Apa Masalah Anda?

Kamis, September 04, 2008

Bulan lalu ketika berselancar ria di dunia maya saya menemukan sebuah video yoga. Durasinya 10 menit.

"Saya mau belajar yoga," batin saya. Pengaruh ketenangan di wajah yogi di video itu.

Setelah selesai mendownload dan membayar kepada penjaganya (ini di warnet), saya langsung meluncur ke salah satu pusat perbelanjaan di Manado. Mencari matras yoga.

Ketemu.

Tapi warnanya pink. "Siapa yang peduli?"

Dua hari saya habiskan hanya untuk menghafap gerakannya. Kebetulan saya menemukan sebuah artikel tentang yoga. Waktu terbaik untuk melakukan yoga adalah 3 atau 4 jam setelah makan malam… Begitu kata penulis artikelnya.

Ok.

Jadi, hari ketiga, malam harinya, pukul 22.30 saya mengunci pintu kamar saya, membentangkan matras yoga dan mulai mempraktekkanya teknik yoga yang sudah saya hafal. Seminggu berjalan sempurna. Dengan khasiat yang amat terasa. Lebih tenang. Emosi lebih stabil.

Setelah satu minggu… Ini dia masalahnya. Ada gangguan: tugas ini dan itu yang minta segera diselesaikan. Masih ada badan yang sudah lelah, minta diistirahatkan. Mulai ada banyak alas an untuk tidak yoga. Dan setelah 3 minggu berlalu tanpa yoga alhasil matras pink itu hanya tergeletak di pojok lemari. Dan tentu saja, saya sudah malas untuk mulai lagi.

Panas-panas tahi ayam.

Sewaktu kembali dari tempat tugas pastoral di paroki, saya berjanji kepada diri sendiri untuk meluangkan waktu 15 menit sehari setiap selesai misa pagi untuk meditasi.

Seingat saya hanya mulus 2 minggu. Sesudah itu macam-macamlah alasannya. Yang paling mutakhir sekarang adalah saya harus memberi makan 30-an ikan mujair di kolam.

Tentang memberi makan ikan ini, feeling saya jelas: kayaknya ini juga hanya akan bertahan seminggu.

Setelah menulis sampai di sini saya senyum-senyum dan malu sendiri karena ingat ada banyak hal baik yang saya canangkan untuk lakukan pada waktu-waktu yang sudah berlalu. Tapi ya itu tadi hanya sebentar.

Sesudah itu polanya sama: banyak alasan untuk tidak melakukannya dan ketika akhirnya mengingat manfaatnya yang baik yang pernah dirasakan, saya sudah terlalu malas untuk melakukannya lagi.

Saya baru menyadari soalnya tidak terletak pada seberapa baik saya mengetahui manfaatnya. Tidak juga terletak pada seberapa baik saya menghafal gerakannya. Atau seberapa ahli saya menguasai tekniknya.

Ini soal disiplin untuk melakukannya. Itu saja.

DISIPLIN, DISIPLIN, dan DISIPLIN.

Sudah ada niat dan kemauan, manfaat dan tekniknya pun sudah tahu. Tinggal tiga kata di atas itu.

Pernah punya pengalaman seperti saya? Jangan-jangan masalah kita sama.

Atau, apa masalah Anda?

0 komentar: