Menunggu "Komentar"

Selasa, September 07, 2010

Seorang teman, pernah, setengah mengeluh setengah lagi heran, bercerita kepada saya.

"Saya udah lama perhatikan. Kalo saya nulis status jarang dikomentarin orang. Tapi kalo cewek yang nulis status, komentarnya banyak. Dan dari cowok-cowok pula" ceritanya.

Teman saya ini seorang cowok. Dan, ya, ini soal Facebook.

"Padahal status si cewek juga gak jauh-jauh dari 'lagi di mall neh' atau 'baru pulang mall, capek tapi senang'" lanjutnya.

Dengan kata lain, menurut teman saya ini, status yang remeh-temeh seperti itu tidak penting untuk dikomentari. Ok, dikomentari boleh tapi tidak perlu sebanyak itu.

Waktu itu, saya mengatakan kepadanya beberapa kemungkinan hal itu bisa terjadi. Statusnya terlalu rumit untuk dikomentari. Sementara teman-temannya hanya ingin bersenang-senang. Itu pertama.

Dan ia langsung mengiyakan kemungkinan pertama ini sebagai alasan. (Katanya, status banyak kali berisi kutipan-kutipan canggih tentang hidup, cinta karir).

Tentu saja semangat saya langsung mengendur.

Padahal saya sudah bersiap-siap dengan penjelasan panjang lebar alias pamer pengetahuan. (Penjelasan panjang lebar itu, kalau diperas jadi versi singkat bunyinya demikian, bukankah secara alamiah wanita lebih mudah menarik perhatian daripada pria? Bukankah lebih mudah pula pria memberi perhatian kepada wanita ketimbang kepada sesama pria?)

Pernahkah Anda begitu bergairah untuk bercerita dan baru saja memulai dengan pengantar seseorang sudah langsung memotong pembicaraan Anda dengan "Udah tau kok"? Begitulah perasaan saya.

Seharusnya hari itu percakapan kami adalah tentang dia dan keluh kesahnya. Tetapi karena saya gagal pamer pengetahuan, pembicaraan itu cepat berakhir. Lucu juga. Dan egois, menyadari bagaimana pembicaraan harus berakhir karena tidak memuaskan ego saya.

Seharusnya saya bertanya kepadanya, "mengapa komentar orang sedemikian penting?"