CLiGspiration: Bukalah Rekening Cinta

Senin, Oktober 27, 2008 0 komentar
Ibu Teresa pernah berkata, "Tidak ada tindakan besar. Hanya ada tindakan kecil yang dilakukan dengan cinta yang besar." Tindakan kecil apa yang dapat Anda lakukan hari ini untuk memperdalam ikatan antara anda dan orang-orang yang paling bernilai bagi Anda? Apakah ada tindakan baik tanpa sengaja dan tindakan indah namun tidak ada gunanya yang dapat Anda tawarkan kepada seseorang dalam usaha membuat hari mereka sedikit lebih baik? Ironi dengan menjadi lebih berbelas kasih adalah bahwa tindakan memberi kepada orang lain membuat Anda merasa lebih baik.
 
Untuk mempraktikkan lebih banyak cinta, ciptakan rekening cinta. Setiap hari, masukan beberapa simpanan ke dalam tabungan istimewa ini dengan melakukan hal-hal kecil untuk menambah kebahagiaan di dalam hidup seseorang di sekitar Anda. Membelikan bunga segar untuk pasangan Anda walaupun tanpa alasan sama sekali, mengirim buku favorit kepada sahabat, atau menyediakan waktu untuk mengatakan dengan jelas kepada anak-anak apa yang Anda rasakan adalah hal-hal baik untuk mengawalinya.
 

Satu hal yang telah saya pelajari di dalam hidup adalah bahwa hal kecil merupakan hal besar. Tabungan yang sedikit namun dimasukan setiap hari ke dalam rekening cinta akan memberi Anda lebih banyak kebahagiaan daripada sejumlah uang di rekening bank Anda. Seperti kata Emerson secara mengesankan, "Tanpa hati yang kaya, kekayaan hanyalah seorang pengemis buruk." Atau seperti yang ditulis Tolstoy, "Alat untuk memperoleh kebahagiaan adalah dengan menjadi seperti seekor laba-laba yang melemparkan jaring cintanya yang berperekat ke segala arah dan menangkap semua yang terekat."

 

(Dari: Robin Sharma, Who Will Cry When You Die?, 1999)

 

P.S: Happy monday, saudara-saudariku. Doa saya untuk Anda sekalian. Tuhan memberkati.

CLiGspiration: Praktikkan Tindakan Memaafkan

Sabtu, Oktober 25, 2008 0 komentar

Memaafkan seseorang yang telah bersalah kepada Anda sebenarnya suatu tindakan mementingkan diri sendiri, bukannya sebaliknya. Menghilangkan permusuhan dan kebencian yang mungkin telah Anda simpan di dalam diri Anda sebenarnya merupakan sesuatu yang Anda lakukan untuk diri sendiri, bukannya demi keuntungan orang lain. Seperti yang pernah saya ajarkan di dalam program pelatihan hidup, ketika Anda menahan dendam terhadap seseorang, ini hampir seperti menggendong orang tersebut di punggung Anda. Ia menguras energi, semangat, dan kedamaian pikiran Anda. Namun, begitu Anda memaafkannya, Anda membiarkan ia turun dari gendongan dan Anda dapat melanjutkan sisa hidup Anda.

 

Mark Twain menulis, "Memaafkan adalah keharum bunga violet yang memancar dari tumit yang menginjaknya". Memaafkan adalah tindakan spiritual yang berani. Memaafkan juga salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup Anda. Saya telah menemukan bahwa setiap menit yang Anda gunakan untuk memikirkan seseorang yang berbuat salah kepada Anda adalah menit-menit yang telah Anda curi dari pencarian yang lebih berharga: mendapatkan orang yang akan membantu Anda.

 

(Dari: Robin Sharma, Who Will Cry When You Die?, hlm. 170)

Melanjutkan Hidup

Kamis, Oktober 23, 2008 0 komentar
Beberapa tahun lalu saya pernah bertemu dan bercerita dengan seseorang yang dalam 30 menit kemudian saya tahu orang ini penuh dengan kemarahan.
 
Bukan sifat alamiahnya yang pemarah dan mudah meledak. Sama sekali bukan.
 
Ia marah kepada orang-orang yang disebutnya "membuat saya menjadi seperti ini" (pengangguran, kurus dan penyakitan, dikejar-kejar deb collector, makan tak menentu, tidak punya masa depan, luntang-lantung ke sana kemari). Sebelum "seperti ini", ia mengaku punya masa depan yang cerah, pekerjaan istimewa dengan gaji yang lebih dari cukup.
 
Kelihatan sekali kalau kemarahannya menguasai hati dan pikirannya sehingga tak banyak yang ia lakukan untuk bangkit lagi. Hidupnya dikuasai penuh oleh kemarahannya akan masa lalu.
 
"Pernah berpikir untuk memaafkan mereka?" tanya saya.
 
"Ngapain?" balas dia, dengan marah.
 
Saya tidak tahu apakah ceritanya tentang "orang-orang yang menjadikannya seperti ini" itu benar atau tidak. Mungkin benar tapi mereka bisa jadi tidak sepenuhnya bersalah.
 
Saya juga tidak berusaha meyakinkan dia kalau hidupnya adalah tanggung jawabnya sepenuhnya. Hidupnya adalah pilihannya dan ia bisa saja memilih untuk memaafkan orang-orang itu. Ia, saat itu, jelas-jelas hanya butuh didengarkan, bukan dikotbahi.
 
Tiga malam yang lalu saya mengingat lagi pertemuan kami itu. Tidak ada bayangan sama sekali bagaimana nasibnya sekarang.
 
Tetapi pikiran ini terbit di otak saya: memaafkan itu ternyata bukan hanya soal iman; bukan karena tuntutan hidup seorang Kristen memang demikian.
 
Memaafkan itu soal melanjutkan hidup. Tidak stuck pada masa lalu. Karena hidup bukan tentang masa lalu.
 

Ya, ya, ya, memaafkan berarti melanjutkan hidup.

Pencobaan Ketiga

Rabu, Oktober 22, 2008 0 komentar

Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku" (Mat 4:8-9). Itulah pencobaan Yesus yang ketiga.

 

Apa yang mencolok dalam pencobaan yang ketiga ini dan yang sekarang pun kita hadapi?

 

Dalam pandangan Bapa Suci, si pencoba, sama seperti kepada Yesus, "tidak memakai cara kasar dengan menghasut kita secara langsung untuk agar kita mesti menyembah dia. [Perhatikan ini!] Ia cuma menganjurkan agar kita mengambil keputusan yang masuk akal, agar kita memberi prioritas pada sebuah dunia yang dirancang dan ditata secara seksama, di mana Allah boleh saja mendapatkan tempat-Nya sebagai urusan pribadi, namun tidak boleh campur tangan dalam tujuan-tujuan hakiki kita".

 

Silahkan mengingat lagi pengalaman-pengalaman pribadi di mana hal itu terjadi: mengabaikan doa dan perayaan ekaristi atau menolong orang lain yang membutuhkan atau mengampuni, dst, karena ada pertimbangan-pertimbangan lain yang kelihatannya lebih masuk akal. Atau ayat-ayat Kitab Suci kita kutip secara sepotong-sepotong demi mendukung kepentingan kita.

 

"Maka pencobaan Yesus yang ketiga ternyata merupakan cobaan yang mendasar karena berkaitan dengan pertanyaan jenis tindakan macam apakah yang diharapkan dari seorang Penebus dunia".

 

Dengan kata lain, "Apa yang sesungguhnya dibawa Yesus, bila bukan kedamaian dunia, kemakmuran universal, dan sebuah dunia yang lebih baik? Lalu, apa yang sudah Ia bawa?"

 

Dalam bahasa yang lebih sederhana pertanyaan-pertanyaan di atas bisa dirumuskan demikian: Ngapaian kita percaya ama Yesus kalo menderita terus? Ngapain kita mesti ngikutin Yesus kalo selalu mesti pikul salib?

 

Untuk pertanyaan apa yang sudah Yesus bawa, Bapa Suci menulis demikian, "Jawabannya sangat sederhana: Allah".

 

Yesus telah membawa Allah. Yesus telah membawa Allah, "dan kini kita tahu wajah-Nya, kini kita dapat berseru kepada-Nya. Kini kita tahu jalan yang mesti kita tempuh sebagai makhluk insani di dunia ini. Yesus telah membawa Allah dan bersama Allah kebenaran tentang asal usul serta tujuan kita: iman, harap dan kasih".

 

… Maka berkatalah Yesus kepada-Nya: "Enyahlah Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Lalu Iblis meninggalkan Dia… (Mat 4:10-11a).

 

Bapa Suci menulis, "Yesus tampil sebagai pemenang jaya dalam pertarungan-Nya melawan iblis. Terhadap dusta si pencoba berupa nujum tentang kekuasaan dan kemakmuran, terhadap janji palsunya tentang suatu masa depan yang menyajikan segala sesuatu kepada semua manusia melalui kekuasaan dan melalui kemakmuran—Yesus menjawab dengan kenyataan bahwa Allah adalah Allah, bahwa Allah adalah Kebaikan manusia yang sejati".

 

"Terhadap bujukan untuk menyembah kekuasaan, Tuhan menjawab dengan sebuah perikop dari Kitab Ulangan, kitab yang persis sama dengan yang dikutip iblis itu sendiri: "Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Ia sajalah engkau berbakti" (Mat 4:10; bdk. Ul. 6:13).

 

Perintah paling hakiki untuk Israel adalah juga perintah yang paling hakiki untuk [kita] orang-orang Kristen: Allah sajalah yang patut disembah".

 

Bukan materi, bukan pula kekuasaan.

 

Karena materi dan kekuasaan yang disembah membawa kita pada kebinasaan.

 

P.S: Ada satu teks Kita Suci singkat yang bagus yang biasa kami baca dalam doa malam: "Waspadalah dan berjaga-jagalah sebab setan musuhmu berkeliling seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsa. Lawanlah dia, teguh dalam iman".

Pencobaan Kedua

Selasa, Oktober 21, 2008 0 komentar

Iblis membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di atas bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu (Mat 4:5-6).

 

Apa yang sesungguhnya berlangsung dalam pencobaan kedua di padang gurun itu?

 

Bapa Suci menulis demikian, "Hal pertama yang mencolok bahwa si Iblis menyitir [atau mengutip] Alkitab guna memikat Yesus masuk ke perangkapnya. Si Iblis menyitir teks Mzm. 91:11-12 yang berbicara tentang perlindungan Allah yang dikaruniakan kepada manusia yang percaya: 'Sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu".

 

Yesus menjawab pencobaan itu, juga, dengan mengutip Alkitab yakni Kitab Ulangan: "Janganlah kamu mencobai Tuhan Allahmu" (Ul. 6:16).

 

Menurut Bapa Suci, kutipan dari kitab Ulangan ini sebetulnya adalah jawaban dari Tuhan sendiri kepada bangsa Israel yang ketika mereka nyaris mati kehausan di padang gurun dan memberontak melawan Musa, dan dengan itu memberontak melawan Allah.

 

Waktu itu, dalam situasi nyaris mati kehausan, orang-orang Israel berteriak-teriak kepada Musa "adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tidak?" (Kel. 17:7). Secara tidak langsung mereka hendak mengatakan "Kalau Tuhan sungguh ada seharusnya kami tidak mati kehausan". Orang Israel menuntut bukti.

 

Berdasar itu Bapa Suci menarik kesimpulan godaan kedua inipun sama sifat dan tujuannya dengan yang pertama: "Allah mesti takluk pada eksperimen". Allah mesti juga diuji sama seperti semua produk mesti diuji. Mesti ada bukti kalau percaya kepada Allah ada manfaat kongkret.

 

Kalau Ia Allah seharusnya bla-bla-bla; kalau Tuhan itu ada seharusnya bla-bla-bla. Kembali pada pencobaan itu, kalau Ia tidak memberikan kita perlindungan yang Ia janjikan dalam Mzm. 91, Ia niscaya bukan Allah.

 

Apa yang terjadi kemudian?

 

Bapa Suci mencatat, "Namun dari lakon bubungan kenisah Yerusalem ini kita dapat melihat dan memandang Salib. Kristus tidak menjatuhkan diri dari atas bubungan kenisah itu. Ia tidak melompat… Ia tidak mencobai Allah. Namun Ia kelak benar-benar turun ke tubir maut [mati di salib], ditinggalkan sendirian dalam malam pekat [di taman Getsemani]… tiada berdaya. Ia melakoni lompatan ini [baca: mati di salib] sebagai suatu tindakan kasih Allah bagi manusia. Dan begitulah akhirnya, Ia mengetahui bahwa ketika melompat Ia hanya bisa jatuh ke dalam tangan kasih Bapa."

 

Kematian Yesus di salib memberi arti pada Mzm 91. Bukan seperti yang dimaksudkan oleh Iblis!

 

Inilah arti sebenarnya Mzm itu: "Jika engkau mengikuti kehendak Allah, engkau tahu bahwa biarpun ada serba macam hal yang mengerikan yang terjadi atas dirimu namun engkau tidak akan pernah kehilangan tempat perlindungan terakhir. Engkau tahu bahwa fondasi dunia ini adalah kasih sehingga biarpun tak ada seorang manusiapun yang dapat atau bersedia membantumu, engkau tetap berjalan maju, seraya memercayai Ia yang mengasihimu".

 

 

P.S: Saya tiba-tiba ingat kisah para murid yang dilanda badai sementara di atas perahu pada jam tiga malam. Dalam kepanikan, tiba-tiba, Yesus mendatangi mereka sambil berjalan di atas air. "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" kata-Nya. Jadi, jangan takut saudara-saudariku. Tuhan menyertai Anda sekalian.

Godaan Pertama

Senin, Oktober 20, 2008 0 komentar
"Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti" (Mat 4:3).
 
Itu godaan iblis yang pertama kepada Yesus di padang gurun.
 
Apa yang Bapa Suci renungkan tentang godaan ini?
 
Godaan ini, pertama-tama dan terutama pada bagian "Jika Engkau Anak Allah", menuntut Yesus untuk membuktikan diri-Nya sendiri kalau Dia benar-benar adalah Anak Allah.
 
Godaan ini kurang lebih sama seperti yang kita ajukan atau orang ajukan kepada kita: kalau Allah ada harusnya Dia bisa membuktikan kalau Dia benar-benar ada; kalau Allah itu ada harusnya tidak ada penderitaan, kemalangan, kesakitan, dst, dst. Kalau Yesus itu benar-benar Tuhan harusnya…. Kalau Gereja itu sungguh dari Allah harusnya…
 
Pertanyaannya adalah mengapa mesti "mengubah batu menjadi roti" menjadi godaan pertama?
 
Bapa Suci menulis demikian: "Apakah ada sesuatu yang lebih tragis, apakah ada sesuatu yang lebih bertentangan dengan kepercayaan akan Allah yangmahabaik dan Penebus umat manusia, daripada kelaparan dunia ini? Bukankah sudah semestinya menjadi batu uji yang pertama dan utama tentang Sang Penebus, di hadapan dunia yang membelalakkan pandangan dan atas nama serta demi kepentingan dunia itu, untuk memberi "roti" bagi dunia dan mengakhiri semua bentuk kelaparan?"
 
Lebih lanjut Bapa Suci mengatakan "Jika Engkau Anak Allah—benar-benar menantang! Dan bukankah kita seharusnya mengatakan hal yang sama pada Gereja? Bila Anda mengklaim diri sebagai Gereja Allah, mulailah dengan menjamin dan memastikan bahwa dunia punya roti—yang lain urusan belakangan".
 
"Manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat 4:4) merupakan jawaban Yesus atas godaan itu.
 
Bagaimana memahami jawaban Yesus ini?
 
Menurut Bapa Suci terdapat dua cerita besar menyangkut roti dalam kehidupan Yesus.
 
Pertama, ketika Yesus memperbanyak roti untuk ratusan orang yang mengikuti Dia. "Mengapa pada saat itu Kristus melakukan hal yang justru dahulu ditolaknya sebagai pencobaan? Kerumunan orang banyak itu telah meninggalkan segala-galanya untuk datang mendengarkan firman Allah. Mereka adalah orang-orang yang telah membuka hatinya kepada Allah dan kepada sesama; karenanya mereka siap menerima roti itu dengan disposisi [baca: sikap batin] yang benar. [Urutannya adalah] Mukjizat didahului oleh ikhtiar [usaha] mencari Allah, mencari firman-Nya, mendengakan ajaran yang menata segenap kehidupan pada jalannya yang benar. Lebih dari itu, Allah sendirilah yang dimohonkan memasok roti tersebut. Dan akhirnya, kesediaan berbagi dengan sesama merupakan unsur hakiki dari mukjizat. Ihwal mendengarkan Allah berubah menjadi hidup bersama Allah dan mengantar iman pada kasih, pada penemuan terhadap sesama".
 
Kedua, "Perjamuan akhir yang menjadi Ekaristi Gereja dan mukjizat abadi Yesus tentang roti. Yesus sendiri menjadi biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati dan menghasilkan banyak buah. Ia sendiri menjadi roti bagi kita, penggandaan roti yang ini mengabadi hingga akhir zaman, tanpa pernah ada habis-habisnya".
 
Dua cerita besar seputar roti dalam hidup Yesus memperlihatkan jawaban mengapa Yesus menjawab  iblis demikian di atas tadi.
 
Jawabannya, Bapa Suci mengutip kata-kata Biarawan Yesuit asal Jerman Alfred Delp yang dihukum mati oleh Nazi, "Roti itu penting, kebebasan lebih penting, namun yang paling penting dari segala-galanya adalah kesetiaan yang tak terpatahkan serta penyembahan kepada Allah yang tak berkanjang [baca: berkesudahan]".
 
Sederhananya: Yesus memperlihatkan urutan yang benar untuk sikap seorang beriman: bukan roti lebih dahulu atau kuasa nomor satu. Tetapi Allah.
 
Mencari Allah, mendengar firman-Nya dan menaati-Nya akan membawa kita ke sikap belas kasih sehingga bisa membagi roti kepada sesama kita.
 
Bapa Suci menegaskan "Yesus tidak masa bodoh terhadap kelaparan manusia, kebutuhan-kebutuhan jasmani mereka, namun Ia menempatkan hal-hal ini dalam konteksnya yang benar dan juga seturut urutannya yang benar".
 
"Manakala tatanan [atau urutan] hal-hal ini tidak lagi dihormati, tetapi dijungkirbalikkan, hasilnya bukannya keadilan atau kepedulian terhadap penderitaan manusia. Sebaliknya, hasilnya adalah keruntuhan dan kehancuran, juga atas benda-benda material itu sendiri".
 
"Tatkala Allah dianggap sebagai hal kedua yang dapat dikesampingkan untuk sementara waktu atau untuk selama-lamanya mengingat ada hal-hal lain yang lebih penting, justru hal-hal lain tadi yang dianggap penting terbukti sama sekali bukan apa-apa".
 
Membaca refleksi Bapa Suci ini saya jadi ingat kata-kata Yesus dalam perikop yang lain, "carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat 6:33).
 

Tuhan dulu, yang lain akan mengikuti. God first, others will follow.

Apa Kata Bapa Suci tentang Pencobaan di Padang Gurun?

Jumat, Oktober 17, 2008 0 komentar
Saya tahu Anda sudah bosan mendengar kotbah tentang pencobaan Yesus di padang gurun oleh Iblis. Itu lagi, itu lagi. Belum lagi kalau kotbahnya membosankan dan gak tau kemana arahnya.
Ok.
Tapi bagaimana kalau yang berbicara soal ini Bapa Suci Paus Benediktus XVI?

Tahun lalu Bapa Suci menerbitkan sebuah buku—ini buku pertamanya yang ditulis sebagai Benediktus XVI—yang disebutnya sendiri sebagai "pencarian pribadi saya akan wajah Allah". Tahun ini penerbit besar negeri ini sudah menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Indonesia.

Judulnya "Yesus dari Nazaret".

Apa yang Bapa Suci renungkan tentang pencobaan?

Bapa Suci menulis tentang inti dari pencobaan itu sendiri. "Matius dan Lukas mengisahkan tiga pencobaan Yesus yang mencerminkan pergumulan batin Yesus atas perutusan-Nya yang khusus, dan pada saat yang sama mengajukan pertanyaan menyangkut apa yang menjadi perkara sesungguhnya dalam kehidupan manusia [apa yang sesungguhnya penting dalam hidup kita? Apa yang sesungguhnya harus menjadi prioritas kita nomor satu?]. Pada jantung semua pencobaan ini… terdapat tindakan untuk mengesampingkan Allah karena kita menganggap-Nya sebagai sesuatu yang sekunder, bila bukan sama sekali mubazir dan mengganggu, bila dibandingkan dengan semua hal yang tampaknya jauh lebih penting dan mendesak yang mengisi kehidupan kita" (hal. 24).

Bagaimana caranya iblis bekerja melalui pencobaan itu?

Iblis dan segala pencobaannya, menurut Bapa Suci, "tidak mengundang kita secara langsung untuk melakukan yang jahat—tidak, undangan semacam itu terlalu kentara". Itulah sebabnya kita, kadang-kadang, mudah sekali jatuh dalam godaan iblis.

Sebaliknya iblis dan pencobaannya "berpura-pura memperlihatkan kepada kita sebuah jalan yang lebih baik"; memperlihatkan kepada kita sebuah kenyataan yang seolah-seolah itulah prioritas kita nomor satu yakni "apa yang berada persis di sini, di hadapan mata kita—kuasa dan pangan (roti)".

Dari refleksi Bapa Suci ini, kita bisa menguji diri kita sendiri: apakah saya termasuk yang mudah jatuh dalam cobaan?

Kalau Anda tidak punya banyak waktu untuk merenungkan pertanyaan di atas dan menemukan jawabannya, saya tahu Anda sibuk, saya akan membantu Anda.

Pernahkah Anda sedemikian sibuknya dengan pekerjaan sampai lupa berdoa barang sebentar apalagi menghadiri misa?

Yaaa, pada akhirnya, "ini hanya masalah pengakuan aja sih" kata teman saya.

 

P.S. Tiga hari ke depan (mulai hari senin nanti) kita akan melihat refleksi Bapa Suci atas masing-masing pencobaan itu: apa artinya untuk kita. Have a blessed and lovely weekend, saudara-saudariku.

CLiGspiration: Pakis dan Bambu

Rabu, Oktober 15, 2008 0 komentar

Alkisah, tersebutlah seorang pria yang putus asa dan ingin meninggalkan segalanya. Meninggalkan pekerjaan, hubungan, dan berhenti hidup. Ia lalu pergi ke hutan untuk bicara yang terakhir kalinya dengan Tuhan Sang Maha Pencipta.

"Tuhan," katanya. "Apakah Tuhan bisa memberi saya satu alasan yang baik untuk jangan berhenti hidup dan menyerah ?"  

Jawaban Tuhan sangat mengejutkan. "Coba lihat ke sekitarmu. Apakah kamu melihat pakis dan bambu ?"  

"Ya," jawab pria itu.  

"Ketika menanam benih pakis dan benih bambu, Aku merawat keduanya secara sangat baik. Aku  memberi keduanya cahaya. Memberikan air. Pakis tumbuh cepat di bumi. Daunnya yang hijau segar menutupi permukaan tanah hutan. Sementara itu, benih bambu tidak menghasilkan apapun. Tapi Aku tidak menyerah.

"Pada tahun kedua, pakis tumbuh makin subur dan banyak, tapi belum ada juga yang muncul dari benih bambu. Tapi Aku tidak menyerah."  

"Di tahun ketiga, benih bambu belum juga memunculkan sesuatu. Tapi Aku  tidak menyerah. Di tahun ke-4, masih juga belum ada apapun dari benih bambu. Aku tidak menyerah," kataNya.  

"Di tahun kelima, muncul sebuah tunas kecil. Dibanding dengan pohon pakis, tunas itu tampak kecil dan tidak bermakna. Tapi 6 bulan kemudian, bambu itu menjulang sampai 100 kaki. Untuk menumbuhkan akar itu perlu waktu 5 tahun. Akar ini membuat bambu kuat dan memberi apa yang diperlukan bambu untuk bertahan hidup. Aku tak akan memberi cobaan yang tak sangup diatasi ciptaan-Ku, "kata Tuhan kepada pria itu.

"Tahukah kamu, anak-Ku, di saat menghadapi semua kesulitan dan perjuangan berat ini, kamu sebenarnya menumbuhkan akar-akar? Aku tidak meninggalkan bambu itu. Aku juga tak akan meninggalkanmu".

"Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain," kata Tuhan. "Bambu mempunyai tujuan yang beda dengan pakis. Tapi keduanya membuat hutan menjadi indah. Waktumu akan datang. Kamu akan menanjak dan menjulang tinggi."  

"Saya akan menjulang setinggi apa ?" tanya pria itu.  

"Setinggi apa pohon bambu bisa menjulang?" tanya Tuhan.

"Setinggi yang bisa dicapainya," jawab pria itu.

"Ya, benar! Agungkan dan muliakan nama-Ku  dengan menjadi yang terbaik, meraih yang tertinggi sesuai kemampuanmu, " kata Tuhan.  

Pria itu lalu meninggalkan hutan dan mengisahkan pengalaman hidup yang berharga ini.

(Dari: Edo)

 

Story of the Day: Mengapa Mesti Sombong?

Selasa, Oktober 14, 2008 0 komentar
Budi seorang bocah SD kelas 3 baru saja memenangkan medali pembaca terbaik di kelasnya. Terbuai oleh kesombongan, sepulang dari sekolah, ia menyombongkan dirinya di hadapan pembatu rumah tangga, “bibi, coba lihat, jika bibi mau bibi dapat membaca sebaik saya”. Pembantu itu mengambil buku, memandangnya, dan akhirnya berkata dengan terbata-bata, “bibi tidak bisa membaca”.
Seperti burung merak yang suka pamer, Budi berlari ke ruang keluarga dan berteriak kepada ayahnya, “Yah, bibi tidak bisa membaca. Padahal saya yang baru kelas 3 SD sudah dapat medali. Saya ingin tahu gimana sih perasaannya, memandang buku tapi tak bisa membacanya”.
Tanpa berkata apa-apa, ayahnya berjalan menuju rak buku, mengambil sebuah buku dari sana dan menyerahkannya kepada Budi. Buku itu ditulis dalam bahasa Jerman. “Begitulah perasaan bibi,” kata ayahnya.
Sejak saat itu bocah itu tidak pernah melupakan pelajaran itu barang sekejap pun. Bila perasaan sombong datang, dia dengan tenang akan mengatakan kepada dirinya, “Ingat, kamu tidak bisa membaca dalam bahasa Jerman”.

Bau Busuk

Senin, Oktober 13, 2008 0 komentar
Kejadian ini belum terlalu lama. Baru dua minggu lalu. Di tempat tinggal kami, di Pineleng.
Apa itu?
Suatu pagi seorang frater membuka kran air untuk menyikat giginya ketika bau busuk itu menyeruak. Bukan. Bukan dari tempat sampah. Bukan pula dari rimbunan tanaman.
Dari air yang mengalir dari kran itu.
Heboh. Karena bau busuknya ternyata menyebar kemana-mana lewat air yang mengalir dari begitu banyak kran di rumah kami. Setelah dicek oleh petugas air ketahuanlah penyebabnya: ada tikus yang mati lemas dalam menara penampung air kami. Tindakan segera diambil: menara dikuras, air dibuang. Juga air-air di bak-bak mandi. Alhasil setengah hari itu hidup kami seperti di padang gurun.
Kemarin malam saya mengikuti misa di sebuah gereja yang tak jauh dari tempat tinggal kami. Di depan saya duduk dua orang gadis manis dengan keharuman yang tak kalah manisnya. Hanya berbeda dari bau tikus mati itu, wangi keduanya tidak menyebar ke seluruh gereja. Hanya di sekitar tempat duduknya saja.
Waktu homili tiba, banyak kejadian muncul silih berganti di kepala saya. Entah yang saya alami sendiri maupun yang diceritakan orang kepada saya. Kejadian-kejadian itu, mengikuti bau tikus mati dan dua nona manis itu, bisa dibagi atas dua kelompok: “busuk” (akibat kesalahan/kejahatan) dan “wangi” (akibat kebaikan).
Aha…. Yang “busuk” menyebar ke mana-mana, sekalipun ditutup-tutupi. Banyak orang akan segera tahu, cepat atau lambat.
Yang “wangi”, kadang tidak menyebar. Apalagi ke mana-mana. Hanya beberapa orang saja yang tahu.
“Pantas saja gosip bisa beredar ke semua orang,” pikir saya.
Kita memang, entah mengapa, lebih suka berbagi cerita tentang bau busuk dari tong sampah ketimbang wangi parfum dari orang yang berpapasan dengan kita di jalan. Heran…
Jadi, pikir dua kali sebelum berbuat kejahatan.
Anda lalai dalam tugas saja, ceritanya bisa sampai ke mana-mana. Kalo Anda berbuat baik, berapa yang tahu?

CLiGspiration: Dari Bunda Teresa

Jumat, Oktober 10, 2008 0 komentar


Orang sering keterlaluan, tidak logis dan hanya mementingkan dirinya sendiri; bagaimanapun, maafkanlah mereka.


Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduhmu punya pamrih; bagaimanapun, berbaik hatilah.


Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu dan beberapa sahabat sejati; bagaimanapun jadilah sukses.


Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu; bagaimanapun, jujur dan terbukalah.


Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun mungkin saja akan dihancurkan orang lain hanya dalam semalam; bagaimanapun, bangunlah.


Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri; bagaimanapun, berbahagialah.


Kebaikan yang engkau lakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang; bagaimanapun, berbuat baiklah.


Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu.


Engkau lihat, akhirnya ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu; bagaimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka.

Memberi Untuk Yang Pura-Pura Buta

Kamis, Oktober 09, 2008 0 komentar

"Saya sekarang memahaminya. Setiap pria memberikan hidupnya pada apa yang diyakininya. Setiap wanita memberikan hidupnya pada apa yang diyakininya. Kadang-kadang orang hanya meyakini sedikit hal atau tidak meyakini apapun, sehingga mereka hanya memberikan sedikit atau tidak memberikan apapun…" (Joanne D' Arc)

Membaca kata-kata Joanne D' Arc di atas, saya otomatis merenung: apa keyakinan yang saya pegang selama ini? Terutama dalam hal memberi, baik hidup (waktu, pikiran, tenaga) maupun materi?

Teman baik saya pernah mengatakan pada saya apa yang diyakininya. "Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula yang kita dapatkan". Dan saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, keyakinannya memang berbuah. Ia memberi banyak senyum, keramahan dan kepedulian. Hasilnya, banyak teman pulalah ia dan banyak pulalah yang ramah dan peduli padanya. Ia memberi dari yang diperolehnya dengan kerja keras. Alhasil, "gak tau ya frat tapi kayaknya ada aja rezekinya".

Katanya memang ketika kita mengosongkan apa yang kita miliki, Tuhan akan mengisinya kembali dengan berkat berlimpah.

Teman saya yang lain sedemikian aktifnya dalam pelayanan. "Mengapa?" tanya saya suatu kali. "Gue yakin ter, ini cara gue ngelayani Tuhan," jawabnya mantap.

Kalo Anda mengunjungi Manado, Anda akan segera melihat pemandangan ini, terutama di pusat kota: seorang buta berjalan dengan tongkat sambil dituntun oleh orang lainnya. Biasanya mereka ini mengemis atau membawa sejumlah bungkus kacang untuk dijual, seribu perak harganya. Biasanya dari satu rumah makan ke rumah makan lain mereka berkeliling.

Teman saya tidak pernah membelinya lagi, bahkan tidak pula sekedar memberi seribu perak kepada mereka. Alasannya? "Saya pernah ditipu. Ternyata orang itu pura-pura buta". Imbasnya, semua orang buta dan rekan kerjanya tidak memperoleh belas kasihnya lagi. Temannya teman saya berusaha meyakinkan dia kalau memberi itu tidak terletak pada orang-orang buta ini. Memberi itu, katanya, tergantung diri sendiri. Memberi itu pilihan nurani. Orang yang menerima mau menyalahgunakannya, itu urusan dia sama Tuhan.

Apa yang Anda yakini sehingga Anda memberi? Atau bisa tidak memberi?

Siapa Nama Security di Kantor Anda?

Rabu, Oktober 08, 2008 0 komentar

Pernah menemukan pertanyaan "aneh" di kertas ujian anda? (Aneh maksudnya bahan yang disiapkan apa pertanyaannya apa).

JoAnn C. Jones, seorang penulis, menceritakan kisah nyata pengalamannya sehubungan dengan ujian dan pertanyaan "aneh".

Pada bulan kedua di sekolah keperawatan, dosen saya memberikan ujian dadakan. Dulu saya adalah seorang mahasiswa yang teliti dan karena itu saya membaca cepat semua pertanyaannya, sampai saya membaca yang terakhir: Apa nama depan perempuan yang membersihkan sekolah ini?

Pasti ini hanya lelucon. Saya telah melihat perempuan itu beberapa kali. Dia tinggi, berambut hitam dan berumur lima puluhan, tapi bagaimana mungkin saya tahu namanya? Saya menyerahkan kertas jawaban saya, meninggalkan pertanyaan terakhir itu tak terjawab.

Sebelum kelas berakhir, salah seorang mahasiswa bertanya apakah pertanyaan terakhir itu akan ikut menentukan nilai. "Tentu saja", kata dosen kami itu.

"Dalam karier kalian, kalian akan bertemu dengan banyak orang. Semua orang itu penting. Mereka pantas mendapatkan perhatian dan kepedulian kalian, walaupun yang kalian lakukan hanya menyapa dan tersenyum kepada mereka."

Saya tak pernah melupakan pelajaran itu. Akhirnya saya tahu juga nama perempuan itu, Dorothy.

Berbeda dengan Joann C. Jones, suatu malam, saya pernah bercerita dengan security yang bertugas menjaga kompleks gereja Stella Maris Pluit.

"Kalo ada umat yang tanya sama saya 'pak, keluarganya gmn? Anaknya sehat-sehat?' rasanya gimana gitu. Perhatiannya kok segitu amat. Saya suka tersentuh frat. Orang kayak kita ini masih diperhatiin juga".

Glek.

Saudara-saudariku, tentu saja ada banyak tantangan untuk peduli (paling sederhana tahu namanya dan menyapanya) pada orang-orang kecil di sekitar kita. Tantangan itu bisa berupa "ngapain sih?' dari rekan kerja atau malah pasangan.

Tetaplah peduli. Karena "apa yang kau perbuat untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina, itu Kau lakukan untuk Aku".

Berbelas kasihlah. Rasanya damai banget.

Ngomong-ngomong, siapa nama security di kantor Anda?

Remember Our Saints: Santa Perawan Maria Ratu Rosario

Selasa, Oktober 07, 2008 0 komentar

Hari ini, tanggal 7 Oktober, peringatan wajib Santa Perawan Maria, Ratu Rosario. Sekelumit sejarah tentangnya.

Pada tanggal 7 Oktober 1571 armada Kristen menang dalam pertempuran laut Lepanto. Sebelum pertempuran itu umat Kristen di seluruh Eropa memohon bantuan Maria dengan berdoa rosario. Sebagai ucapan syukur, Bapa Suci santo Pius V menetapkan peringatan Santa Perawan Maria ini.

Kita pada hari ini diajak untuk merenungkan peristiwa hidup Kristus dalam (peristiwa-peristiwa Rosario) dengan bantuan Maria. Maria bersatu dengan Puteranya. Ia melahirkan Yesus dan mengalami suka-duka masa muda-Nya. Ia ikut merasakan pahit getirnya penderitaan Kristus. Ia berjaya bersama Kristus yang bangkit dari alam maut. Maria akan menghantar kita kepada Kristus melalui semua peristiwa yang kita renungkan dalam doa rosario.

Doa rosario dapat menolong kita untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati seperti Maria. Apakah kita membiarkan peristiwa hidup Kristus itu mempengaruhi kelakuan kita?

(Sumber: Anggota Keluarga Allah, Kanisius, 1974)

Dari Cucian Kotor Sampai Senyum Bayi

Senin, Oktober 06, 2008 0 komentar

Seorang kenalan saya baru-baru ini menyarankan untuk membuat daftar sejumlah kejadian kecil, biasa dan sederhana dalam hidup namun mendatangkan kelegaan, kepuasan dan kebahagiaan besar.

"Untuk apa?" tanya saya. Bingung.

"Kebiasaan deh frat. Kalo belum jelas tujuannya apa, tanya mulu. Buat aja dulu, ntar tahu," katanya membalas. Setengah kesal.

Tidak menjawab pertanyaan.

"Ok".

Saya menepatinya. Selama masa liburan saya menyisihkan waktu untuk memikirkan, tepatnya mengingat-ingat, kejadian apa saja yang dimaksudkannya. Tidak mudah, pada awalnya. Karena ada begitu banyak hal biasa yang terlewatkan begitu saja. Setiap hari. Tetapi perlahan-lahan, satu demi satu, saya menemukannya.

Ini dia daftarnya:

* Selesai mencuci pakaian kotor setumpuk besar (jangan salah tidak pakai mesin cuci)

* Melihat Lala (anjing kami yang menggemaskan, berbulu putih, berusia 2 bulan) menggonggongi kaki saya dengan penuh curiga sambil melompat ke sana kemari

* Menerima pesan pendek yang bunyinya: friendship is like a wine. It gets better when it gets older. Like me and you. I'm getting better and you're getting older…

* Bangun pagi dan ingat menu siang itu mujair goreng dan lalapan plus sambal terasi pedas

* Melihat sunset yang sempurna

* Nonton serial Boston Legal

* Makan pecel lele plus es teh manis

* Ngobrol ngalor-ngidul gak jelas ama teman dekat sampai lupa waktu

* Selesai mengerjakan tugas-tugas kuliah

* Mendengarkan lagu-lagu Jim Croce dan Alicia Keys

* Selesai menulis artikel sederhana dan biasa tapi rasanya akan membuat orang terinspirasi

* Mendengarkan lagu baru untuk pertama kalinya tapi langsung suka

* Mengkhayal

* Sembuh dari flu

* Orang tertawa mendengar lelucon saya

* Melihat bayi tersenyum

P.S. Sejak menyusun daftar di atas, saya mulai terbiasa untuk mencatat kejadian-kejadian kecil yang membahagiakan. Hasilnya: saya lebih aware dengan apa yang terjadi dalam hidup saya (ini menjawab "untuk apa?" yang di atas). Saran: susunlah daftar Anda sendiri. Menyenangkan rasanya mengetahui bahwa kebahagiaan juga datang dari kejadian-kejadian sederhana dan biasa. Tuhan memang maha baik. Syukurlah.