Mandi di Negara Canggih

Kamis, Januari 13, 2011

"Mengapa saya?"

Romo pembimbing rohani saya menceritakan kepada saya pengalamannya sewaktu bertugas di Perancis.

"Emang tugas romo di sana apa?"

"Pastoral kamar tamu"

"Maksudnya?"

Tugas beliau adalah menerima tamu yang datang (pada waktu dan hari yang tak menentu) berkunjung ke biara tempat beliau tinggal.

Beliau bercerita, kebanyakan tamu yang datang adalah orang-orang yang sama sekali tidak dikenal. Mereka mengunjungi biara itu untuk keperluan pengakuan dosa dan terlebih-lebih menemui romo (romo siapa saja yang sedang ada di tempat) untuk bercerita tentang pengalaman hidup mereka (mirip konseling).

Tugas 'pastoral kamar tamu' ini beliau jalankan setelah 3 bulan berada di Perancis. "Waktu itu bahasa Perancis saya masih kacau-balau" aku sang romo.

Sekalian kacau-balau, lambat laun beliau sadar tamu-tamu yang kebanyakan orang Perancis itu datang tidak lagi mencari romo yang bisa berbicara bahasa Perancis dengan lancar. Mereka mencari beliau. Dan yang mencari beliau bukan lagi tamu-tamu yang datang sekali dan menghilang.

Beliau penasaran.

"Mengapa saya?" di atas itu adalah pertanyaan beliau ke salah seorang tamu tetapnya. Tentu saja pertanyaan itu beliau tanyakan pada akhir pertemuan mereka. Alasan beliau bertanya terang benderang. "Bahasa Perancis saya belepotan. Omongan saya tidak jelas. Saya tidak bisa memberi solusi atau peneguhan yang meyakinkan atas pengalaman yang mereka ceritakan" katanya.

Tetapi, ya itu, "mengapa saya?"

Tamunya menjawab, "It's heart that speaks". (Tamunya sebetulnya menjawab dalam bahasa Perancis. Saya lupa bahasa Perancisnya apa.)

Berurusan dengan manusia, apalagi dengan mereka yang sedang dalam krisis, memang membutuhkan hati.

Tetapi bukan hanya berurusan dengan manusia saja hati dibutuhkan.

Saya tiba di bandara Nagoya pukul 21.00 waktu setempat. Urusan ini dan itu selesai. Saya baru bisa masuk kamar untuk beristirahat kira-kira pukul 22.30. Dan, langsung tertidur pulas.

Besok paginya saya terkagum-kagum melihat, maaf, toilet yang dilengkapi dengan tombol-tombol (Anda hanya perlu duduk manis di kloset dan tombol-tombol itu akan mengurus sisanya).

Itu kekaguman pertama.

Kekaguman kedua terbit di kamar mandi. Sabun mandinya yang berupa cairan itu tidak mengeluarkan busa sedikitpun. Sebanyak apapun saya oleskan ke tubuh saya tidak ada satu busapun yang keluar.

Wowww… negara canggih ya…

Sampai kemudian di meja makan… romo yang tinggal serumah dengan saya memberitahu cairan yang saya tuangkan di badan saya dengan penuh kekaguman itu ternyata cairan untuk dioleskan pada rambut sehabis mandi.

"Maaf Aris, kita kehabisan sabun mandi".

Berurusan dengan benda mati ternyata juga soal hati. Rendah hati, tepatnya.

Rendah hati untuk mengakui bahwa kita tidak tahu (tulisan yang tertera di botol cairan itu tertulis dalam aksara Jepang). Rendah hati untuk bertanya kepada orang lain yang lebih tahu. Mereka yang tidak rendah hati akan mendapat ganjaran yang setimpal.

P.S: Kalau cairan itu bisa bicara, dia bakalan ngomong apa ya ke saya? Mungkin, "Gengsi ama sok tau aja terus…".