Sekelompok besar wanita muda dikumpulkan dalam sebuah ruangan dan dibagi dalam dua kelompok untuk kepentingan penelitian. Mereka diminta menjalani sebuah tes. Tetapi dengan penuh gaya: sambil memakai sunglasses Chloé. Dan dibolehkan untuk berbohong dan menyontek. Setelah selesai mengerjakan tes tersebut, mereka diminta untuk memeriksa dan menilai hasil tesnya sendiri sesuai dengan lembar jawaban yang akan diberikan kemudian. Sesudah menilai hasil tesnya sendiri, mereka boleh mengambil uang yang disediakan sebagai hadiah untuk setiap jawaban yang benar. Itu tes matematika. Setelah semua peserta memahami instruksi yang diberikan, para peneliti meninggalkan ruangan tersebut.
Tanpa setahu para relawan, peneliti sebenarnya tetap memonitor baik apa yang mereka lakukan maupun (tentu saja) hasil tes mereka lewat kamera yang terpasang di berbagai sudut ruangan.
Hasilnya adalah 70 % peserta dalam kelompok pertama menyontek, berbohong tentang hasil tesnya dan mengambil sejumlah uang tidak sesuai dengan hasil tesnya. Sementara itu, di kelompok kedua, hanya 30 % peserta yang menyontek saja.
Untuk memastikan apa yang ditemukan, para peneliti meminta para relawan yang sama (dan masih dalam kelompok yang sama) menjalani tes berikutnya.
Mereka dihadapkan pada sebuah layar yang berisi titik-titik. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah titik-titik tersebut lebih banyak terdapat di lajur kiri atau kanan. Menyebut lebih banyak titik di lajur kiri akan dihadiahi setengah sen. Lima sen jika mereka menyebut di lajur kanan. Jawaban yang diberikan relawan tidak ada kaitannya dengan benar atau salah. Sebut saja. Terserah.
Hasilnya tidak jauh berbeda dengan tes pertama.
Oh, saya lupa memberikan informasi ini kepada Anda. Sebelum tes-tes itu berlangsung, kepada kelompok pertama (yang terbanyak menyontek, berbohong dan mencuri) diberitahu, Chloé keren dan mahal di wajah mereka itu palsu. Kepada kelompok kedua (yang sedikit menyontek saja), diberitahu Chloé keren dan mahal itu asli.
Kembali ke penelitian itu. Menyaksikan hasil tes-tes itu yang diikuti dengan sejumlah wawancara dengan para relawan, para peneliti mengeluarkan kesimpulan. Memakai barang branded tetapi palsu tidak memuaskan ego dan menaikan harga diri seseorang sebagaimana yang diharapkan. Tidak. Yang terjadi justru, barang branded yang palsu itu memicu masalah moral serius: orang cenderung gampang berbohong dan menipu.
Dengan kata lain, sadar atau tidak, memakai barang branded yang palsu sebenarnya berbahaya bagi perkembangan kepribadian pemakainya.
Dengan kata lain lagi, tas LV yang palsu itu mirip pupuk bagi benih ketidakjujuran yang sudah ada dalam diri kita.
P.S: Saya membaca penelitian dan kesimpulan di atas di majalah Scientific American Mind September/Oktober 2010. Dan karena penelitian itu berlangsung di Amerika, tentu saja itulah pengaruh barang branded palsu untuk orang Amerika. Kita, di Indonesia, belum tentu demikian. Iya gak?