Semalam saya menonton di TV berita tentang peringatan 16 tahun gempa bumi di Kobe, Jepang.
Diperkirakan 5000 orang, termasuk di dalamnya mereka yang kehilangan keluarga dan rekan dalam peristiwa tragis itu, berkumpul di taman kota di Kobe. Pada pukul 17.46 doa dipanjatkan dalam keheningan untuk para korban. Pada waktu tersebut, 16 tahun lalu, gempa bumi 7,3 skala richter merenggut 6.434 jiwa.
Tampak disorot kamera TV seorang wanita paruh baya berdoa dengan berlinang air mata. Dalam wawancaranya, sehabis berdoa, ia mengaku berdoa untuk ibunya yang meninggal dalam peristiwa tragis itu. Ia berada di dekat ibunya ketika gempa itu terjadi tetapi ia tidak bisa menyelamatkannya (kenyataan yang terus menghantuinya selama 16 tahun ini).
Gempa bumi dahsyat itu terjadi pada tahun 1995. Sudah 16 tahun yang lalu.
Tetapi ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Bahkan setelah 16 tahun.
Kehilangan itu menyisakan lubang yang tidak bisa ditutupi oleh seorangpun.
Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Kehilangan yang sedemikian sehingga bahkan setelah 16 tahun pun air mata masih saja mengalir.
Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Tetapi itu hanya membuktikan bahwa mereka yang tak tergantikan adalah mereka yang sudah mencintai anggota keluarganya semaksimal mungkin, sebanyak yang bisa ia berikan.
Ada kehilangan yang benar-benar tak tergantikan. Tetapi kehilangan itu sesungguhnya adalah pertanda baik. Kehilangan itu membuat kematian tidak lagi menakutkan. Karena dia yang mengasihi kita menunggu kita di sana.
Ada kehilangan yang memang tak tergantikan. Tetapi kehilangan itu sesungguhnya adalah rahmat. Karena kehilangan itu membuat kita dekat pada Tuhan. Karena kehilangan itu selalu membuat kita ingat untuk berdoa kepada-Nya; berdoa bagi dia yang kepergiannya tak tergantikan.
Semoga kasih Tuhan menutupi lubang di hati Anda.