Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur … (Yoh. 2:1-11)
Bagian yang saya sukai dari kisah "Perkawinan di Kana" itu adalah kenyataan bahwa mereka yang empunya pesta tidak menyadari bahwa ada Tuhan di sana yang bisa menolong mereka mengatasi persoalan mereka.
Saya membayangkan pemimpin pestanya panik karena kehabisan anggur. Mungkin sedikit tidak siap menanggung malu. Kejadian memalukan seperti itu tentu saja tidak hanya akan dibicarakan pada saat terjadi. Lama setelah itu orang masih akan tetap mengingatnya. Maka kepanikan pemimpin pesta bukanlah pada fakta anggur habis. Ini soal kehilangan muka. Ini soal kehilangan harga diri.
Familiar dengan situasi itu? Ya, pemimpin pesta itu mirip-mirip dengan kita, kadang kala. Yang karena terlalu panik, terlalu frustrasi, terlalu cemas, terlalu sibuk memikirkan masalah yang tengah dihadapi sampai lupa ada Tuhan yang di sana yang bisa diandalkan.
Kita sibuk sendiri dengan beban hidup kita sampai tidak terpikir untuk bersandar pada Tuhan. Lupa ada Maria, ibu kita yang bisa menggerakkan anak-Nya untuk menolong kita.
Tetapi ketidaksadaran tuan pesta akan kehadiran Maria dan Yesus bukanlah bagian terbaik kisah itu.
Bagian terbaik sekaligus paling saya sukai adalah kenyataan bahwa Maria dan Yesus turun tangan menolong tuan pesta. Sekalipun tidak dimintai bantuan.
Tidak ada yang minta tolong. Tidak ada yang mengeluh. Tidak ada yang melapor.
Tetapi Maria tahu persoalannya. Yesus tahu persoalannya.
Dan, Ibu dan Anak itu bertindak.
Saudara-saudara, jika tidak dimintai bantuan saja, Maria dan Yesus bertindak apalagi jika diminta.
Maria tahu persoalan yang tengah Anda hadapi. Yesus pun tahu.
Dan, mereka peduli.