Saya biasanya ke mana-mana di Nagoya ini menggunakan kalau tidak sepeda ya kereta bawah tanah (Chikatetsu).
Kereta bawah tanah ini disiplin waktunya persis seperti orang Jepang (tentu saja karena orang Jepang yang mengoperasikannya).
Kereta tiba dan berangkat persis seperti jadwal yang tertera di papan pengumuman eletronik yang tergantung di setiap stasiun.
Keretanya sendiri bersih, tidak bau, tidak ada coretan dan tulisan seperti lukisan grafiti atau curahan hati remaja labil di dindingnya.
Tidak ada tisu atau kantong plastik atau koran atau majalah atau kertas atau sisa makanan yang berceceran.
Serba bersih.
Setahun tinggal di sini, di dalam kereta, saya biasanya mendengar pengumuman yang memberitahukan stasiun tujuan selanjutnya.
Pengumumannya disampaikan dalam bahasa Jepang. Bahasa Inggris. Bahasa Cina. Bahasa Korea. Bahasa Brazil.
Tiga bahasa ini dipergunakan karena memperhitungkan pendatang dari negara-negara ini cukup besar jumlahnya di Nagoya. (Tidak perlulah Anda bertanya kenapa bahasa Indonesia tidak dipergunakan? Alasannya jelas dengan sendirinya. Berminat menambah populasi warga Indonesia di Nagoya?)
Setahun tinggal di sini, di dalam kereta, saya biasanya mendengarkan pengumuman itu dan hanya pengumuman itu saja.
Tidak ada lagu yang diputarkan selama perjalanan.
Well, kecuali sore tadi.
Lagu pendek diputarkan setelah pengumuman. Bukan lagu. Instrumen persisnya.
Dan instrument itu bukanlah berasal dari lagu Jepang. Bukan pula lagu Cina. Bukan pula lagu Korea apalagi Brazil.
Mereka memutarkan We Wish You A Merry Christmas.
Padahal berapa persen coba jumlah orang Kristen di Nagoya ini? Tidak seberapa. Tambah lagi dengan fakta bahwa tanggal 25 Desember bukanlah hari libur nasional, bukan pula tanggal merah (syukurlah, tahun ini tanggal 25 jatuh pada hari Minggu).
Jadi, apa pentingnya Natal untuk orang Jepang sampai diputarkan We Wish You A Merry Christmas di dalam Chikatetsu? Mereka menikmati hiasan Natal yang semarak, Santa Claus, hadiah-hadiah dan pohon Natal.
Katanya ini salah satu budaya Barat (selain Halloween dan Valentine’s Day) yang masuk dan diterima secara terbuka oleh orang Jepang.
Natal itu budaya Barat. Itu saja.
Semoga ada yang tertarik untuk mempelajarinya lebih jauh. Pada akhirnya, Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar