami ingin melakukannya selalu sehabis makan.
Tetapi mereka tidak memanfaatkannya.
Jadi, kapan Anda tahu Anda dimanfaatkan?
Ketika seseorang yang Anda tolong sebenarnya memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukannya sendiri. Segala sesuatu: waktu, pikiran, talenta, tenaga, uang, koneksi, kedudukan. Tetapi setiap kali ia berpaling kepada Anda dan meminta Anda untuk melakukannya.
Ketika itulah Anda sedang dimanfaatkan. Kata 'menolong' kalau tidak salah artinya memberikan bantuan kepada mereka yang tidak mampu atau tidak memiliki sesuatu.
Tetapi, ingat ini, jika Anda tetap ingin melakukannya juga, mengapa tidak? Lakukan saja. Tolonglah dia.
Hanya saja, ingat ini pula, Anda tidak sedang membantu dia untuk bertumbuh.
Umat Katolik di Nagoya
UMAT KATOLIK INDONESIA
Tidak banyak. Seperti yang Anda lihat. Jumlah sesungguhnya lebih banyak dari yang Anda lihat. Maksudnya, kurang lebih 10 orang lagi. Tetapi begitulah. Ada yang bekerja dan menikah di sini. Ada yang sementara kuliah. Oh, romonya juga dari Indonesia. Romo Priyo MSC, belasan tahun menjadi misionaris di Jepang. Sekarang beliau adalah pastor paroki Johokubashi (Akan saya terangkan lagi pada edisi berikut). Ruangan di mana misa ini berlangsung adalah ruangan paroki.
Apalagi yang lebih Indonesia dari Puji Syukur? Serasa sedang misa di Indonesia. Hidup Puji Syukur...
Misa untuk umat Katolik dari Indonesia diselenggarakan setiap minggu terakhir dalam bulan.
Dewo, namanya. Asal Toraja. Sedang kuliah 'Care Giver'. Yaa, ya, ya, care giver itu perawat tetapi khusus untuk orang lanjut usia. Dewo sedang memperkenalkan diri seusai misa. Ini ritual bagi anggota yang baru bergabung.
Ritual lain: makannnnnn....
Misa berlangsung pukul 12.30 siang. Jadi tidak ada yang lebih wajar untuk dilakukan sehabis misa selain makan bersama. Dengan lahap, pastinya.
Bagi-bagi sembako... Ada anggota yang membawa beberapa produk makanan untuk dibagi-bagikan.
Tidak seperti Kebanyakan Gereja di Indonesia, Gereja paroki di Jepang tidak memiliki karyawan paroki. Jadi, ritual lain lagi: beres-beres. Sambil ketawa-ketiwi. Waktu menunjukkan pukul 04.00 sore.
Hengky dan Fiona. Pasangan sekaligus moderator Keluarga Katolik di Nagoya ini.
Pulang Yuk
Saya tidak tahu apakah Anda sudah tahu hal yang akan saya katakan di bawah ini.
Dalam Kitab Suci, Allah pernah berlari. Dan hanya satu kali saja Dia berlari!
Dan satu-satunya momen berharga dan langka itu terjadi ketika Sang Bapa melihat dari jauh anak hilang itu pulang.
Tuhan berlari menjemput sendiri anak kurang ajar yang pulang setelah jatuh miskin itu.
Saya menduga, tidak ada yang lebih menggembirakan hati Tuhan selain anaknya yang bertobat.
Saking gembiranya, Dia akan berlari.
Selamat memasuki masa pertobatan ini.
Pulang yuk…
P.S: Doa Memasuki Masa Prapaskah
Terpujilah Engkau, Tuhan Allah yang Mahakudus, yang menganugerahkan hidup dan segala sesuatu kepadaku. Dalam perjuangan hidup ini, berbagai aktivitas dan tekanan pekerjaan, membuatku kerap melupakan kehadiran dan kasih-Mu. Aku jatuh dalam dosa dan tidak menghidupi tanggung jawab yang telah Kau percayakan kepadaku melalui pembaptisan.
Dalam masa Prapaskah yang penuh rahmat ini, bantulah aku mengarahkan hati dan pikiranku kembali kepada-Mu. Tuntunlah aku menuju pertobatan yang tulus dan baharuilah hidupku dengan rahmat-Mu. Bantulah aku untuk mengingat bahwa aku ini orang berdosa. Tetapi terlebih-lebih, bantulah aku mengingat selalu kasih-Mu yang mengampuni.
Semoga salib yang ditandai di dahiku pada hari Rabu Abu ini mengingatkanku bahwa aku adalah milik-Mu. Semoga doa, pantang dan puasa serta niat tobat aku terlaksana dan bertahan sampai 40 hari ke depan.
Doa ini aku panjatkan dengan perantaraan Yesus Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.
(Foto: http://hilliardpres.org/wordpress/?attachment_id=1260)Facebook Likes Bersyukur
Teman baik saya, beberapa waktu yang lalu, mengirimi saya email panjang. Cerita tentang ini dan itu.
Nyaris di bagian akhir email yang panjang itu ada beberapa link ke akun Facebook-nya.
Dengan izin penuh darinya, saya melihat-lihat akunnya.
Teman kelas saya di kelas kursus bahasa Jepang ini pernah bercerita, kalau sedang tidak mengurus suami dan anaknya, ia akan menghabiskan waktunya berselancar di Facebook. Oh, teman kelas seorang ibu rumah tangga beranak satu asal Filipina.
Ketika melihat-lihat akun teman baik saya ini, barulah saya mengerti mengapa ibu rumah tangga ini memilih menghabiskan waktunya ber-Facebook ria. (Pada suatu kesempatan, dia memotret kami semua di dalam kelas, "Mau posting di Facebook" jawabnya ketika ditanya untuk apa).
Saya tidak perlu menjelaskan "mengapa"-nya kepada Anda, bukan?
Majalah TIME menggelari Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, "Person of The Year". Mengapa? Karena Facebook mengubah cara kita terhubung satu sama lain, katanya.
Saya sendiri punya pendapat agak berbeda.
Facebook memang kelihatan menghubungkan si A dengan teman masa kecilnya atau si B dengan mantan pacarnya atau si C dengan teman barunya.
Tetapi sesungguhnya Facebook menarik karena memenuhi kecenderungan pola pikir kita bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau.
Dulu, rumput tetangga sudah lebih hijau.
Sekarang, Facebook bikin rumput tetangga tambah hijau saja.
Anda melihat foto-foto teman yang sedang berlibur sambil berpikir betapa menyenangkan hidupnya (dan menyedihkan sekali hidup saya, bekerja terus).
Anda melihat foto-foto teman yang sedang bermesraan dengan kekasihnya, foto-foto pernikahan teman, foto-foto keluarga yang kelihatan bahagia, foto-foto rekan kerja yang menggendong bayi yang lucu, foto-foto sedang makan enak…
Ahhh, Facebook bikin rumput tetangga tambah hijau saja.
Mungkin di zaman Facebook ini bersyukur jadi lebih berat.
Bagaimana pengalaman Anda?
P.S: Ada yang belum saya mengerti dari Facebook: tombol LIKE-nya itu. Misalnya, Anda membaca status teman yang bunyinya "Sedang butuh bantuan nih" atau sedang bergumul dengan persoalan tertentu. Lalu Anda menekan LIKE. Maksud? Anda suka kalau teman itu susah? Itu yang belum saya mengerti. Bukannya lebih baik menolong ya? Atau dalam dunia per-Facebook-an, menekan tombol LIKE itu sudah terhitung menolong?
Anda yang Berubah
Doa mungkin tidak mengubah masalah yang sedang Anda hadapi. Tetapi doa mengubah Anda menjadi lebih kuat untuk menghadapi masalah itu.
Jangan patah semangat.
Jangan berkecil hati.
Berdoalah.
Tetaplah berdoa.
Datanglah pada-Nya sebagaimana adanya Anda saat ini. Anda yang sedang sedih, kehilangan arah, terluka. Datang saja pada-Nya dalam doa.
Doa mungkin tidak mengubah masalah yang sedang Anda hadapi. Tetapi doa akan mengubah Anda menjadi lebih kuat untuk menghadapi masalah itu.
Tuhan mencintaimu.
Repot Itu Tanda Cinta
Sepuluh menit yang lalu, seseorang bercerita kepada saya pengalaman yang pernah diceritakan kepadanya oleh seseorang yang lain. Ini cerita di atas cerita di atas cerita.
Karena itu supaya tidak membingungkan Anda, mari kita memberi inisial si A kepada pencerita 10 menit yang lalu. Dan si B kepada seseorang yang lain yang bercerita kepada si A.
Entah apa kesibukannya, si B selalu pulang tengah malam. Dan setiap kali pulang tengah malam, pintu rumah selalu sudah terkunci.
Karena si B tak punya kunci pintu cadangan, ia selalu mengetuk pintu rumah sambil memanggil ibunya. Ibunya biasanya membukakan pintu untuknya.
Kecuali, pada suatu malam.
Ia pulang tengah malam, seperti biasa. Dan seperti biasa pula, ia mengetuk pintu rumah sambil memanggil ibunya.
Tidak seperti biasanya kali ini pintu tidak dibukakan.
Si B terus mengetuk sambil memanggil ibunya. Sampai 30 menit kemudian, jangan pintu terbuka, suara dari ibunyapun tidak kedengaran.
Karena respon yang ditunggu tak kunjung tiba, si B menjajal kemungkinan lain yang tidak pernah dicoba malam-malam sebelumnya.
"Papa…"
Dan pintu terbuka. Hanya dengan sekali panggil. Papanya berdiri di depan pintu yang terbuka itu.
Tebak apa yang dikatakan beliau kepada anaknya yang pulang tengah malam itu?
Kurang lebih begini, "Tiap malam kamu manggil mama terus, skali-skali panggil saya juga".
Saya tertawa mendengar kisah ini dari mulut si A.
Ending-nya itu loh.
Tapi, Anda menangkap juga 'kan poin penting dalam kata-kata papanya si B?
Selamat bermalam minggu. Jika pulang larut malam, pastikan bawa kunci pintu cadangan. Kalau lupa, cobalah kemungkinan lain seperti si B. (Ok, mungkin cerita Anda akan berbeda ending-nya).
P.S: Adakalanya orang suka direpotkan. Karena, adakalanya, repot itu tanda cinta. Bukan repotnya tapi perasaan dibalik itu bahwa kehadiran saya masih dibutuhkan.
Perhatian Bukan Kekecualian
Saya mendukung siapapun yang pernah mengatakan (dan percaya) bahwa segala sesuatu yang 'terlalu' itu tidak baik.
Seperti terlalu banyak makan daging tidak baik untuk kesehatan. Ini pengalaman pribadi.
Tetapi karena percaya bahwa dalam hidup ini selalu ada kekecualian, saya mengira bahwa 'perhatian' tidak termasuk dalam segala sesuatu itu. Lagi pula, mana ada orang yang tidak suka diperhatikan?
Ternyata tidak. 'Perhatian' bukan kekecualian. Terlalu banyak perhatian juga tidak baik.
Terlalu banyak perhatian bisa sangat mengganggu.
Terlalu banyak perhatian bisa bikin frustrasi.
Terlalu banyak perhatian bisa bikin orang yang kita perhatikan malah menjauh.
Segala sesuatu yang 'terlalu' memang tidak baik. Termasuk perhatian.
"Mungkin ada sisi positif yang bisa dilihat dari keadaan tersebut" kata seseorang dalam salah satu emailnya kepada saya.
Apa?
"Mungkin lama-lama frat bisa makin sabar. Frat juga makin tau kalo berteman itu ada batas sampai di mana kita boleh bertanya tentang kehidupannya".
Tuhan itu adil.
Kepada kita dihadirkan seseorang untuk menguji kesabaran kita. Pada waktu yang sama, kepada kita juga, dianugerahkan seseorang yang selalu berusaha mencari hal-hal positif yang layak disyukuri dari ujian yang kita hadapi itu.
Tuhan memang adil.
Selamat mencari hal-hal positif untuk disyukuri hari ini.