Soal Menyemir Sepatu

Selasa, Desember 06, 2011

Bahasa Jepang itu bahasa yang sangat detail strukturnya (rasanya tidak ada yang lebih mengerti ungkapan Devil is in the detail sebaik orang Jepang).

Satu contoh. Untuk menggambarkan tindakan yang Anda lakukan semata karena dipaksa oleh orang lain, dalam tata bahasa Indonesia, kita hanya perlu menambahkan kata ‘terpaksa/dipaksa’ sebelum kata kerja.

Saya dipaksa makan makanan pedas.

Tidak rumit. Semuanya mengerti. “Oh, dia makan karena terpaksa”.

Dalam bahasa Jepang ‘tindakan terpaksa’ ada tata bahasanya sendiri. Orang Jepang rupanya tidak mau hanya menambahkan kata ‘terpaksa’ sebelum kata kerja seperti kita.

Mereka merubah bentuk kata kerjanya.

Minggu lalu, di kelas, kami belajar menggunakan tata bahasa ‘terpaksa’ ini.

Guru kami membagikan kertas yang ternyata adalah gambar seorang istri yang sedang menyemir sepatu suaminya.

“Coba, buat kalimat dari gambar tersebut” kata beliau.

Segera terjadi percakapan di sana-sini. Tetapi percakapan itu bukanlah diskusi dalam rangka menghasilkan contoh kalimat seperti yang diminta.

Percakapan di sana-sini itu lebih komentar-komentar tentang gambar itu sendiri.

Agak heboh. Lebih mirip ketidaksetujuan.

Jika dirangkum kurang lebih “Kok suaminya gak nyemir sendiri sepatunya?”

Teman yang duduk di dekat saya mengatakan kepada saya, “My mother polishes my frather’s shoes every morning” setengah berbisik (agak tidak enak kedengaran yang lain).

Teman saya berasal dari Kanada, negara yang menurutnya tidak membedakan kedudukan pria dan wanita.

Dan ibunya, katanya, melakukannya bukan karena terpaksa.

Beberapa jam kemudian, di perpustakaan kampus.

Saya sedang membaca harian The New York Times ketika menemukan di sana kutipan dari Gary Chapman, penulis buku laris The 5 love languages.

Bunyi kutipan itu, “If something doesn’t come naturally, it’s a great expression of pure, unadulterated love”.

Jika Anda melakukan sesuatu kepada seseorang yang aslinya tidak pernah terpikirkan untuk Anda lakukan sebelumnya, kemungkinannya dua.

Terpaksa.

Cinta.

0 komentar: