Tidak Setiap Kabar Mendatangkan Sukacita

Rabu, Maret 25, 2009

Tidak setiap kabar mendatangkan sukacita.

Dua hari lalu seorang teman yang saya menerima kabar bahwa mamanya sakit. Sehari setelahnya, kemarin sore, saudaranya memberi kabar lagi kalau ibunya (sudah) sementara dirawat di unit gawat darurat. Dia langsung bergegas-gegas ke rumah sakit. Beberapa jam setelahnya handphone salah seorang romo pembina kami berbunyi. Sebuah pesan pendek masuk.

"Romo, mama saya sudah meninggal. Tolong doakan dalam misa pagi besok".

Kami semua terkejut. Tak ada yang mengira. Tak seorangpun menduga bakalan secepat itu.

Tidak setiap kabar mendatangkan sukacita.

Tadi malam kami (seluruh teman yang seangkatan dengannya) pergi melayat.

Tidak ada air mata di pelupuk matanya. Tidak ada tanda-tanda dia sudah menangis sebelumnya. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan perasaan terpukul dan kehilangan yang dalam (siapa yang tidak?). Sesekali ekspresinya menyiratkan dia belum percaya mamanya sudah meninggalkannya untuk selamanya.

Seorang teman membisiki saya, "kuat bener dia (menanggung kesedihannya)".

"Akan tiba saatnya dia menangis," balas saya. Dengan berbisik pula.

Adik perempuannya yang sudah menikah dan mengikuti suaminya bertugas di luar kota di sebuah pulau segera menumpang kapal cepat begitu mendengar kabar. Dia masih sempat melihat mamanya bergulat dalam sakratul maut.

Tidak setiap kabar mendatangkan sukacita.

"Mama saya sudah dideteksi menderita tumor di batang otak sejak 2007". Cerita teman saya ini mengenai penyebab kepergian ibunya. Sewaktu berkonsultasi dengan dokter apakah bisa diatasi dengan operasi, dokter memberi jawaban realistis. "Kemungkinannya 50-50".

Tidak setiap kabar mendatangkan sukacita.

Jadi, ketika hari ini kita merayakan Hari Raya Kabar Sukacita, saya hanya bisa berdoa semoga teman saya beserta seluruh keluarganya mampu berdoa seperti Bunda Maria, "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu".

Tidak setiap kabar mendatangkan sukacita. Memang. Tetapi dengan iman, Tuhan akan mengubah dukacita menjadi sukacita di kemudian hari, di hari ketika Tuhan menyingkapkan kehendak-Nya, di hari ketika menjadi jelas apa maksud semuanya ini.

Ibu Juliana, beristirahatlah dalam damai.