Orang Menyukai Saya atau Uang Saya?

Kamis, Januari 29, 2009

["They grow up worried inside, thinking, 'Do people like me for who I am?'"]

Ini tulisan buat Anda para orang tua dan, ya, Anda juga para calon orang tua.

No free rides, kid. Itu judul salah satu artikel yang diturunkan majalah TIME, 24 November 2008. Kalimat pembukanya langsung menyentil, "For successful parents, leaving wealth to the next generation is easy. More difficult is passing to privileged children the values and traits that will help them lead productive, fulfilling lives". Bagi para orang tua yang sukses, mewariskan kekayaan kepada anak-anaknya adalah hal yang mudah. Yang tidak mudah adalah mewariskan nilai dan karakter yang akan membantu mereka menuju hidup yang produktif dan bermakna.

Ini tentang bagaimana membesarkan anak menjadi seorang dewasa dan siap menghadapi hidup dengan segala tantangan dan kesukarannya; tentang bagaimana membangun identitas seorang anak yang terpisah dari identitas dan uang orang tua mereka.

Memang benar bahwa tidak semua anak dari keluarga yang mampu bertumbuh menjadi seseorang yang egois, manja dan kekanak-kanakan sama halnya dengan tidak semua anak dari keluarga miskin selalu ambisius. Tetapi ada banyak laporan, catatan, anekdot dan bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga mampu kurang bisa berhemat, kurang independen, kurang berambisi, kurang tahan terhadap kesukaran hidup dan kurang semangat berusaha.

Menurut Thayer Willis, seorang penulis buku yang juga anak dari keluarga mampu, sebagaimana dilaporkan majalah ini, uang itu sendiri memang bukan persoalan. Hanya saja, orang tua yang mampu memberi terlalu banyak kebebasan kepada anak dalam soal keuangan (a.k.a semua permintaan anak dengan gampang dipenuhi) sehingga membuat anak merasa berhak memiliki apapun juga dan kurang memiliki rasa tanggung jawab atas hidupnya sendiri: mau ke mana dan ingin menjadi seperti apa.

Pola asuh orang tua yang demikian (baca: semuanya terpenuhi dengan gampang) melahirkan persoalan psikologis dalam diri anak, yakni perasaan tidak aman. Simak kata-kata penulis Jon dan Eileen Gallo "They grow up worried inside, thinking, 'Do people like me for who I am?'" Apakah orang-orang menyukai saya karena pribadi saya atau karena uang yang saya miliki. "Sometime very wealthy parents use money to fill in potholes (= lubang-lubang) in the roads so that kids don't have to deal with problems. But dealing with the potholes is how you learn about life".

Benarlah kata-kata ini "Having money and being savvy about it are not directly linked". Punya uang dan cerdas menggunakannya adalah dua hal yang berbeda, tidaklah saling berhubungan secara langsung. Tidak salah pula kalau Lakshmi Mittal, bilyuner India itu mengatakan bahwa uang bisa menjadi kutukan bagi anak-anak.

Apakah problem di atas hanya monopoli keluarga-keluarga sukses dan mampu?

Tidak juga!

Dari sejumlah cerita yang saya dengar dari mulut beberapa orang tua, mendidik anak terutama menyangkut uang bukan hanya menjadi persoalan keluarga yang sangat kaya saja. Ini problem rata-rata para orang tua. Hanya memang skala tantangan dan kesulitannya lebih besar tentu orang tua yang sangat kaya.

Kalau begitu, bagaimana? Beberapa tips dari TIME untuk Anda, orang tua dan Anda calon orang tua:

*      Baby on budget: latihlah dan biasakanlah anak-anak untuk menabung untuk kebutuhan-kebutuhan khusus sehingga ia bisa merasakan bahwa untuk memperoleh sesuatu harus ada pengorbanan tertentu; bahwa uang dan barang tidak datang dengan mudah. Jangan ragu untuk mengatakan "Tidak" dan "Nanti saja" untuk beberapa permintaannya.

*      Earning is learning: Doronglah anak-anak untuk bekerja dan menghasilkan uang bagi dirinya sendiri. Ini akan menumbuhkan kepercayaan dirinya sekaligus membuat dia mengenal kemampuannya.

*      Be a role super model: Keterlibatan Anda pada karya-karya amal kasih atau sikap tidak segan-segan menyumbang dan memberi kepada orang yang membutuhkan (misalnya kepada pengemis di jalan) menumbuhkan sikap kemurahan hati dan bersyukur tas apa yang dimiliki dalam diri anak-anak yang melihatnya. Jadilah teladan!

*      The Drift of thrift: jangan menghambur-hamburkan uang di mall. Tunjukkan kepada anak-anak bagaimana menggunakan uang secara bijaksana. Sekali lagi, jadilah teladan!

Selamat mempraktekannya. Semoga Tuhan membimbing dan menguatkan Anda sekalian dalam seluruh usaha dan perjuangan Anda.

0 komentar: