Namanya Kennedy. Begitu dia memperkenalkan diri di kelas kursus bahasa Jepang yang saya ikuti. Setelah hampir dua bulan berada di kelas yang sama, baru siang tadi saya tahu, Kennedy itu nama keluarganya.
Namanya Ryan, ternyata.
"So, can I call you Ryan?"
"Yes" katanya dengan senyum lebar. Ketimbang Kennedy, dia jelas lebih suka dipanggil Ryan.
Umurnya 15 tahun.
Saya masih ingat kami semua di dalam kelas dibikin terkejut ketika dia, ketika memperkenalkan diri, menambahkan keterangan "I'm Japanese".
Kami terkejut karena dia, dari tampilan fisik, 100 persen remaja bule. Tidak ada Jepang-nya sama sekali.
"Yeah, I'm Japanese" katanya berusaha meyakinkan kami.
Bapaknya berasal dari Amerika. Ibunya wanita Jepang. Dia dibesarkan di Amerika, Las Vegas tepatnya. Keluarganya baru pindah ke Jepang tahun lalu. Jadilah, remaja Jepang ini mengikuti kursus bahasa Jepang. (Dan setiap kali ada orang bertanya, dari negara mana saja teman kelas saya, selalu saja saya melihat reaksi yang sama begitu saya menjawab, "Oh, dari Jepang juga ada"; reaksi seperti, "Kok bisa?").
Apa menariknya Ryan ini?
Hari senin yang baru saja berlalu, guru kami bertanya tentang apa yang kami inginkan saat ini.
"Uang" jawab Ryan.
Pada jam istirahat, saya dikasih tahu bukan uang sebenarnya yang dia inginkan. Dia sedang terobsesi dengan olah raga lari. Dia ingin menjadi pelari professional. Seperti Usain Bolt.
"Saya pikir itu bodoh. Mungkin orang juga akan pikir itu bodoh" adalah jawabannya ketika saya bertanya mengapa ia tidak mengatakan obsesinya itu di kelas tadi.
Saya bukan pengamat yang jeli. Bukan juga psikolog. Tetapi amat kelihatan, bahkan saat saya sedang berbicara dengannya, dia seperti tenggelam dalam dunianya sendiri. Dia seperti sedang bingung memikirkan sesuatu. Entahlah.
Melihat dia membuat saya berusaha mengingat-ingat entahkah pada usia 15 tahun, saya sebingung dia; entahkah saya juga remaja yang tenggelam dalam pikiran sendiri. Mungkin.
Tapi dalam usaha mengingat-ingat itu, saya menemukan sesuatu yang lain.
Pada tahap-tahap tertentu dalam hidup saya, saya persis seperti remaja 15 tahun ini.
Ada saat, teristimewa ketika hidup berjalan tidak sesuai rencana dan perkiraan, saya tenggelam dalam dunia sendiri. Bingung dan bertanya-tanya. Serba tak pasti mau ke mana.
Saya agak yakin, Anda juga mengalaminya.
Tak peduli umur berapapun Anda sekarang, ada masa dalam hidup Anda ketika Anda kebingungan seperti remaja 15 tahun ini. Ada masanya dalam hidup ini, kita kembali menjadi seperti remaja 15 tahun: melihat hidup dan kejutan-kejutannya dan bingung menentukkan mau ke mana kita bergerak.
Ada masanya ketika kita begitu terobsesi dengan sesuatu tetapi kemudian menguburnya diam-diam karena, ""Saya pikir itu bodoh. Mungkin orang juga akan pikir itu bodoh".
Semoga Anda memiliki seseorang yang kepadanya bisa Anda ceritakan kebingungan Anda. Dan obsesi yang Anda pikir bodoh itu.
Jika tidak ada seseorang itu, Tuhan selalu bersedia mendengarkan Anda. Berdoalah.
P.S: Hari Sabtu nanti, kira-kira pukul 10.00 pagi, Ryan dan saya janjian ketemu di taman umum. Dia ingin berlari di lintasan yang tersedia di taman itu. Keren. Saya mengatakan kepadanya kalau saya sedang terobsesi dengan fotografi. "You could be my model". Dia tertawa.