Dalam sistem pembinaan calon imam dalam tarekat MSC, seorang frater baru boleh berkarya di tengah umat dan masyarakat ketika menginjakkan kaki di tahun keempat. Lazimnya dimulai dengan mengajar agama di sekolah-sekolah.
Kalau dihitung-hitung, sekarang saya sudah menginjakkan kaki di tahun ketujuh. Itu artinya sudah tiga tahun, kurang lebih, saya terjun ke tengah umat dan masyarakat.
Dari pengalaman tiga tahun itu ada satu pengalaman menarik yang ingin saya ceritakan.
Setiap selesai berbicara (baik itu mengajar, berkotbah atau menjadi pembicara untuk topik tertentu) di depan sejumlah orang atau umat, selalu ada saja beberapa orang yang datang menghampiri saya untuk memberi tanggapan atas isi pembicaraan saya. Kalaupun tidak menghampiri saya ada saat itu juga, dalam kesempatan lain isi pembicaraan saya dibahas lagi.
Lucunya, ternyata ketika orang mendengar saya berbicara tentang, misalnya kerendahan hati atau kesetiaan, yang mereka bayangkan justru orang lain yang tidak rendah hati dan tidak setia.
"Frater, kothbah tadi kena banget ama si anu".
"Tadi waktu frater ngomong, saya langsung kepikiran si anu. Mudah-mudahan dia berasa"
"Kothbah frater kok pas ama si anu ya. Coba kalo dia ada"
"Renungan tadi si anu banget tu, frat"
Jarang sekali ada yang mengaku bahwa isi pembicaraan saya benar-benar menyentuh pengalamannya atau "kena banget ama saya, frat".
Ada tiga kemungkinan penyebabnya. Pertama, bisa jadi memang apa yang saya bicarakan tidak menyentuh pengalamannya sama sekali. Kedua, bisa jadi juga kena, diam-diam, tapi malu untuk mengakuinya. Atau, ketiga, barangkali benarlah kata-kata Yesus, "Mengapa engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?" (Mat. 7:41).
Tentu saja yang di atas itu belum tentu benar. Namanya saja kemungkinan.
Bagaimana pengalaman Anda? Jangan-jangan Anda langsung terpikir seseorang yang lain?
Hehehe, kadang-kadang kita memang lucu.
0 komentar:
Posting Komentar