"Jang Cuma Ba Tariak"

Senin, Februari 15, 2010

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan (Yak. 1:2-3)

Semalam saya mengunjungi tiga keluarga, umat kita, yang digusur rumahnya. Lahan yang mereka tempati diambil alih oleh pemiliknya yang sah. Seperti juga dalam banyak kasus penggusuran yang terjadi.

Setelah mengunjungi dua keluarga yang tempat tinggal daruratnya berdekatan, saya pergi pada keluarga ketiga.

Bapak keluarga terbaring di tempat tidur di tempat tinggal darurat yang memprihatinkan. Tulang belakangnya yang sakitnya sedemikian menyiksa membuatnya tak berdaya persis ketika situasi keluarga justru paling membutuhkannya.

Maka, "Kita jadi istri deng bapak keluarga no, frater" kata istrinya, dengan mata berkaca-kaca, sambil menatap suaminya. (Saya menjadi istri sekaligus bapak keluarga, frater)

"Kalo paitua ba tariak saki, kita bilang pa dia 'Jang cuma ba tariak adoh, tapi berdoa pa Tuhan'". (Kalau suami berteriak kesakitan, saya mengatakan padanya untuk tidak hanya mengaduh tetapi berdoa kepada Tuhan)

Selama bercerita dengan sang istri yang lalu membuat suaminya terbangun dan ikut bercerita, berulang-ulang keduanya berbicara tentang kekuatan doa dan iman kepada Tuhan di masa-masa sulit seperti itu.

Mendengar cerita dan pergumulan mereka, saya tahu susah untuk menganggap kehilangan rumah (tambahkan di sana rasa malu, frustrasi, bingung) sebagai 'suatu kebahagiaan'.

Tetapi kehilangan rumah dan harus mulai lagi dari awal sungguh-sungguh akan menjadi ujian bagi iman mereka.

"Saya akan bantu dengan doa" janji saya kepada ketiga keluarga itu.