Teman-teman kelas saya yang sedang belajar bahasa Jepang dan tinggal bersama dengan keluarga-keluarga Jepang memberi kesaksian yang sama.
“Rumahnya sempit”.
Sebenarnya tidak perlu kesaksian mereka yang tinggal di dalamnya untuk mengetahui perihal rumah orang Jepang yang sempit.
Dilihat dari bangunannya saja sudah bisa ditebak seberapa luas di dalamnya.
Seorang umat yang bekerja di bidang properti menerangkan alasannya.
“Tanah di sini itu mahal. Mahal banget! Karena itu rumahnya juga kecil. Yang punya uang lebih, nambah ke atas, jadi dua sampai tiga lantai”.
Harga tanah bukan penyebab satu-satunya.
“Postur tubuh orang Jepang emang mungil” kata kenalan saya.
Ada benarnya.
Restoran-restoran bergaya tradisional Jepang memiliki pintu masuk yang sempit (untuk ukuran orang asing).
Tetapi bangunan yang sempit dan mungil tidak berpengaruh pada luasnya hati orang Jepang.
Di Jepang, agama apa saja diterima dengan tangan terbuka. Belum pernah diberitakan tempat ibadah A dan B disegel atau dilarang didirikan oleh penduduk setempat yang mayoritasnya beragama Shinto.
Orang Jepang merayakan Natal.
Valentine juga.
Belakangan, Halloween.
Ketika saya mengungkit hal ini kepada seorang Jepang, ia menjawab “日本人は心が広いですから”.
Karena orang Jepang itu hatinya luas, katanya.
Pikiran saya melayang ke rumah-rumah di Indonesia yang luas, lapang dan lega. Tetapi kita ribut terus soal agama.
0 komentar:
Posting Komentar