Damai, Tenang, Pasti Karena ...

Rabu, Oktober 07, 2009

Murid-murid berkata kepada Yesus, "Tuhan ajarlah kami berdoa…" (Luk. 11:1)

Ini tentang doa.

Akhir-akhir ini saya menikmati saat-saat bersama Tuhan. Waktu semakin tidak terasa. Rasanya baru sebentar ternyata sudah 30 menit. Saya berbicara kepada-Nya dalam doa. Selesai. Kemudian memberi-Nya waktu untuk berbicara kepada saya. Saya mencoba mendengarkan suara hati jika ada masalah yang saya hadapi (Tuhan berbicara melalui suara hati, kan?). Saya berbicara Ia mendengarkan. Ia berbicara saya mendengarkan.

Sesudah itu ada damai luar biasa. Pengaruhnya kepada tubuh saya luar biasa. Sulit dilukiskan dengan kata-kata. Rasanya ada kepastian untuk melangkah, ada kepastian untuk menjalani hidup, ada kepastian bahwa masalah akan terselesaikan (Tuhan selalu punya cara). Terlebih, ada kepastian bahwa saya dicintai Tuhan—ada beda antara percaya bahwa Tuhan mencintai kita dengan sungguh-sungguh merasakan kita dicintai Tuhan. Sama seperti beda rasanya Anda percaya bahwa pasangan mencintai setengah mati dan sungguh-sungguh merasakan cinta pasangan itu. Ada perasaan hangat di dalam hati yang menjalar ke seluruh tubuh.

Apa rahasianya?

Ikhlas.

Sebelum periode "akhir-akhir-ini", doa saya hampir seperti permintaan seorang anak kecil kepada mamanya: meminta tetapi sebetulnya tipis bedanya dengan memaksa, buru-buru, mendesak, tidak memberi kesempatan, ingin cepat terkabul. Ini berpengaruh pada situasi batin setelah selesai berdoa, kok rasanya sama saja.

Sekarang saya lebih ikhlas. Selesai memohon pada Tuhan, saya mengatakan kepada diri sendiri, "Ya sudah, sekarang giliran Tuhan yang bekerja. Kalau Dia menghendaki terjadi, pasti terjadi". Damai, tenang, pasti.

Ikhlas, saudara-saudara, dan meminjam kalimat favorit Mario Teguh, "Lihat apa yang akan terjadi".

Mari berdoa…