Kisah Marta di Minggu Pertama Kuliah

Selasa, Agustus 26, 2008

Minggu lalu tepatnya tanggal 19 Agustus perkuliahan kami dimulai. Biasanya pada minggu pertama pembukaan kuliah judulnya perkenalan: baik perkenalan dosen-mahasiswa (bagi yang baru masuk) maupun perkenalan bahan kuliah untuk semester tersebut. Bisa memakan waktu satu jam kuliah (45 menit), bisa juga satu jam dalam arti sebenarnya.

Begitulah tradisinya. Hanya saja selalu ada pengecualian. Seperti siang itu, ketika dosen Kitab Suci masuk ke ruang kuliah kami.

"Karena ini semester pendek dan waktu tatap muka efektif hanya 14 pertemuan jadi tidak ada perkenalan. Kita langsung tancap gas." Itu kata-kata pembukaan beliau setelah doa pembuka.

Tidak ada komentar dari kami. Hanya beberapa "ehm, ehm, ehm".

Saat itu memang jadwal mengajar beliau, pukul 09.30-11.30.

Setelah memperkenalkan kepada kami sebuah metode penafsiran Kitab Suci yang, katanya, kalau dipergunakan dalam kotbah akan berfek mujarab: sejam akan terasa seperti 3 menit. (Saya senyum-senyum membayangkan bagaimana reaksi umat kalau kotbah saya sudah lebih dari15 menit).

Ia melanjutkan dengan "buka Injil Lukas 10:38-42, kisah Marta dan Maria".

Hanya beberapa saja yang membawa Kitab Suci, yang lain tidak karena mengira tradisi minggu pertama akan berlaku. Saya termasuk kelompok yang lain itu.

"Mari kita tafsirkan kata-kata Marta kepada Yesus demi melihat Maria yang hanya duduk terus di dekat kaki Yesus sementara ia sibuk bekerja".

"Tolong baca ayat 40"

Seorang frater berinisiatif, "Marta mendekati Yesus dan berkata: Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku".

"Para frater, ada empat hal penting dalam kalimat itu: (1) Marta memanggil Yesus 'Tuhan' dan itu benar; (2) Marta meminta Tuhan untuk peduli pada keadaannya; (3) ketika Marta mengatakan 'bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri' ada sungut-sungut dan keluhan di sana, mau melayani tapi menuntut supaya orang lain juga harus melayani. Manusiawi. (4) Marta menyuruh Tuhan untuk melakukan sesuatu untuk kepentingannya, 'suruhlah dia membantu aku".

"Nah, dalam hidup harian, kita bisa saja berlaku seperti Marta: menyebut nama Tuhan dalam doa tetapi lalu menuntut Ia peduli pada keadaan kita dan menyuruh dia melakukan sesuatu untuk kita".

"Bisa jadi juga kita mau atau sudah melayani tetapi mengeluh, bersungut-sungut dan menuntut supaya orang lain juga melayani sama seperti kita".

Dosen saya menyebut lagi beberapa perikop lain dan tafsirannya setelah penjelasan di atas.

"Kuliah yang menarik," batin saya.

0 komentar: