Tren Kesaksian (2)

Senin, September 01, 2008

Pernah nonton tayangan kriminal di televisi? Pasti pernahlah.

Sekarang di hampir semua stasiun televisi baik nasional maupun lokal (paling tidak di Manado) punya program yang demikian. Di situ ada tayangan macam-macam kejahatan (dari tayangan ini saya jadi tahu bukan hanya pekerjaan saja yang sudah terspesifikasi dalam detil-detil. Dulu hanya ada yang namanya pencuri. Sekarang, pencuri apa dulu? Banyak spesifikasinya).

Beberapa tahun terakhir ini mulai terdengar suara-suara yang mengajukan akibat-kibat dari tayangan tersebut bagi penonton.

Salah satunya ini: ketika menonton tayangan penangkapan pelaku yang membacok temannya, reaksi penonton bukanlah kasihan. Sebaliknya, "kemarin lebih sadis lagi, yang dibacok malah ibunya sendiri". Membandingkan dengan yang lebih sadis. Tapi tanpa kandungan perasaan apa-apa di dalamnya. Hanya membandingkan saja.

Sederhananya, semakin sering kita melihat kejadian tertentu, kejadian itu tidak akan lagi mempengaruhi kita. "Gak ngepek" lagi. Kita jadi terbiasa.

Yang dibutuhkan untuk bisa menarik perhatian kita harus semakin besar, semakin sadis dan semakin mengerikan.

Contoh lain, kalau dengar kasus korupsi 500-an juta, reaksinya bukanlah "kurang ajar banget tu orang, bikin sengsara orang lain". Tetapi "baru juga 500-an juta, ada yang 1 trilyun". Tanpa emosi juga. Bandingin doank.

Nah, apa poin saya soal tren kesaksian ini?

Anda pasti sudah bisa menebaknya. Semakin sering Anda mendengar kesaksian orang, hati-hati, jangan sampai "gak ngepek" lagi. Saking terbiasanya. Itu lagi, itu lagi. Atau loe lagi, loe lagi.

Sehingga yang Anda butuhkan harus lebih dramatis, harus lebih gimanaaa gitu, baru terkagum-kagum sama kuasa Tuhan. Kalau dulu cerita tentang selamat dari kecelakaan mobil saja sudah cukup bikin Anda terkagum-kagum. Jangan sampai sekarang harus dengar yang selamat dari kecelakaan pesawat baru bisa terkagum-kagum lagi.

Sehingga (lagi) peristiwa-peristiwa yang kecil, sederhana dan biasa-biasa saja apalagi yang harian sama sekali tidak bisa lagi membuat Anda bersyukur.

Berita baiknya adalah akibat psikologis yang demikian tidak menjangkiti semua penonton tayangan kriminal (syukur kepada Allah).

Sama halnya dengan tren kesaksian. Tidak semua orang bereaksi demikian (syukur kepada Allah 2 x). Ada yang tetap terkagum-kagum, percaya dan bersyukur kepada Tuhan. Mau peristiwa biasa dan sederhana maupun yang tragis-dramatis.

Saya tidak tahu Anda termasuk yang mana?

0 komentar: