Melemparkan Mutiara kepada Babi

Rabu, Juni 24, 2009

"Jangan kamu memberikan barang kudus kepada anjing, dan jangan kamu melemparkan mutiara kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu" (Mat. 7:6)

Saya pernah bercakap-cakap dengan seorang ibu. Isi percakapan itu, antara lain, "Frater, bisa tolong saya kasih tahu anak saya supaya berhenti merokok".

Mengapa harus saya?

Siapa lagi? Pengandaiannya adalah kalau "Berhentilah merokok" keluar dari mulur frater, anaknya akan lebih mematuhi. Tapi yang tidak ibu ini ketahui adalah untuk kebanyakan perokok tidak ada kaitan antara sebatang rokok, dosa, surga dan neraka.

"Ibu sudah pernah coba?"

"Bukan pernah lagi frater…"

Jadi, meminta tolong frater adalah pilihan terakhir. Yang artinya persis ketika sudah putus asa.

Untuk ibu ini, meminta puteranya untuk berhenti merokok persis menjadi contoh kata-kata Yesus, "Jangan kamu melemparkan mutiara kepada babi…". Sia-sia.

Seorang teman yang tahu ritme istirahat saya benar-benar memprihatinkan, sering mengingatkan saya. Mulai dari "Jangan lupa istirahat" sampai "Tau gak sih otak frater tu udah pengen istirahat…". Tapi tidak banyak berhasil.

Ini juga pengalaman melemparkan-mutiara-kepada-babi.

Anda pasti pernah mengalaminya. Anda menasehati, menegur, memperingatkan, meminta baik-baik, dan seterusnya dan seterusnya, sampai putus asa dan kehabisan ide (akhirnya berpaling kepada frater, romo, dll) tapi tetap saja tidak ada perubahan (ya, saya tidak berhasil membujuk anaknya untuk berhenti merokok). Itu pengalaman melemparkan-mutiara-kepada-babi. Atau seperti Yohanes Pembaptis yang dirayakan hari ini, itu pengalaman berseru-di-padang-gurung. Tidak ada hasilnya. Semua yang sudah Anda lakukan sia-sia belaka.

Jadi?

Pepatah terbaik yang pernah saya dengar adalah setetes air bisa membuat lubang batu karang. Jika diteteskan setiap hari.

Jadi? Jangan menyerah. Kalau bukan, Anda siapa lagi (maksud lain dibalik kalimat itu adalah jangan terlalu berharap kepada frater, romo, dll, hehehehe).

Saya pernah membaca buku tentang metode penyiksaan yang dipakai selama masa interogasi. Salah satu metode yang paling sering berhasil adalah meneteskan air di kepala sang tawanan. Itu saja. Setetes air demi setetes air. Setiap waktu. Katanya, metode inilah yang paling menyiksa dan membuat tawanan menyerah dan membuka mulutnya (jika memang ada informasi penting yang disimpannya).

Anda mungkin "menyiksa" orang keras kepala itu dengan "tetes-tetes" nasehat, teguran, dan bla-bla-bla Anda. Tapi jika hanya itu yang diperlukan agar ia berubah menjadi lebih baik, mengapa tidak? Layak dicoba, bukan?

Ayo, jangan menyerah saudaraku.