Satu Saja yang Perlu

Jumat, Februari 26, 2010

Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun ini di keuskupan Manado difokuskan pada keluarga. "Kesejatian hidup dalam keluarga" adalah temanya.

Maka selama lima  pekan masa Prapaskah ini pertemuan-pertemuan di wilayah-wilayah rohani di tiap paroki menggumuli tema tentang keluarga.

Tadi malam saya menjadi fasilitator di salah satu wilayah rohani. Dalam buku panduan pendalaman tema selama lima pekan yang disediakan Keuskupan terdapat bagian 'niat-yang-ingin-dilakukan-selama-seminggu' dalam keluarga. Karena itu ketika kami tiba di bagian tersebut, saya mempersilahkan umat yang hadir untuk memikirkan dan mengungkapkan niat-niat pribadi mereka.

Sebelum memberi kesempatan kepada umat untuk berpikir saya memberi pengantar demikian.

"Saudara-saudari yang terkasih, sewaktu Yesus mengunjungi Marta dan Maria, Marta menyibukkan diri di dapur sementara Maria duduk di depan kaki Yesus dan mendengarkan-Nya. Kita tahu Marta mengeluh kepada Yesus tentang hal ini. Tetapi Yesus menjawab, 'Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu'."

"Maka umat yang terkasih," sambung saya, "pikirkan satu saja niat yang ingin dilakukan seminggu ini. Satu saja. Jangan dua, tiga, empat apalagi sepuluh. Satu saja, cukup."

"Karena biasanya jika satu hal itu sudah kita perbaiki banyak hal baik akan terlaksana dengan sendirinya."

"Sadar atau tidak sadar, selama ini banyak hal baik tidak kita lakukan karena satu hal itu".

Anda sendiri, apakah sedang membangun niat dan komitmen tertentu untuk dilaksanakan selama masa Prapaskah ini?

Kalau iya, tidak usah banyak-banyak.

Satu saja.

Secara ya sodara-sodara, satu saja susah, iya kan?

Empat Tipe Manusia

Di dunia ini, katanya, ada empat tipe manusia:

1.    Orang-orang yang tidak pernah melakukan hal yang benar, tidak peduli apapun yang dikatakannya padanya.

2.    Orang-orang yang melakukan hal yang benar setelah diberitahukan lebih dari satu kali.

3.    Orang-orang yang melakukan hal yang benar setelah diberitahukan sekali.

4.    Orang-orang yang melakukan hal yang benar tanpa harus diberitahukan.

Kepiawaian kita dalam menyelamatkan jiwa seseorang tergantung dari kepekaan kita mengetahui orang yang kita pedulikan ini termasuk tipe yang mana.

Semoga yang Anda hadapi sekarang bukan dari tipe yang pertama. Tetapi jikapun dari tipe tersebut, tetaplah tunjukkan kepedulian dan serahkan dia pada Tuhan dalam doa, izinkan Tuhan mengubahnya dari dalam. Akan memakan waktu yang tidak sebentar tetapi hasilnya sepadan.

Seorang ibu bercerita pada saya, beberapa tahun lalu anaknya yang bungsu menjadi beban pikirannya. Putus sekolah, tidak ada pekerjaan, mabuk-mabukkan, gemar berkelahi—tak pernah segan-segan menantang polisi.

"Skarang so karja deng sasadiki di greja, iko kegiatan ini itu. Orang greja sapa nda kanal pa dia frater" kata sang ibu, bangga. (Sekarang udah kerja dan bentar-bentar di gereja, ikut kegiatan ini itu. Orang yang aktif di gereja pasti kenal sama dia).

Namanya Priscillia

Rabu, Februari 24, 2010

Ada kalanya Tuhan bekerja melalui ironi-ironi.

Misalnya, apa yang paling pantas diterima oleh bayi mungil berusia dua bulan yang masih sedemikian ringkih? Kalau Anda mengatakan cinta yang melimpah dari ibunya, saya akan mengatakan seharusnya begitu.

Kenyataannya, tidak selalu begitu. Paling tidak itulah yang dialami Priscillia.

"Boleh panggil Pris?" tanya saya pada oma yang sedang menggendongnya. Beliau mengangguk. "Lia lei boleh, frater" (Lia juga boleh) sambungnya.

Yang saya sebut oma itu adalah oma angkat dari Lia. Beliau mendorong anak dan menantunya (yang sudah memiliki 3 orang anak) untuk mengadopsi sang bayi.

Ibu kandungnya yang melahirkannya cepat-cepat ingin menyerahkan Lia kepada siapa saja yang ingin mengambilnya—ia menyusui Lia hanya dua hari, itupun atas paksaan dokter. Sudah ada sepasang suami istri yang menyatakan niat untuk mengadopsinya tetapi batal, entah alasan apa.

Ceritanya, Lia adalah anak hasil perselingkuhan sang ibu dengan suami orang lain. Maka nasibnya seperti baju yang basah kuyup di badan kita dan harus segera diganti.

Tentang keluarga yang sudah ramai dengan 3 orang anak itu yang masing-masing duduk di bangku SD, SMP dan SMA (kelas 3 artinya tinggal sebentar saja sudah lulus dan melanjutkan kuliah). Anak dan menantu sang oma membuka kios kecil yang menyediakan kebutuhan harian. Selain itu, karena keduanya pandai memasak, suami-istri itu bahu membahu menjalankan usaha rantangan yang melayani tetangga-tetangga mereka.

Siang itu, ketika saya berkunjung, Lia digendong bergantian oleh oma, anaknya dan menantunya. Kelihatannya mereka bahagia.

Ada kalanya Tuhan bekerja melalui ironi-ironi. Dibuang oleh ibu yang melahirkannya. Diterima dalam keluarga utuh yang bahagia. Tidak dicintai oleh asal darah dagingnya. Dicintai oleh orang asing.

Ada kalanya Tuhan bekerja melalui ironi-ironi.

Kapan Kita Mulai Over Protektif?

Senin, Februari 22, 2010

Pada usia berapa kita mulai sedemikian protektif terhadap orang yang kita cintai?

Empat tahun.

Saya tidak menemukan fakta ini dalam laporan penelitian yang dipublikasi atau artikel psikologis yang ditulis seorang pakar. Tidak. Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Begini.

Akhir tahun lalu, masih dalam suasana Natal, saya mengunjungi umat yang saya layani sekarang. Di sebuah rumah saya diterima oleh seorang ibu yang sedang menggendong sambil memberi susu (dari botol) kepada bayi berusia dua bulan, cucunya.

"De pe mama nda ada ASI frater jadi terpaksa ni anak minum susu botol" begitu kata sang ibu sambil duduk. Saya ikut duduk, tetapi di kursi satunya lagi, agak terpisah di sampingnya. (Ibunya gak ada ASI jadi anak ini terpaksa minum susu dari botol).

Kami tetap bercerita sementara sang bayi tetap menikmati susunya. Tidak ada tanda-tanda terganggu dengan kehadiran saya.

Tak lama muncul gadis cilik cantik dalam terusan batik. "De pe kakak frater, baru empat tahun", kata sang ibu memperkenalkan, kakak sang bayi.

Lalu terjadilah peristiwa berikut ini. Gadis cilik ini mulai berjalan berkeliling mengitari omanya dan adiknya. Sambil melirik saya, tajam.

Satu putaran. Dua putaran.

Saya mengira dia sedang mengajak bercanda adiknya. Jadi, saya tetap saja bercerita dengan omanya.

Tiga putaran. Empat putaran. Masih dengan gaya yang sama, melirik saya.

Jangan-jangan dia ingin mengajak saya bermain, begitu pikir saya.

Lima putaran. Dan, konsentrasi saya pecah. Saya mulai bingung, apa yang sedang dilakukan bocah ini. Omanya terus bercerita kepada saya.

Sementara mata saya tidak lagi tertuju kepada sang ibu. Sekarang saya menatap anak kecil yang gerakannya membingungkan ini.

Sang oma yang rupanya tersadar dengan apa yang terjadi segera berhenti bercerita dan tersenyum. "Dia kira frater mo bawa de pe ade" kata sang oma, seperti bisa membaca kebingungan saya. (Dia mengira frater mau membawa pergi adiknya).

"Nyanda, frater nda mo bawa ni ade" bilang sang oma menenangkan cucunya yang masih tetap berjalan mengitarinya. Cucunya menatapnya dan adiknya dan berlalu pergi meninggalkan kami. (Gak, frater gak akan bawa pergi adik kamu).

Bisa jadi kita memang lahir dengan naluri over protektif terhadap orang yang kita cintai.

P.S: Keluar dari rumah itu sejam kemudian setelah peristiwa itu, saya bertanya-tanya dalam hati, apakah tampang saya seperti penculik bayi??? Uummmmm…..

Awas Lubang (yang Sama Lagi)

Jumat, Februari 19, 2010

Jika 'Seluruh Dunia' Diganti

Tahun lalu seorang teman baik saya berlibur di Manado. Dan ia mendapati kenyataan bahwa nyaris semua yang dihidangkan dan disantapnya, sedikit atau semua, terdiri dari daging babi.

"Frater kalo makan daging babi juga donk?" tanyanya.

Saya mengangguk. Tetapi kemudian saya menjelaskan bahwa ada jenis makanan lain di Manado yang tidak mengandung daging yang satu ini.

Sejak saat itu sampai sekarang ia setia mengingatkan saya—setelah sebelumnya menjelaskan bahaya daging ini bagi kesehatan, "Jangan kebanyakan makan daging babi ya, frat". Dan, "Jangan lupa minum teh hijau biar lemaknya langsung dinetralisir".

Mengapa saya menceritakan ini kepada Anda? Hari ini, dalam Injil, Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri? (Luk. 9:25)

Kembali ke soal makan-makan di atas, saya mengganti "seluruh dunia" dengan kenikmatan lidah dan kekenyangan perut. (Informasi tambahan: saya mematuhi nasehat teman baik saya itu. Tetapi hanya bagian minum teh hijaunya saja).

Hasilnya… Benar juga ya, apa gunanya?!

Anda bisa mempraktekkannya kepada diri sendiri. Coba ganti kata "seluruh dunia" dengan kenikmatan lidah, sensasi seksual, kekayaan tak halal, gengsi terangkat, kepuasan ego, dan seterusnya.

Bagaimana hasilnya?

"Jang Cuma Ba Tariak"

Senin, Februari 15, 2010

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan (Yak. 1:2-3)

Semalam saya mengunjungi tiga keluarga, umat kita, yang digusur rumahnya. Lahan yang mereka tempati diambil alih oleh pemiliknya yang sah. Seperti juga dalam banyak kasus penggusuran yang terjadi.

Setelah mengunjungi dua keluarga yang tempat tinggal daruratnya berdekatan, saya pergi pada keluarga ketiga.

Bapak keluarga terbaring di tempat tidur di tempat tinggal darurat yang memprihatinkan. Tulang belakangnya yang sakitnya sedemikian menyiksa membuatnya tak berdaya persis ketika situasi keluarga justru paling membutuhkannya.

Maka, "Kita jadi istri deng bapak keluarga no, frater" kata istrinya, dengan mata berkaca-kaca, sambil menatap suaminya. (Saya menjadi istri sekaligus bapak keluarga, frater)

"Kalo paitua ba tariak saki, kita bilang pa dia 'Jang cuma ba tariak adoh, tapi berdoa pa Tuhan'". (Kalau suami berteriak kesakitan, saya mengatakan padanya untuk tidak hanya mengaduh tetapi berdoa kepada Tuhan)

Selama bercerita dengan sang istri yang lalu membuat suaminya terbangun dan ikut bercerita, berulang-ulang keduanya berbicara tentang kekuatan doa dan iman kepada Tuhan di masa-masa sulit seperti itu.

Mendengar cerita dan pergumulan mereka, saya tahu susah untuk menganggap kehilangan rumah (tambahkan di sana rasa malu, frustrasi, bingung) sebagai 'suatu kebahagiaan'.

Tetapi kehilangan rumah dan harus mulai lagi dari awal sungguh-sungguh akan menjadi ujian bagi iman mereka.

"Saya akan bantu dengan doa" janji saya kepada ketiga keluarga itu.

Bertahan Sedikit Lebih Lama

Jumat, Februari 12, 2010

Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia. Ia memohon kepada Yesus untuk mengusir setan itu dari anaknya.

+ "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing".

- "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak"

+ "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu".

Perempuan itu pulang ke rumahnya, lalu didapatinya anak itu berbaring di tempat tidur, sedang setan itu sudah keluar. (Mrk. 7:26-30)

Untuk Anda yang sedang berdoa memohon sesuatu yang teramat penting untuk hidup Anda, tetapi tampaknya jawaban tak kunjung datang dari Tuhan.

Untuk Anda yang telah berdoa dan berdoa tetapi tidak ada sesuatu yang menggembirakan terjadi.

Untuk Anda yang sudah memutuskan untuk berhenti berdoa karena nampaknya sia-sia saja semua yang Anda lakukan.

Ada kalanya beriman kepada Tuhan berarti bertahan sedikit lebih lama lagi. Teruslah berdoa. Tetaplah setia.

Jawaban Tuhan tidak pernah terlambat.

"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan" (Yes. 55:8)

Pemazmur dan Oma 86 Tahun

"De pe rahasia apa, oma?" (Rahasianya apa, oma?)

Itu pertanyaan saya pada seorang ibu berusia 86 tahun, setelah "Oma pe umur berapa kote skarang?" (Berapa umurnya sekarang?)

Entah mengapa, akhir-akhir ini, saya suka mengajukan dua pertanyaan ini pada orang-orang tua yang saya jumpai yang sudah menginjak dan melewati 70 tahun.

Pemazmur bilang masa hidup kita sampai tujuh puluh tahun. Delapan puluh jika kuat (Mzm. 90:10). Nah, apa yang dibutuhkan untuk sampai ke sana?

"Sabar" jawab sang oma.

"Musti banyak sabar" katanya lagi.

Saya menggaruk kepala mendengar jawaban itu.

P.S: Selamat menyambut Imlek dengan penuh suka cita. Doa saya untuk Anda, semoga diberi banyak berkat di tahun baru ini… dan semakin sabar. Gong xi fa cai.

"Kalau Bisa, Lebih Baik Lagi"

Selasa, Februari 09, 2010

"Karena itu, berjaga-jagalah, karena kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya" (Mat. 25:13)

Ayat di atas saya kutip dari kisah lima gadis bodoh yang membawa pelita tanpa minyak cadangan dan lima gadis bijaksana yang membawa pelita lengkap dengan minyak cadangan (Mat. 25:1-13).

Saya mengandaikan Anda pernah membacanya. Atau Anda pernah mendengarnya. Dan karena itu Anda masih ingat kisah itu—kalau tidak, Anda tidak perlu malu membuka Kitab Suci.

Pelajaran pertama dari kisah (taruhlah) kebijaksanaan versus kebodohan itu adalah persiapan, persiapan dan persiapan (atau dalam bahasa Injil, berjaga-jagalah)

Penulis favorit saya, John C. Maxwell, mengatakan hal yang indah dan mencerahkan tentang hal persiapan ini.

Persiapan tidak dimulai dengan apa yang Anda lakukan. Persiapan dimulai dengan apa yang Anda percayai.

Seorang teman pernah bertanya, tentang bagaimana caranya ia bisa memenangkan kembali hati pacarnya. Benar, hubungannya dengan pacarnya sedang bermasalah.

"Kenapa dia layak diperjuangankan?"

"Semenjak pacaran ama dia, nilai-nilai ujian saya naik" adalah alasannya yang sekaligus menjadi faktor pembeda dengan sembilan mantan cowoknya. Selain tentu saja, ia mencintainya setengah mati. Sudahkah saya mengatakan teman saya ini siswi SMP kelas III?

"Pacar kamu masih sayang gak ama kamu?"

Ia menganggukkan kepala, yakin.

"Kamu yakin hubungan kalian bisa kembali seperti dulu"

Ia mengangguk lagi kali ini. "Kalau bisa, lebih baik lagi," katanya.

Karena apa yang dipercayai dan diyakininya ini, ia ingin melakukan banyak hal untuk pacarnya itu dengan cara yang berbeda: lebih pengertian, lebih sabar, lebih terus terang, bla-bla-bla.

Persiapan (atau berjaga-jaga) tidak lagi seperti belajar semalam suntuk untuk ujian besok. Atau bikin presentasi yang menarik sebelum dipresentasikan di kantor. Atau ikut kursus bahasa Inggris untuk melayani klien dari luar negeri. Atau memperbaiki penampilan demi menciptakan kesan profesional. Dan seterusnya.

Persiapan (atau berjaga-jaga) dapat diperluas maknanya dan diterapkan untuk berbagai macam hal yang kita hadapi setiap hari.

Apa yang Anda percayai menentukkan apa yang Anda lakukan.

Pelajaran kedua dari kisah kebijaksanaan versus kebodohan itu adalah tanpa persiapan, Anda hanya akan tiba di depan gerbang untuk menemukan bahwa gerbang itu sudah tertutup rapat untuk Anda. Persis seperti lima gadis bodoh itu. Dengan persiapan, Anda akan tiba di depan gerbang untuk menemukan bahwa gerbang itu terbuka lebar untuk Anda dan Anda dipersilahkan masuk.

Gerbang itu bisa jadi kesempatan. Gerbang itu bisa jadi kesuksesan. Gerbang itu bisa jadi kebahagiaan. Gerbang itu bisa jadi surga.

Apa yang Anda percayai menentukkan apa yang Anda lakukan.

Dari Belanda Tentang Iman

Sabtu, Februari 06, 2010

Sekali peristiwa, Yesus memanggil kedua belas murid dan mengutus mereka berdua-dua … dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, kecuali tongkat; roti pun tidak boleh dibawa, demikian pula bekal dan uang dalam ikat pinggang; mereka boleh memakai alas kaki, tetapi tidak boleh memakai dua baju. (Mrk. 6:7-9)

Dosen saya pernah bercerita tentang masa kecilnya bersama adiknya di negeri Belanda sana.

Katanya, pernah suatu pagi adiknya, yang baru berusia lima tahun, dengan kenakalan khas anak-anak memanjat meja makan di rumah mereka dan dengan bangga berdiri di atasnya. Secara tak terduga, sang adik mengatakan bahwa ia akan melompat ke pangkuan papanya yang sedang duduk agak jauh (tetapi masih bisa dijangkau dengan satu lompatan anak-anak) sambil membaca koran.

Papanya yang mendengarnya langsung menurunkan korannya.

Bocah lelaki lima tahun itu tidak sedang bercanda.

Tanpa ragu-ragu sedikitpun ia melompat. Ia tidak takut. Ia Benar-benar melompat ke dalam pelukan papanya yang sudah bersiap-siap pula menangkapnya.

Berhasil.

Bocah berani itu tertawa dalam pelukan papanya yang hangat.

"Itulah iman" kata dosen saya. Adiknya percaya bahwa papanya tidak akan membiarkannya terjatuh. Ia akan menangkapnya dan membawanya dalam pelukannya. Dan memang benar demikian: ia menerima apa yang dipercayainya.

Baca kembali pesan Yesus kepada para murid di atas. Bandingkan dengan kisah dosen saya.

Sudah dapat?

Kalau belum, maksudnya ini: Yesus mengharap iman dari pada murid-Nya. Yesus mengharap para murid-Nya percaya bahwa Ia akan memelihara mereka sepanjang perjalanan.

Saudara-saudara, Tuhan punya cara memelihara hidup kita masing-masing. Tuhan itu baik.

Jangan khawatir. Milikilah iman.

P.S: Selamat bersenang-senang di akhir pekan ini ya. Jangan khawatir. Tuhan punya cara. Selalu begitu.