Mencintai seseorang ternyata bisa sangat melelahkan.
Tanyakanlah itu pada seorang ibu yang sendirian merawat ayahnya yang sudah berusia 86 tahun, yang mantan prajurit ABRI, yang sudah tuli total. Sendirian karena suaminya sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Seolah tak mau kalah, putra semata wayangnya pun pergi meninggalkan dia entah kemana dan entah kenapa. Sendirian kendati ayahnya masih memiliki dua orang putra lagi tetapi entah mengapa tanggung jawab perawatan sepenuhnya ada di tangan putrinya ini. Sendirian karena tidak ada suster ataupun perawat khusus. Benar-benar sendirian.
Konon katanya (karena tidak selalu benar), pertumbuhan kita mengikuti siklus ini: anak-anak—remaja—dewasa—tua—anak-anak (lagi). Orang tua kembali menjadi anak-anak lagi.
Maka merawat orang tua 86 tahun itu seperti merawat anak kecil yang rewel minta ampun, manja, mudah ngambek dan sangat keras kepala. Dan anak kecil yang ini tidak bisa ditaklukan dengan perintah, teriakan atau gertakan.
Suatu malam, ketika berkunjung ke rumah mereka, saya mendapati sang ibu duduk dengan sebatang rokok di jemarinya, ditemani sebotol minum keras lokal dan sebotol lagi minuman bersoda yang kelihatannya sudah diminum setengah. Penerangannya hanya sebatang lilin.
Dia kaget, tentu saja, begitu melihat saya. Dan malu. Ngomong-ngomong, tahukah Anda keistimewaan profesi kami? Orang mabuk bisa langsung sadar begitu melihat kami. Serius. (Paling tidak begitu pengalaman saya).
Setelah berhasil menguasai diri dari sensasi mabuk dan malu, mulailah dia menangis.
Dia menangis. Lalu bercerita. Menangis lagi. Bercerita lagi. Menangis lagi.
Dia bercerita banyak tentang betapa beratnya beban yang harus ia pikul. Tentang betapa stress-nya ia mengurus ayahnya. Tentang berapa banyak pertengkaran yang sudah mereka lalui (dan luka dalam hatinya yang timbul sesudah banyak pertengkaran itu). Tentang saudara-saudaranya yang kurang peduli. Tentang kenangan yang tak mau pergi akan suaminya. Tentang anaknya yang masih dicintainya.
"Hiburan saya selama ini ya ini frater" katanya sambil mengacungkan rokok dan menunjuk botol minuman keras.
Mencintai itu melelahkan. Sangat melelahkan. Capek: capek fisik, capek mental, capek pikiran dan capek hati.
P.S: Sebagian orang merokok dan minum minuman keras sebagai hiburan karena mencintai, kadang-kadang, terlalu melelahkan untuk mereka. Kunjungi, sapa, hibur, mengerti dan dengarkanlah mereka. Biarkan mereka tahu kehadiran Anda jauh lebih menghibur daripada sebatang rokok dan sebotol minuman keras.