Sekali peristiwa Yesus bersama murid-murid-Nya masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makan pun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka, "Ia tidak waras lagi". (Mrk. 3:20-21)
a). Memiliki barang-barang bermerek tetapi tidak memiliki rumah
b). Memiliki rumah tetapi tidak memiliki barang bermerek
Jika harus memilih, manakah yang Anda pilih, a atau b? Tebakan saya adalah Anda akan balik bertanya, "Gak ada pilihan c ya: punya rumah dan barang bermerek sekaligus?".
Teman saya bercerita, ia menasehati temannya untuk memilih memiliki rumah (terlebih dahulu) ketimbang membeli barang-barang bermerek sementara tempat tinggal tidak jelas.
"Saya pikir kami teman jadi saya mengatakan apa adanya saja pendapat saya". Alhasil, ia dijauhi oleh temannya.
Memang kebanyakan kita tidak suka kebenaran. Terlalu menyakitkan. Terlalu menggoncang comfort zone kita. Terlalu menyerang ego kita—siapa yang sudi?
Karena itu terkadang penjilat lebih mendapat tempat di hati kita ketimbang seorang teman—para frater di Pineleng menyebut para penjilat ini dengan istilah yang lebih sopan 'tim puji-pujian', tidak terlalu jelas asal muasalnya, mungkin terinspirasi dari gerakan Karismatik.
Padahal pertumbuhan dan perkembangan kita ke arah yang lebih baik (atau terserah Anda menyebut apa: dewasa, kudus, matang, dst) amat tergantung dari mereka yang mengatakan kebenaran.
Untuk memberi makan ego, Anda butuh tim puji-pujian.
Tetapi untuk membuat Anda bertumbuh, Anda butuh teman yang mengatakan kebenaran.
P.S: Untuk Anda yang dijauhi karena mengatakan kebenaran, jangan berkecil hati. Yesus saja dianggap 'gila' oleh keluarganya. Selalu ada resiko yang harus dibayar untuk mengatakan kebenaran. Bagaimanapun, tetaplah katakan kebenaran.