Saya sudah bercerita tentang apa yang saya lakukan Sabtu kemarin: menghadiri seminar public speaking-nya James Gwee. Yang belum saya ceritakan adalah, di sana, peserta seperti saya dibagikan bahan seminar yang dicetak begitu luks dan lebih mirip majalah—banyak halaman terisi oleh iklan sponsor.
Di halaman akhir dari 'majalah' itu tertulis kata-kata bijak, "A journey of a thousand miles begins with the first step". Perjalanan ribuan mil dimulai dengan langkah pertama. Dan di zaman di mana terhubung dengan Facebook sudah nyaris seperti menghirup oksigen, langkah pertama itu berarti "Update status dulu" kata teman-teman saya.
Nyaris setiap kali saya dan siapa saja yang saya kenal bepergian, untuk berbagai keperluan dan dalam berbagai kesempatan, update status selalu menjadi semacam 'doa pembukaan' dan, yaaahh, langkah pertama itu tadi.
Mengingat saya tidak memiliki akun Facebook, seorang teman berbaik hati menerangkan kepada saya fungsi dari fasilitas status itu. "Semacam GPS, frater".
Baiklah.
Hanya saja penjelasan pendek itu membangkitkan penasaran, tujuannya apa memberitahukan kepada entah-siapa-di-sana kemana, dengan siapa kita pergi dan apa yang kita lakukan/rasakan.
Tetapi, saya tidak ingin mengusik kesenangan orang lain. Malah, saya menikmati peran saya sebagai penyumbang saran dan semacam editor bahasa (jika dibutuhkan, lebih sering tidak) perihal bagaimana status tersebut mau dituliskan.
Kembali ke fungsi GPS tadi. Karena berpegang pada penjelasan teman saya itu, saya terheran-heran ketika secara tidak sengaja mendengar pembicaraan seru nan heboh anak-anak sekolahan di dalam angkutan umum.
Siang itu, di dalam angkutan umum itu, hanya saya dan supir yang bukan anak sekolahan (SMA). Juga, hanya kami berdua yang berjenis kelamin laki-laki.
Pembicaraan seru nan heboh soal status Facebook itu berlangsung antara 4 anak sekolahan. Ini yang saya tangkap dari pembicaraan itu: setiap kali mereka terhubung dengan internet, situs pertama (dan satu-satunya) yang dikunjungi adalah Facebook. Dan soal status, mereka meng-update-nya setiap lima menit. Mengapa setiap lima menit?
Rupanya yang mereka cari dari update status yang—menurut saya—bertubi-tubi itu adalah komentar dari teman-teman mereka yang sama-sama sedang terhubung. Jika tak kunjung dikomentari, rupanya ada pilihan lain selain mengganti status: ke toilet. Tetapi pilihan terakhir inipun diambil jika—saya mengutip langsung kata-kata seorang dari mereka—"Tidak ada lagi ide di kepala". (Saya tidak bisa membayangkan apa yang mereka rasakan jika sekembalinya dari toilet, status mereka tetap tidak dikomentari).
Detik itu juga saya ingin menelepon teman saya, hanya ingin berbagi informasi kalau, selain menjadi semacam GPS, ada fungsi lain dari update status: mencari perhatian. Tetapi sudah barang tentu tidak pada tempatnya jika dibicarakan persis di depan remaja-remaja yang sedang heboh itu.
Sekarang, ketika saya menceritakan ini kepada Anda, terbit rasa penasaran (lagi): adakah Facebook tempat yang tepat untuk mencari perhatian?
Saya harus menelpon teman saya.