Tulisan ini menyerempet isu global warming. Tapi, tenang. Saya tidak akan membahas isu yang sedang nge-tren itu. Lalu apa? Simak dulu paragraf pendek di bawah ini.
Pada musim gugur 2005, British Airways mengumumkan akan memberi peran kepada para penumpang dalam membantu membenahi iklim dunia dengan membayar harga tiket pesawat lebih tinggi. Uang tambahan itu akan digunakan sebagai kompensasi atas emisi karbon yang timbul akibat perjalanan mereka. Ternyata kurang dari satu di antara 200 penumpang yang bersedia berpartisipasi. Ini kelihatannya tidak sejalan dengan jawaban yang diberikan orang dalam jajak pendapat mengenai perubahan iklim. Namun, apakah ini sejalan dengan apa yang disebut para ekonom sebagai "preferensi terungkap" (sebuah gagasan bahwa bicara itu mudah, tapi panduan terbaik mengenai apa yang sebenarnya diyakini orang adalah putusan yang diambil orang saat berkenaan dengan uang)?
Saya mengutip paragraf pendek ini dari buku terbaru peramal (bukan kelas paranormal infotainment kita tapi kelas dunia dengan metode ilmiah yang ketat), John Naisbitt berjudul "Mindset" (2007). Tidak ada data di sana mengenai hasil jajak pendapat yang disebut oleh Naisbitt. Tebakan saya adalah ketika ditanya "apakah Anda bersedia terlibat dalam penanganan masalah perubahan iklim dunia?" pastilah jawaban sebagian besar orang "ya, saya bersedia".
Bayangkanlah ini. Jika Anda diajukan pertanyaan serupa, taruhlah yang bertanya kepada Anda seorang Nugie atau Glenn Fredly, apa jawaban Anda. Tebakan saya adalah jawaban Anda mungkin akan serupa pula dengan kebanyakan orang yang sudah diteliti. Oke. Kelanjutannya adalah sehari setelahnya terbitlah peraturan ini, "DEMI MELINDUNGI KEHANCURAN BUMI KITA DARI PEMANASAN GLOBAL, TARIF PARKIR DAN TARIF MASUK TOL DINAIKAN SEBESAR 50 %". Anda setuju? Masih tetap bersedia? Hehehe…
Poinnya sederhana saja: ketika kita harus mengorbankan sesuatu yang berharga, keputusan untuk melakukan sesuatu yang lain menjadi jauh lebih sulit. Ini bukan hanya soal uang tetapi bisa juga kebiasaan-kebiasaan tertentu (Anda bisa menambahkan sendiri hal-hal lain yang sulit dikorbankan). Tahukah Anda mengapa resolusi Anda di awal tahun kemarin tidak berhasil diwujudnyatakan? Mengapa susah untuk menjadi orang baik? Mengapa susah menjadi dewasa? Mengapa susah untuk menjadi lebih sabar? Mengapa sudah untuk menjadi lebih disiplin? Mengapa susah untuk lebih banyak mendengarkan? Mengapa susah untuk lebih banyak memberi dan menyumbang?
Anda belum siap berkorban.
Nah, jika di awal tahun ini Anda punya beberapa resolusi (yang, ehm, sama lagi), semoga Anda sudah tahu dari mana harus memulai langkah pertama untuk mewujudkannya.
Sebelum berkorban, pikirkan hasil akhirnya, itu akan menjadi motivasi yang hebat untuk melangkah dan tentu saja hiburan ketika datang masa-masa ingin menyerah.
Orang bilang, "Hidup ini butuh pengorbanan". Tanggapan saya, "Emang!". Tidak ada makan siang gratis.
Yesus saja mengorbankan ke-Allah-an-Nya dengan turun dan tinggal di tengah kita sebagai manusia. Coba kalau seandainya Ia tidak suka berkorban? Seandainya saja Ia Tuhan yang egois? Mungkin kita tidak bisa sungguh-sungguh merasakan dan memahami apa artinya Immanuel, Allah beserta kita. Mungkin juga tidak seorangpun dari kita yang selamat.
Mungkin seharusnya resolusi pertama tahun baru kita adalah BERANI BERKORBAN.
0 komentar:
Posting Komentar