Kepo Dikit Oke Kok

Rabu, Agustus 06, 2008

Waktu bertugas di Jakarta selama kurang lebih 1,5 tahun saya mendengar istilah ini: kepo. Artinya bisa macam-macam: terlalu ikut campur urusan orang, suka mau tahu urusan orang, suka menyibukan diri dengan urusan orang lain. Pokoknya begitulah kurang lebih.

Saya beberapa kali disebut "kepo" (ampunilah mereka ya Tuhan sebab mereka tidak tahu apa yang mereka katakan). Padahal sebenarnya saya hanya ingin menunjukkan bahwa saya peduli. Itu saja ("bela diri ya frat?"). Saya lalu berpikir, "tidak mudah juga untuk peduli sama orang lain". Berapa orang yang berhenti peduli hanya karena tidak ingin dipanggil "kepo"? Mungkin sudah banyak. Bahkan sebuah istilah bisa menghentikan orang berbuat baik.

Ini cerita untuk mengatakan sebenarnya kepo dikit gak apa-apa. Oke kok.

Seekor tikus mengintip di balik celah di tembok untuk mengamati petani dan istrinya yang sedang membuka sebuah bungkusan. "Ada makanan", pikirnya. Tapi ia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu isinya perangkap tikus. Lari kembali ke lading pertanian, tikus itu memberi peringatan, "awas ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus".

Sang ayam yang mendengarnya tetap mencakar tanah dan dengan dengan kepala terangkat berkata, "ya maafkan aku pak tikus. Aku tahu ini masalah besar bagi kamu, tapi bagiku secara pribadi tidak ada masalah apa-apa. Jadi jangan buat aku sakit kepalalah".

Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing. Katanya, "ada perangkap tikus di dalam rumah".

"Wah, aku sedih mendengarnya" ujar sang kambing penuh simpati.

"Tapi tak ada sesuatu yang bisa kulakukan selain berdoa buat kamu. Yakinlah kamu selalu ada dalam doa-doaku".

Tikus kemudian berbalik ke lembu.

"Oh, sebuah perangkap tikus? Jadi saya dalam bahaya besar ya?" kata lembu itu sambil ketawa, berlelehan liur.

Jadi, tikus itu kembali ke rumah dengan kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal, sedih, terpaksa menghadapi perangkap itu sendirian. Ia sungguh-sungguh merasa sendirian.

Malam tiba, dan terdengarlah suara bergema dalam rumah, seperti perangkap tikus yang Berjaya menangkap mangsa. Istri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan ia tidak bisa melihat kalau yang terperangkap itu seekor ular berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan istri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.

Si istri kembali ke rumah dengan tubuh menggigil demam. Sudah menjadi kebiasaan setiap orang sakit demam, obat pertama yang diberikan adalah sup ayam yang hangat. Petani itu mengasah pisaunya dan mencari ayam untuk bahan supnya.

Tapi, bisa itu sungguh jahat. Si istri tak langsung sembuh. Karena dicintai, banyak tetangga datang menjenguk. Tamu tumpah ruah ke rumahnya. Sang petani pun harus menyiapkan makanan, dan terpaksa, kambing di kandang dia jadikan gulai. Ternyatalah bisa itu memang tidak bisa ditaklukan. Si istri meninggal. Dan berpuluh orang datang melayat, mengurus pemakaman dan selamatan. Tak ada cara lain, lembu di kandang pun dijadikan bahan makanan bagi pelayat sebanyak itu.

Anda pasti sudah menangkap maksud cerita ini. Setiap penderitaan yang tidak kita pedulikan akan berimbas juga kepada kita. Cepat atau lambat, langsung atau tidak langsung.

Jadi, kepo dikit oke kok.

1 komentar:

Anonim at: 7/8/08 3:52 PM mengatakan...

Frat...
Bener yah, kalimat bahwa selalu ada pengecualian untuk segala sesuatunya...
Mungkin hal2 seperti yang kamu bilang bisa dikategorikan as "white kepo"...
Wah secara nga langsung memberikan alasan buat aku berkepo- kepo..
Hidup "KEPO" !!!! he he he...