Petrus, Paulus dan Pay It Forward

Senin, Juni 29, 2009

Tidak setiap hari kita bisa menikmati film yang luar biasa bagus. Karena itu saya suka menyebut film luar biasa bagus sebagai kemewahan.

Tadi malam saya menyaksikan kemewahan itu. Pay It Forward judulnya (sudah pernah nonton?)

Seorang teman pernah merekomendasikan film ini—"Bagus banget, frater musti nonton"—dua tahun lalu. Dan ia benar. (Saya teringat rekomendasi ini sehingga mengorbankan pertandingan Spanyol vs Afrika Selatan; well, pengorbanan yang sepadan).

Kalau Anda belum menontonnya saya dengan senang hati menceritakan ringkasannya.

Seorang anak, Trevor Mckinney namanya, baru berusia 11 tahun ketika memulai proyek Pay It Forward: berbuat baik kepada 3 orang dan meminta mereka untuk membalas kebaikan itu kepada 3 orang lainnya dan begitu seterusnya. Proyek ini adalah jawaban dari tugas yang diberikan gurunya untuk mengubah dunia. Ini tugas untuk anak-anak yang, kalau di Indonesia, baru duduk di kelas 1 SMP. "Utopia" atau khayalan atau ilusi dan "Idealis" adalah respon yang diterimanya dari teman-teman sekelasnya ketika Trevor mempresentasikan ide ini di depan kelas.

Tapi proyek yang, katanya, utopis dan idealis (alias "Gila") ini menyebar seperti virus.

Ok, cukup, Anda harus menonton sendiri.

Banyak inspirasi menarik datang dari film ini. Tapi ada dua saja yang ingin saya katakan. Pertama, respon gurunya Eugene Simonet (yang diperankan oleh Kevin Spacey) terhadap proyek ini. "Mengagumkan" menurutnya karena "Anda harus percaya bahwa dalam diri manusia ada kebaikan". Dengan mengatakan manusia berarti semua orang, siapa saja, termasuk bajingan di jalanan.

Kedua, keyakinan Trevor yang menjadi alasan utama mengapa ia mencetuskan proyek ini. "Kadang-kadang orang tidak tahu bahwa ada kebaikan dalam dirinya. Dan kita harus menunjukkan kebaikan itu".

Pagi ini kami merayakan Hari Raya Petrus dan Paulus dalam perayaan Ekaristi. Dan kata-kata pak Simonet dan Trevor bergaung lagi. Itulah sebabnya Tuhan mempercayakan kunci kerajaan surga kepada Petrus sang pengkhianat itu dan pewartaan Injil kepada Paulus yang tangannya berlumuran darah orang Kristen itu.

Tuhan melihat kebaikan dalam diri mereka. Tuhan melihat potensi luar biasa yang dimiliki keduanya. Dan Dia percaya kebaikan itu akan dipergunakan sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya Tuhan memberikan kesempatan kepada Petrus dan Paulus.

Mereka membayar lunas kepercayaan itu. Mereka menggunakan kesempatan itu sebaik yang mereka bisa.

Mari percaya ada kebaikan dalam diri orang lain (termasuk dan terutama yang sedang berkonflik dengan Anda). Mari membantunya menunjukkan kebaikan itu. Beri dia kesempatan sekali lagi. Selebihnya serahkan pada Roh Kudus yang akan menuntunnya bertindak.

Selamat Hari Raya Santo Petrus dan  Santo Paulus.

Tuhan memberkati niat baik dan segala usaha dan kerja keras Anda.


Ayat Favorit Hari Ini



"Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!"

Remember Our Saints: St. Petrus dan St. Paulus

Hari ini, 29 Juni, Gereja merayakan Hari Raya Petrus dan Paulus.

Sejak semula Petrus dan Paulus dihormati bersama. Bukankah keduanya menguatkan ajarannya dengan darahnya di Roma?

Simon, anak Yunus, seorang nelayan dari Betsaida di Galilea. Kristus memberinya nama Kefas, Petrus artinya wadas, lalu mengangkatnya menjadi kepala para rasul. Sesudah kebangkitan Kristus, Petrus diteguhkan dalam jabatannya, dan kita melihat ia memimpin umat di Yerusalem. Petrus juga yang menerima orang kafir pertama ke dalam Gereja, dan ia mengetuai Konsili di Yerusalem. Kemudian Petrus beberapa waktu lamanya memimpin umat di Antiokhia. Akhirnya ia menetap di Roma, di mana ia mati sebagai martir.

Paulus sesudah bertobat, sampai empat atau lima kali, menjelajahi seluruh daerah sekitar Laut Tengah untuk mewartakan Injil kepada orang kafir. Dalam usaha ini ia mengalami banyak kesukaran dan pertentangan. Di Yerusalem ia ditangkap oleh orang Yahudi, lalu ditawan dan dibawa ke Roma, sebab ia naik banding kepada kaisar. Dua tahun kemudian ia dibebaskan. Tetapi tidak lama sesudahnya, Paulus ditangkap sekali lagi, dan mati di Roma sebagai martir pada tahun 67.

Petrus dan Paulus tidak selalu sependapat. Namun demikian mereka tetap bersatu dalam iman dan cinta kasih. Dalam Gereja dewasa ini juga cukup banyak pendapat yang saling berlawanan. Tetapi jika kita dijiwai oleh semangat kedua rasul ini, perbedaan pendapat tidak perlu membahayakan kesatuan iman dan cinta kasih. Apakah kita cukup terbuka bagi pendapat orang lain?

(Dari: Anggota Keluarga Allah, 1974)

Inspirasi Hari Ini

Jumat, Juni 26, 2009

Melemparkan Mutiara kepada Babi

Rabu, Juni 24, 2009

"Jangan kamu memberikan barang kudus kepada anjing, dan jangan kamu melemparkan mutiara kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu" (Mat. 7:6)

Saya pernah bercakap-cakap dengan seorang ibu. Isi percakapan itu, antara lain, "Frater, bisa tolong saya kasih tahu anak saya supaya berhenti merokok".

Mengapa harus saya?

Siapa lagi? Pengandaiannya adalah kalau "Berhentilah merokok" keluar dari mulur frater, anaknya akan lebih mematuhi. Tapi yang tidak ibu ini ketahui adalah untuk kebanyakan perokok tidak ada kaitan antara sebatang rokok, dosa, surga dan neraka.

"Ibu sudah pernah coba?"

"Bukan pernah lagi frater…"

Jadi, meminta tolong frater adalah pilihan terakhir. Yang artinya persis ketika sudah putus asa.

Untuk ibu ini, meminta puteranya untuk berhenti merokok persis menjadi contoh kata-kata Yesus, "Jangan kamu melemparkan mutiara kepada babi…". Sia-sia.

Seorang teman yang tahu ritme istirahat saya benar-benar memprihatinkan, sering mengingatkan saya. Mulai dari "Jangan lupa istirahat" sampai "Tau gak sih otak frater tu udah pengen istirahat…". Tapi tidak banyak berhasil.

Ini juga pengalaman melemparkan-mutiara-kepada-babi.

Anda pasti pernah mengalaminya. Anda menasehati, menegur, memperingatkan, meminta baik-baik, dan seterusnya dan seterusnya, sampai putus asa dan kehabisan ide (akhirnya berpaling kepada frater, romo, dll) tapi tetap saja tidak ada perubahan (ya, saya tidak berhasil membujuk anaknya untuk berhenti merokok). Itu pengalaman melemparkan-mutiara-kepada-babi. Atau seperti Yohanes Pembaptis yang dirayakan hari ini, itu pengalaman berseru-di-padang-gurung. Tidak ada hasilnya. Semua yang sudah Anda lakukan sia-sia belaka.

Jadi?

Pepatah terbaik yang pernah saya dengar adalah setetes air bisa membuat lubang batu karang. Jika diteteskan setiap hari.

Jadi? Jangan menyerah. Kalau bukan, Anda siapa lagi (maksud lain dibalik kalimat itu adalah jangan terlalu berharap kepada frater, romo, dll, hehehehe).

Saya pernah membaca buku tentang metode penyiksaan yang dipakai selama masa interogasi. Salah satu metode yang paling sering berhasil adalah meneteskan air di kepala sang tawanan. Itu saja. Setetes air demi setetes air. Setiap waktu. Katanya, metode inilah yang paling menyiksa dan membuat tawanan menyerah dan membuka mulutnya (jika memang ada informasi penting yang disimpannya).

Anda mungkin "menyiksa" orang keras kepala itu dengan "tetes-tetes" nasehat, teguran, dan bla-bla-bla Anda. Tapi jika hanya itu yang diperlukan agar ia berubah menjadi lebih baik, mengapa tidak? Layak dicoba, bukan?

Ayo, jangan menyerah saudaraku.


Ini Soal Fokus

Senin, Juni 22, 2009

Jika Anda mengunjungi pusat kota Manado, pemandangan ini akan mudah Anda jumpai: orang buta dituntun oleh seorang yang lain sambil menjajakan kacang goreng dalam bungkus plastik kecil (4 x bungkus permen KISS) seharga seribu perak.

Tidak. Tidak. Saya tidak akan bercerita apalagi menasehati Anda soal memberi sedekah. Saya tahu Anda sudah melakukannya. Berulang kali. Di tempat Anda (Kapan sama orang buta di Manado? Hehehe).

Saya ingin bercerita tentang apa yang baru saya sadari.

Masih tentang orang buta dan pasangan penuntunnya ini. Hari-hari sebelumnya (sebelum satu minggu terakhir ini), biasanya ketika saya berada di pusat kota Manado saya melihat, secara sambil lalu, hanya satu-dua pasangan saja. Tapi dalam seminggu terakhir ini, begitu saya menaruh perhatian secara sungguh-sungguh (semacam penelitian tidak resmi), tadahhhh, mereka ada di mana-mana. Banyak sekali.

Apakah jumlah mereka meningkat?

Seminggu terakhir ini pula mall masuk dalam daftar tempat-wajib-dikunjungi. Biasanya ada beberapa alasan saya ke mall: ke bioskop-nya, ke hypermart-nya untuk berbelanja kebutuhan mandi dan bertemu dengan teman-teman di sana. Satu-dua kali tidak ada alasan khusus, hanya ingin ke sana saja. Biasanya pula saya melihat beberapa cewek cantik di sana. Tapi seminggu terakhir ini karena pengalaman orang-buta-dan-pasangannya-ada-di-mana-mana, saya mengunjungi mall dengan pertanyaan di kepala apakah cewek cantik pun ada-di-mana-mana-di-mall sama dengan pasangan unik itu.

Yup. Yang dibutuhkan hanyalah mata berkeliling ke mana-mana dengan satu fokus. Hasilnya: mereka benar-benar ada di mana-mana. Dan banyak sekali.

Maka, saya menarik kesimpulan sementara, jika saya berkonsentrasi pada hanya satu hal, hal itu akan mudah terlihat dan entah bagaimana jumlahnya jauh lebih banyak dari biasanya.

Jadi, pagi ini, saya senyum-senyum saja ketika mendengar Yesus menyindir dalam bacaan Injil hari ini, "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Mat. 7:3)

Tentu saja.

Kalau pikiran saya hanya terfokus pada mencari-kesalahan-orang-lain, tiba-tiba orang malang itu "Gak ada baik-baiknya sama sekali". Sementara saya, seperti bunyi salah satu iklan, semua kebaikan ada pada saya.

Pernahkah Anda mengalaminya? Pernahkah Anda merasa susah sekali melihat kebaikan dalam diri seseorang? Kalau pernah, ini soal fokus saudaraku. Kalau fokus Anda hanya sisi negatifnya, ya dari ujung kepala sampai ujung kaki semuanya salah.

Fokus, saudaraku, fokus. Itu akar masalahnya.

p.s: In case ada yang mulai cemas frater-nya fokus ke cewek-cewek cantik, well, penelitian tidak resmi itu hanya seminggu saja. Mmmmm, penjelasan pendek yang tidak meyakinkan... Fokus, fokus.


Kalimat Utama Saja

Kamis, Juni 18, 2009

"Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele…" (Mat. 6:7a)

Silkwood, When Harry Meet Sally dan Sleepless in Seattle.

Pernah nonton film-film ini? Pasti pernah, minimal salah satunya.

Penulis skenario ketiga film luar biasa itu bernama Nora Ephron. Ibu Ephron ini memulai karirnya sebagai wartawan di New York Post dan Esquire sebelum terjun ke dunia perfilman. Ia menjadi wartawan gara-gara guru jurnalisme-nya di sekolah menengah.

Ceritanya, waktu hari pertama kelas jurnalisme, sekalipun belum punya pengalaman apa-apa soal menulis berita, gurunya ini meminta murid-muridnya (termasuk Ephron) menulis kalimat utama untuk surat kabar. Fakta-faktanya adalah: Kenneth L. Peters, kepala sekolah Beverly Hills High School, mengumumkan hari ini bahwa semua guru akan melakukan perjalanan ke Sacramento hari kamis depan untuk menghadiri seminar tentang metode mengajar yang baru. Para pembicaranya antara lain ahli antropologi Margaret Mead, Rektor Dr. Robert Maynard Hutchins, dan Gubernur California Edmund 'Pat' Brown.

Setelah fakta dibeberkan semua murid sibuk menulis kalimat utamanya. Hanya satu kalimat!

Beberapa saat kemudian sang guru mengumpulkan hasilnya. Semuanya salah.

Akhirnya, ia berkata, "Kalimat utama dalam berita ini adalah…"

Anda bisa menebak?

"Sekolah diliburkan kamis depan". Sudah. Itu saja.

Seperti itu pulalah, kurang lebih, maksud Yesus ketika Ia mengatakan "Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah".

Kalimat utama dalam doa = intensi/ujud doa kita = to the point saja

Tuhan Maha Tahu. Jadi, mengapa mesti berpanjang-panjang dalam doa. Doa bukanlah permainan kata.

Hati-hati, bahaya dari doa yang berpanjang-panjang adalah terlalu mendramatisir isi doa atau malah melenceng jauh dari maksud yang hendak disampaikan.

Mau berdoa?

Kalimat utama saja ya.


Hanya Satu Saja yang Penting

Rabu, Juni 17, 2009

Bacalah dengan seksama ayat-ayat ini, sabda Yesus dalam kotbah di bukit. Apa kesamaannya?

—"Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu" (Mat. 6:3-4)

—"Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu (Mat. 6:6)

—"Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat yang tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu" (Mat. 6:17-18).

Apa kesamaan ketiga sabda itu?

Rupa-rupanya, dalam pandangan Tuhan, trilogi ini (bersedekah, berdoa dan berpuasa) tidak untuk dipamerkan. Mungkin kata "dipamerkan" agak keterlaluan. Lebih tepatnya, "Gak penting orang lain tau kita lagi berdoa"; "Gak penting orang lain tau kita menyumbang"; "Gak penting orang lain tau kalo kita lagi puasa".

Tuhan tahu apa yang kita lakukan, itu  satu-satunya yang penting. Tuhan tahu apa yang kita lakukan, itu sudah lebih dari cukup.

Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.


"Kami Bisa, Mengapa Kamu Tidak?"

Rekapitulasi Perbuatan Baik

Senin, Juni 15, 2009

Sebelum mulai menuliskan ini untuk Anda, saya dengan sengaja mengingat-ingat kebaikan-kebaikan yang pernah saya buat: kebaikan apa, kepada siapa dan kapan. Saya menyebutnya "rekapitulasi perbuatan baik".

Bukannya mau sombong ingin menunjukkan saya orang baik—lagipula buat apa sombong, siapa juga di dunia ini yang belum pernah berbuat baik?!

Hasilnya?

Sebelumnya, saya membagi perbuatan baik atas dua jenis, yakni perbuatan baik fisik dan non-fisik. Perbuatan baik fisik itu segala benda/materi (tidak selalu uang) yang saya berikan kepada orang lain yang membutuhkan. Sedangkan perbuatan baik non-fisik ya kebalikannya. Perbuatan baik non-fisik itu seperti kehadiran, kata-kata yang menguatkan, waktu, perhatian.

Kembali ke hasil tadi.

Ternyata, terutama kepada siapa perbuatan baik itu saya lakukan, hasilnya ini: saya berbuat baik kebanyakan kepada orang-orang yang cepat atau lambat akan membalas kebaikan saya itu. Tidak ada yang istimewa.

Maka malulah saya mengingat kata-kata Yesus dalam Injil hari ini, "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?" (Mat. 5:46-47)

Arrrrggggghhhhhhh……

Belum lagi, yang satu ini, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu! Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat: 5: 43-44).

"Dari semua perintah Yesus kepada pengikut-Nya, ini yang paling susah untuk dilaksanakan. Bagaimana caranya kita bisa mencintai musuh?" Begitu seorang bapak pernah mengatakan kepada saya.

Benar, bagaimana bisa?

Bisa, jika pertanyaannya diganti dengan, "Kita harus mulai dari mana?".

Untuk sementara, jawaban saya singkat, padat, jelas (karena hanya satu kata saja): berdoa. Mulai dengan berdoa. Saya pernah mendengar istilah PUSH: Pray Until Something Happen. Berdoalah dan berdoalah dan berdoalah. Sampai terjadi sesuatu. Sampai Tuhan memenuhi hati kita dengan roh pengampunan dan cinta.

Dan tentang rekapitulasi perbuatan baik itu, well, kalau Anda tidak sedang sibuk, buatlah (tidak perlu kertas, pena dan kotak-kotak). Saya yakin hasil Anda jauh lebih baik dari saya dan pemungut cukai. Atau saya sok tahu?

Inspirasi Hari Ini

Remember Our Saints: St. Antonius dari Padua

Dua hari yang lalu, tanggal 13 Juni, Gereja memperingati Santo Antonius dari Padua. Siapakah dia?

Antonius lahir di Lisabon di Portugal pada akhir abad kedua belas. Ia masuk serikat imam santo Agustinus di Koimbra, dan ditahbiskan menjadi imam. Beberapa waktu kemudian ia pindah ke Ordo Saudara-Saudara Dina karena ingin mewartakan Injil di Afrika Utara. Tetapi karena sakit ia terpaksa pulang ke Eropa. Lalu Antonius berkotbah banyak di Perancis Selatan dan di Italia Utara. Kotbahnya membawa hasil yang luar biasa, dan banyak orang bidat bertobat karenanya. Dari kotbah-kotbah itu nyata bahwa ia seorang teolog ulung yang pandai juga menggerakkan hati orang-orang biasa. Ia meninggal di kota Padua pada tanggal 13 Juni tahun 1231.

Di zaman Antonius belum ada radio ataupun surat kabar. Maka orang suka mendengar kotbah yang baik. Apakah kita selalu bersedia meluangkan waktu untuk mendengarkan sabda Allah?

(Dari: Anggota Keluarga Allah, 1974)

Apa yang Dibutuhkan Anak Panti Asuhan?

Kamis, Juni 11, 2009

"Kamu telah memperoleh dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat. 10:8)

Apa yang dibutuhkan anak-anak di panti asuhan?

Pada waktu dan tempat yang tak terduga kita akan tertumbuk pada kenyataan bahwa apa yang kita kira bisa diperoleh dan diberikan oleh setiap orang dengan cuma-cuma ternyata bagi orang lain itu kemewahan. Dan kenyataan seperti itu bisa menusuk ulu hati. Kabar baiknya adalah persepsi kita tentang hidup bisa berganti.

Seorang teman mengalaminya di sebuah panti asuhan. Ia berbaik hati menuliskannya dan mengirimkannya kepada saya. Saya mengutip sepotong penting (tanpa merubah kalimatnya) untuk Anda karena saya merasa pengalaman berharga dan berahmat ini tidak bisa saya simpan sendiri. Selamat terinspirasi.

Di box ini.. ada 1 bayi.. sekitar 7 bulanan.. cewe..rambutnya jabrik2.. dari wajahnya terlihat dia sedikit berbeda dari anak2 yang lain.. kalo boleh sedikit menyimpulkan.. mungkin dia menderita down sindrom.. anak ini.. cantik.. matanya jernih dan kyknya 'berbicara' gt.. alisnya baguuss.. bulu matanya lentik.. n dia ngeliatin saya waktu saya datangi... n otomatically saya gendong dia...

Tiba2.. salah satu perawat mereka bilang kalau dia tidak boleh digendong.. jadi saya kembalikan dia ke boxnya.. situasinya saat itu.. seakan dia tau akan dilepaskan dari pelukan.. dia langsung ngamuk.. dan bahkan mengembalikan dia ke dalam box agak susah.. takut kepalanya keseleo gt.. setelah berhasil mengembalikan dia ke boxnya.. dia bener2 nangis.. dan itu SANGAT MEMILUKAN.. dari matanya, tangisannya dan gerakan tubuhnya.. dia seakan bicara.."hey,aku dipeluk dunk.. disayang dunk.. or at least pegang aku..aku mau disayang" at that moment.. i'm speechless.. n ternyata air mata susah di tahan... entah apa bisa jelasin situasi saat itu dengan benar.. cuma rasanya sakiiiiiittt banget ngeliat anak yg bahkan belum tau nama dia siapa.. tapi.. dia tau kalo disayang itu enak.. n dia cuma mau disayang..or at least.. dia mau diPELUK.. Awalnya agak mau komplain juga.. kenapa dia ga boleh digendong.. tapi ternyata.. semua anak di panti asuhan itu...kalau pun boleh digendong... ga boleh lama2.. istilahnya.. kalo mereka da kenal 'bau tangan' mereka akan minta digendong terus... kalo boleh saya simpulkan.. "PELUKAN ITU ADIKTIF".

Buat saya.. pengalaman yang 1 itu bener2 baru dan sangat menampar.. karena.. coba kalau kita bayangkan kita lahir..tumbuh..dan sampai sekarang ini benar2 tanpa 1 kalipun dipeluk.. so.. apa pelukan itu terdengar mahal sekarang?? jawabannya adalah 'YA' untuk saya..

Saat mau pulang kami foto bersama dengan 45 balita.. ada 1 yang digendong teman saya.. dan dia juga menangis histeris saat mau diturunkan dari gendongan... bahkan saat berpindah gendongan ke pengurus panti pun dia masih menangis seakan dia dipisah dari orang tuanya.. yg lagi2.. tangisannya menyayat hati.. yg sampai teman sayapun mungkin merasakan hal yg saya rasakan dengan anak yang di box tadi... What a lesson for me.. n kalo boleh.. for us... Selama ini saya cuma tau anak2 panti itu perlu bantuan makanan, pendidikan,uang jajan.. tapi mereka ternyata juga butuh sesuatu yang ga bisa dibeli... hhhh...


Inspirasi Hari Ini

Remember Our Saints: St. Barnabas

Hari ini, tanggal 11 Juni, Gereja memperingati Santo Barnabas, salah seorang Rasul. Siapakah dia?

Barnabas, seorang Yahudi dari suku Lewi, lahir di pulau Siprus. Ia anggota Kristen pertama di Yerusalem. Pengaruhnya dalam umat cukup besar, sehingga atas kesaksian Barnabas mereka berani menyambut Paulus yang baru saja bertobat. Kemudian Barnabas diutus ke Antiokhia untuk membina jemaat Kristen yang baru terbentuk di sana. Barnabas juga menemani Paulus pada perjalanan pewartaan Injil yang pertama di Siprus dan di Asia Kecil. Mereka berdua hadir pada Konsili di Yerusalem, di mana ditetapkan syarat penerimaan orang-orang kafir ke dalam Gereja. Akhirnya Barnabas berpisah dengan Paulus, lalu berangkat ke Siprus untuk menyebarluaskan iman. Di pulau itu juga ia meninggal dunia.

Semoga contoh teladan Barnabas menolong kita untuk memulai dan membina umat serta jemaat yang baru, atau sekurang-kurangnya menyegarkan semangat umat di tempat kita berada.

(Dari: Anggota Keluarga Allah, 1974)

Kalau Saja Mereka Tahu...

Selasa, Juni 09, 2009

Suatu malam saya duduk dengan seorang teman.

Belum sepatah katapun dia ucapkan. Tetapi air mata pedih sudah membanjir di wajahnya. Itu sudah cukup mengatakan banyak hal, paling tidak ada sesuatu yang salah.

Alam seolah solider dengannya. Hujan turun deras malam itu.

"Frater, saya ingin menceritakan sesuatu yang sudah saya pendam selama 5 tahun ini dan belum pernah saya katakan pada siapapun".

Lalu mengalirlah cerita itu.

Ayah-ibunya memutuskan untuk berpisah 5 tahun yang lalu ketika ia sedang membutuhkan banyak perhatian orang tuanya. Ia baru saja memasuki masa remajanya yang ceria tetapi sekaligus teramat rapuh. Dia tidak tahu persis apa penyebab perpisahan itu (tak seorang pernah mengatakannya, tak seorangpun pernah menjelaskan kepadanya, tidak ayah-ibunya, tidak juga bisik-bisik tetangga-tetangganya). Yang dia tahu hanyalah ayahnya pergi dan tidak lagi pulang ke rumah setelah dia merengek meminta ayahnya melunasi uang sekolahnya.

Maka selama 5 tahun semenjak perpisahan itu, yang ada di pikirannya hanyalah "Sayalah penyebab perpisahan itu". Padahal, "Kami keluarga yang bahagia sebelumnya".

"Saya pernah berpikir untuk bunuh diri saja".

Ia menangis lagi.

Remuk.

"Ada malam-malam di mana saya terbangun karena tangan-tangan hitam besar mengejar saya. Saya menggigil di atas tempat tidur dan tidak bisa tidur lagi setelah itu". Rasa bersalah itu terus menghantuinya.

Dentuman-dentuman musik yang terlalu keras membuatnya gelisah dan gugup. Dia tidak pernah mengerti apa sebabnya. Yang jelas, reaksi seperti ini baru dia rasakan 5 tahun ini.

"Kalau sedang jalan-jalan di mall dan melihat keluarga yang utuh sedang bercengkerama bahagia, air mata saya mengalir tak tertahankan".

Di tengah kerapuhan dan luka menganga itu, ia bertemu dengan mereka yang bernasib sama dengannya.

"Ada teman yang pernah kasih info obat paling ampuh untuk bunuh diri: tanpa rasa sakit—minum saja dan selesai. Ada lagi yang menawarkan obat-obat terlarang untuk menghilangkan rasa sakit di hati".

Puncaknya, ia diajak oleh mereka untuk menjajakan diri. Dan ia menuruti ajakan itu. Tetapi ketika sedang bergerombol menunggu, suara dari dalam hatinya menyuruhnya untuk pulang. "Saya mengikuti suara itu dan pamit pulang pada teman-teman. Tidak ada yang terjadi". Tidak untuk jual diri itu. Tidak pula untuk obat-obat terlarang itu.

Setelah percakapan kami malam itu, banyak hal berseliweran di kepala saya. Salah satunya ini: kadang-kadang orang tua mungkin tidak punya bayangan sama sekali efek tindakan mereka terhadap anak-anak. Mereka, bisa jadi, hanya tidak tahu apa yang akan dialami, dihadapi dan dilalui anak-anaknya karena keputusan mereka. Kalau saja mereka tahu…

"Bukan salah kamu mereka berpisah".

"Mereka punya masalah sendiri. Bukan salah kamu".

"Saya masih berdoa frater. Itu barangkali yang bikin saya tidak terjerumus dalam hal-hal negatif".


 

Inspirasi Hari Ini

Facebook

Ada yang berubah.

Seingat saya ketika berkenalan dengan siapa saja, mereka yang baru saja saya kenal ini suka melemparkan beberapa pertanyaan standar. Salah satu di antaranya, "No Hp-nya berapa?" Kalau mereka adalah umat Katolik biasanya, "Kapan jadi romo?".

Tapi itu tahun lalu.

Sekarang, pertanyaan standar macam "No HP-nya berapa?" nyaris tidak terdengar lagi.

"Frater punya facebook?" Ini jenis pertanyaan standar baru. HP masih penting, tetapi rupanya tidak lagi mendesak untuk diketahui.

Saya menanggapi pertanyaan standar ini dengan jawaban standar pula yang singkat, padat, jelas (tapi untuk mereka mengejutkan), "Tidak punya". Biasanya air muka mereka berubah, seolah-olah ingin mengatakan, "Frater ini hidup di tahun berapa ya?" tetapi karena yang dihadapi ini frater maka respon yang keluar jauh lebih sopan, "Bikin facebook dong frater…".

Sore tadi, di sebuah pusat servis komputer di Manado, sementara menunggu komputer saya selesai diotak-atik, seorang kenalan (karyawan di situ) memanggil saya untuk memperlihatkan sesuatu di komputernya.

Facebook-nya.

"Ini artinya apa frater?" katanya sambil menunjuk status salah seorang temannya.

Bahasa Perancis.

"Nin tau" jawab saya. ("Gak tau")

"Ngana pe tamang so berapa?" tanya saya. ("temannya udah berapa?")

"400-an". Bangga.

Saya teringat alasan asal-asalan yang saya ajukan pada seorang teman yang membujuk saya membuat akun facebook. "Saya gak yakin kalo saya bakalan punya teman di facebook".

Beberapa waktu yang lalu, saat tidak ada koneksi internet di rumah kami, saya mendatangi sebuah warnet. Ada 100 buah komputer di sana. Ternyata semuanya sedang dipakai. Rata-rata pemakainya mahasiswa/i. Karena penasaran (situs apa yang sedang dikunjungi?), saya berkeliling. Ternyata hampir 90 % di antaranya memelototi hanya satu situs. Saya tahu Anda bisa menebak situs apakah gerangan.

Jadi, akhir-akhir ini saya mulai berharap semoga bukan hanya pertanyaan standar ketika berkenalan saja yang berubah. Semoga kehadiran facebook terlebih-lebih membuat kualitas pertemanan yang dibangun semakin meyakinkan.

Ngomong-ngomong tentang kualitas pertemanan, sudahkah saya mengatakan kepada Anda reaksi kenalan saya di servis komputer itu begitu saya mengatakan saya tidak tahu bahasa Perancis?

"Kita nda mo balas… nda kanal lei kwa kita" katanya, cuek. (Saya gak bakalan kasih komentar… gak kenal pula dia siapa").

Rupanya definisi "teman" pun sudah berubah.

"Jadi, berapa dari 400-an teman itu yang sungguh kamu kenal?" Sebetulnya lidah saya sudah gatal ingin menanyakannya. Tapi, buat apa menghancurkan kebanggaannya.

Setelah menulis ini semua, saya mulai penasaran: apa lagi yang berubah semenjak ada facebook?

Mmmmm, mungkin akan (atau sudah?) ada yang bertanya, "Bisakah pengakuan dosa dilakukan melalui facebook?"

Kalau pertanyaan itu benar-benar diajukan, saya tidak akan pusing tujuh keliling. Soalnya, jawaban saya belum berubah, "Saya gak punya facebook". Lagi pula, dua tahun lagi (amin!) saya baru jadi romo.

Saudara-saudari penikmat facebook, serius: adakah yang bisa memberitahu saya, apalagi yang sudah berubah?