"Kirain... Eh, ternyata..."

Minggu, Juni 05, 2011

Setelah menyaksikan kejadian mengejutkan yang melibatkan orang yang, saya pikir, tidak akan pernah melakukannya, saya menulis di akun twitter saya.

"Tidak peduli profesi, status, gelar, IQ, kecanggihan kata-katanya, orang bisa mengejutkan kita dengan perilakunya".

Pertanyaannya adalah mengapa kita masih bisa terkejut?

Beberapa orang pernah membuat pengakuan tentang pribadi saya sejauh mereka mengenal saya.

"Jadi ya, waktu belum kenal frater saya pikir frater tuh sombong. Ternyata gak juga".

"Kirain frater tipe serius ternyata bisa ngelucu juga".

Pengakuan beberapa orang itu yang dimulai dengan "Kirain…" dan diakhiri dengan "Ternyata…" bukan hanya pengalaman mereka saja.

Saya melakukannya beberapa kali.

"Kirain…".

"Eh, ternyata…".

Jadi, mengapa kita masih bisa terkejut melihat kelakuan orang selama ini kita pikir kita kenal (dan tak akan melakukan hal yang kita lihat itu)?

Mungkin soal cara kerja otak kita.

Saya bukan pakar di bidang cara kerja otak.

Tetapi, rupanya, begitu informasi tentang kepribadian seseorang masuk ke otak kita, otak kita berhenti mencari tambahan data yang lebih lengkap tentang orang bersangkutan.

Informasi itu bisa dalam bentuk yang paling sederhana: kesan. Seperti "Kirain frater sombong…", "Kirain frater tipe serius…".

Mungkin ada maksudnya juga seorang bijaksana, entah siapa, mencetuskan pepatah, "Don't judge a book by its cover".

Kapan terakhir kali orang mengejutkan Anda dengan kelakuannya?

Kapan terakhir kali Anda membuat pengakuan tentang seseorang yang dimulai dengan "Kirain…" dan ditutup dengan "Ternyata…"?

Begitu kesan tentang seseorang dibentuk, otak kita berhenti mencari data tentang orang itu.

Kesan bisa menguntungkan. Bisa juga berbahaya.