Lemparan Batu di Kepala

Rabu, Februari 25, 2009

Suatu pagi. Dua belas tahun yang lalu.

Seorang teman dengan sengaja melempar batu sebesar kepalang tangan remaja ke kepala saya. Ia melemparnya dari jarak kurang lebih 15 meter dan mendarat sempurna persis di alis mata kanan saya. Terlalu tiba-tiba kedatangannya. Saya tidak sempat mengelak.

Tidak ada luka, syukurlah. Darah juga tidak. Hanya sakitnya masih bisa saya ingat sampai detik ini.

Pada awal bulan ini Kementerian Agama mengumumkan bahwa angka perceraian melonjak 10 kali lipat dari rata-rata 20.000 kasus perceraian per tahun menjadi lebih dari 200.000 kasus perceraian per tahun selama dekade terakhir ini (The Jakarta Post, 22/02).

Saya baru saja membaca berita itu tadi malam. Rasanya seperti dilempari batu lagi.

Seorang konsultan keluarga yang kerap menangani pasangan-pasangan di ambang perceraian membeberkan beberapa penyebab perceraian: ketidakcocokan lagi, masalah komunikasi, finansial adalah beberapa penyebab perceraian—sebab yang seperti itu sering saya dengar dalam kasus perceraian selebriti yang ditayangkan infotaiment (kadang-kadang saya menonton infotainment juga, hehehe).

Selain alasan-alasan "standar" itu, sang konsultan mengajukan alasan lain. Simak ceritanya.

In the past, people kept on trying to find ways to save the marriage. The unhappiness is handled or maybe accepted or pardoned by a sense of dedication. It might not make them love their spouse but averall the family maybe happy. That's the mechanism that time.

But now they have so many more options. They can talk to their friends, they can chat on the Internet, and they can join many activities. It is different level of challenge. When they're unhappy, it easier to [stray]. It is maybe the side-effect of technology and the opening-up of the world for both men and women.

Now with so many more challenges, people give up more easily. Some couples are only married for a year and say they can't handle it any more.

Maybe this is result of a culture that wants instant result. People forget that marriage is a process.

Saya mengajak kita untuk mempersembahkan masa Pra-Paskah tahun ini bukan hanya untuk pertobatan kita. Mari kita berdoa kepada semua saja yang sudah berkeluarga, baru saja berkeluarga dan akan berkeluarga. Mari kita saling mendoakan semoga pernikahan yang telah disatukan Allah tetap terawat sampai maut memisahkan.

Bagi Anda yang baru saja menikah, tolong, jangan gampang menyerah.

Bagi semua saja, selamat memasuki masa Pra-Paskah, selamat membangun niat dan tindakan tobat.

Rahmat dan berkat Tuhan mendampingi Anda dalam seluruh usaha dan perjuangan Anda.