Can We Close Our Eyes Again?

Kamis, April 30, 2009

Biar Bagitu Ada Jo Tu Rejeki

Beberapa waktu yang lalu dalam perjalanan pulang dari Manado saya bercerita dengan sopir angkot yang saya tumpangi (saya duduk di sampingnya).

Dia bercerita tentang kesulitan-kesulitan hidupnya.

"Berapa pendapatan sehari?"

"Yaaaa, nda tantu no. Lain kali banya, lain kali sadiki". (Yaaaa, tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit).

"Berapa biasanya?"

"150-170 ribu rupiah".

"Stor ka bos 100 ribu. Depe sisa itu jo no tu torang pe gaji harian. Itong jo, ta pe anak ada dua, satu so SMP satu masih kacili. Tu yang SMP hari-hari depe uang jajan so musti 15 ribu for doi frak deng jajan di kantin". (Uang setoran 100 ribu. Sisanya gaji harian kami. Hitung saja, anak saya dua, yang satu sudah di bangku SMP yang satu masih kecil belum bersekolah. Yang di SMP setiap hari uang jajannya harus 15 ribu untuk transportasi dan jajan di kantin).

"Blum tu makan minum hari-hari, bayar listrik, maitua pe kebutuhan ini-itu. Apalagi kalo anak-anak sakit atau kita deng maitua sakit kong musti ka dokter. Ta pe gaji memang langsung iko habis hari itu, nda ada sisa sama skali". (Belum lagi untuk makan minum tiap hari, bayar listrik, kebutuhan istri. Apalagi kalo anak-anak atau saya dan istri saya sakit dan harus ke dokter. Gaji saya langsung habis hari itu, gak ada yang tersisa).

"So nda riki ba tabung kang?" (Udah gak cukup buat menabung ya?)

"So nda riki. Torang nda ada tabungan sama skali" (Gak cukup. Kami gak menabung sama sekali).

"Biar bagitu ada jo tu rejeki. Jadi boleh-boleh jo" (Kendati demikian selalu ada saja rejeki yang datang. Jadi, okelah).

Ia tertawa lebar. Ekspresi bersyukur yang kentara. Ada secuil kebahagiaan dalam penderitaan. Cukup adil.

Bercerita dengan orang-orang kecil dan susah seperti pak sopir itu selalu membuat saya terkagum-kagum, "Tuhan selalu punya cara memelihara hidup setiap orang". Dan "Tuhan selalu punya cara menyelipkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup setiap orang".

Saya berdoa semoga, sama seperti Tuhan memelihara hidup pak sopir angkot dan keluarganya, Dia akan memelihara hidup Anda juga hari ini. Dan hari-hari selanjutnya. Semoga Dia menyelipkan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup Anda hari ini.

Sebelum kami sampai ke tempat tujuan, pak sopir ini bertanya, "Ngana so kaweng?" (Kamu udah menikah?)

"Hehehe, kita nda mo kaweng seumur hidup" (saya gak akan menikah seumur hidup).

"Haaaaaah, kiapa?" (kenapa?).

Gotcha…


Santa Katarina, Doakanlah Kami

Rabu, April 29, 2009

Remember Our Saints: Sta. Katarina dari Siena

Tanggal 29 April, hari ini, Gereja memperingati Santa Katarina dari Siena, seorang perawan dan pujangga Gereja.

Katarina lahir di kota Siena, di Italia Utara, pada tahun 1347. Ketika berumur 15 tahun ia masuk ordo ketiga Santo Dominikus. Terdorong oleh cinta akan Allah dan akan sesama manusia, ia menciptakan damai di antara kota yang berperang dan membina kerukunan dalam keluarga-keluarga yang retak. Atas dorongan Katarina, Paus Gregorius XI kembali dari Avignon ke Roma. Dan ketika Paus Urbanus VI bertindak keras dan kurang sabar, Katarina menasehati dia untuk lemah lembut dan rendah hati. Katarina juga memajukan pembaharuan hidup membiara. Ia menulis banyak, dan diberi gelar pujangga Gereja, karena ajarannya yang sehat, yang amat berguna bagi seluruh Gereja. Ia meninggal dunia pada tahun 1380.

Melihat keadaan masyarakat, jangan kita terlalu menyerah pada kesukaran-kesukaran. Lebih baik kita meneladani keberanian Katarina dan berusaha menciptakan damai dan kerukunan di dalam lingkungan kita sendiri. Tuhan pasti akan menguatkan kita.

(Dari: Anggota Keluarga Allah, 1974)

Kecanduan Kitab Suci?

Senin, April 27, 2009

"Mengapa orang bisa kecanduan rokok?"

Saya dan seorang teman sedang duduk menikmati makan malam ketika pertanyaan itu meluncur dari mulutnya.

Saya memandangnya. "Kenapa?" sambil tetap mengunyah makanan dalam mulut. Nasi, sayur kangkung dan ikan goreng.

"Teman saya mengeluh pusing dan sakit kepala kalau tidak ada rokok. Aneh," katanya. Yang bertanya ini belum pernah merokok seumur hidupnya.

"Ada beberapa teori. Pertama, karena rokok mengandung zat nikotin yang mengandung efek kecanduan".

Begitu penjelasan Russel Crowe dalam film The Insider. Dia memerankan Jeffrey Wigand, seorang tokoh dunia nyata yang membongkar rahasia pabrik rokok di Amerika soal kandungan nikotin itu.

Teori lain, kata saya kepadanya, berasal dari pengalaman pribadi (ya, saya pernah merokok). Orang bilang merokok itu gagah; merokok itu seksi; merokok buat cari inspirasi (tidak ada rokok = tidak ada inspirasi); merokok itu bla-bla-bla.

Kecanduan rokok itu soal sugesti pikiran saja. "Kalo kamu terlanjur percaya, hanya dengan merokok inspirasi baru bisa datang. Maka terjadilah demikian". Atau merokok bisa mengusir kegelisahan, maka begitulah. "Dan kalo kamu percaya bahwa kamu tidak bisa berhenti merokok, maka seumur hidup (paling tidak sampai kanker paru-paru datang menyapa) asap akan terus mengepul dari mulutmu".

"Pusing-pusing dan sakit kepala itu?"

"Sugesti pikiran saja."

Saya pernah membaca, entah di mana, soal kecanduan ini. Satu-dua batang pertama ketika Anda baru belajar merokok (sesekali terbatuk-batuk, tentu saja), pilihan ada di tangan Anda. Andalah yang berkuasa. Dan dalam satu dua batang itu, ada semangat, kesenangan, kenikmatan.

Tetapi begitu kecanduan, Anda bukan lagi penguasa. Merokok bukan lagi pilihan bebas. Anda tidak lebih dari budak yang harus melakukannya. Tidak ada lagi kesenangan. Tidak ada lagi kenikmatan. Yang ada hanyalah lubang kosong yang menganga yang harus diisi setiap saat (tapi tidak pernah bisa terisi penuh). Anda menginginkannya. Terus-menerus. Yang ada hanyalah "Harus!", tidak jelas lagi untuk apa sebenarnya Anda melakukannya.

Berita baiknya (buat para perokok) adalah hukum ini berlaku untuk semua jenis kecanduan. Sebut jenis kecanduan apa saja. Mulai dari rokok, sex, masturbasi, belanja, video games, apa saja, termasuk, ya, kangkung dan es teh manis.

Anda kecanduan apa?

Ada yang kecanduan baca Kitab Suci?

Hehehe…

Santo Markus, Doakanlah Kami

Remember Our Saints: St. Markus

Hari sabtu yang baru lalu, tanggal 25 April, Gereja merayakan pesta Santo Markus, salah seorang pengarang Injil.

Markus berasal dari Yerusalem. Ia murid Petrus, yang membaptis dia, dan sebab itu menyebut dia 'anakku'. Ia menjadi pembantu Paulus dan Barnabas, pamannya, pada perjalanan kerasulan mereka yang pertama. Tetapi di tengah jalan Markus meninggalkan mereka dan pulang ke Yerusalem. Sebab itu Paulus tidak mau menerima dia sebagai teman pada perjalanan yang berikut, sehingga Barnabas dan Markus berangkat ke Siprus, dan Paulus mencari teman lain. Kemudian hari Markus bekerja di Roma bersama Petrus dan mencatat isi pengajaran Petrus dalam buku Injil yang dikarangnya. Waktu itu Paulus sudah lama melupakan perselisihan yang dulu, dan meminta dengan sangat agar Markus datang membantu dia. Uman Alexandria memandang Markus sebagai pendiri jemaat mereka.

Markus gagal mengikuti Paulus pada perjalanannya yang pertama. Tetapi kegagalan itu tidak membuatnya putus asa. Jika usaha kita gagal, beranikah kita memulai sekali lagi? Duduk berpangku tangan tidak menolong sedikitpun. Pun pula kegagalan kadang-kadang berguna bagi kita. Sabda Tuhan penuh dengan contoh serupa itu.

(Dari: Anggota Keluarga Allah, 1974)

Dua jam yang lalu ...

Jumat, April 24, 2009

Dua jam yang lalu. Dalam perjalanan menuju Manado dari tempat tinggal kami di Pineleng, saya sekendaraan umum dengan seorang ibu. Mungkin 60-an tahun. Rambutnya beruban di sana sini. Ketika ia berbicara, kelihatan sekali deretan giginya yang tidak asli lagi.

Beliau berbagi kepedihan hatinya dengan penumpang lain, seorang bapak yang sepantaran usia dengannya. Paling tidak dari tampilan fisik (penampilan bisa menipu bukan?).

Apa yang mereka percakapkan? Lebih tepatnya apa yang ibu ini ceritakan kepada sang bapak?

Saya tidak sengaja menguping (hanya ada empat orang di dalam mobil itu: saya, sopir dan ibu-bapak tua itu). Dan memang tidak perlu menguping untuk mendengar kisah sang ibu. Suaranya menggelegar.

Ada orang yang mencaplok tanah beliau. Menurutnya, "Tidak pernah ada jual-beli, tidak pernah ada perjanjian; tanah itu tidak pernah dihibahkan". Singkatnya, tanah itu masih 100 % miliknya. Tapi itu dulu. Dengan uang yang melimpah di tangan, sang pencaplok berusaha dengan segala cara untuk merebut tanah itu. Dan ia menang.

Dan suara yang menggelegar ketika bercerita itu adalah suara yang marah tapi tidak berdaya. Suara yang menuntut keadilan tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Itu suara keputusasaan.

Pernahkah Anda marah tetapi tidak bisa berbuat sesuatu selain melampiaskan kemarahan? Pernahkah Anda sedemikian marah tetapi tidak melihat jalan keluar apapun untuk masalah Anda?

Itu jenis kemarahan yang paling menyakitkan. Itu jenis kemarahan yang paling pilu. Kemarahan orang-orang kalah dan tak berdaya.

Di penghujung kemarahannya, sang ibu berkata yakin, "Saya tidak punya siapa-siapa untuk membela saya. Tetapi Tuhan tidak akan tinggal diam. Biarlah Dia yang akan membalasnya".

Keyakinan itu menghujam ulu hati saya.

Dua malam lalu saya menonton sebuah film lama tahun 2006, Black Snake Moan judulnya. Para pemainnya, antara lain, Samuel L. Jackson, Justin Timberlake dan Christina Ricci.

"Mengapa kamu berdoa kepada Tuhan?", tanya Christina Ricci kepada seorang pengkotbah.

"Ketika tidak seorang berpihak padamu. Bahkan ketika kamupun tidak percaya pada kemampuanmu sendiri, ada Tuhan di atas sana. Kamu bisa menggantungkan harapanmu pada-Nya".

"Saya berdoa bukan supaya saya diberikan kebahagiaan di akhirat. Bukan juga kemuliaan di surga. Saya berdoa supaya Tuhan menguatkan saya menjalani hari-hari di dunia ini" kata sang pendeta, tenang dan meyakinkan.

Ada saat dalam hidup kita ketika Tuhanlah harapan kita yang terakhir. Jangan sampai kehilangan harapan itu.

Kata Favorit Anda

Rabu, April 15, 2009

Romo pembimbing saya pernah mengisahkan cerita ini. Tentang kebijaksanaan Nazruddin (tokoh yang identik dengan keledai dan kebodohannya padahal, ironisnya, justru banyak pelajaran berharga datang darinya).

Alkisah, hiduplah seorang kaya. Dalam hidupnya, orang kaya ini tidak pernah mengenal kata "memberi". Kata favoritnya "mengambil". Kekayaannya yang melimpah ruah memang berasal dari tindakannya mengambil kekayaan orang lain. Ia orang kaya yang pelit.

Pada suatu hari ia terpeleset dan terjatuh dalam sumur yang, syukurlah, tidak terlalu dalam.

Dengan panik ia berteriak-teriak. Orang-orang yang melihat kejadian itu datang bergegas-gegas untuk menolongnya.

"Berikan tanganmu." Mereka mengulurkan tangan berusaha menarik dia dari dalam sumur.

Tetapi apa yang terjadi? Ia tidak mau mengulurkan tangannya. Orang kaya ini hanya berdiam diri saja di dasar sumur.

Mereka yang berusaha menolongnya bingung dengan sikap acuhnya itu. Kendati demikian mereka tidak menyerah.

"Ayo, berikan tanganmu".

Tidak ada reaksi apapun. Maka marahlah mereka. Usaha pertolonganpun dihentikan.

Nazruddin yang kebetulan sedang melewati tempat itu melihat kerumunan orang itu. Ia menghampiri mereka dan bertanya ada apa. Setelah memperoleh penjelasan singkat, Nazruddin pun memutuskan untuk menolong orang kaya itu.

"Ambil tangan saya", kata Nazruddin sambil mengulurkan tangannya.

Tebak apa yang terjadi? Dengan segera orang kaya itu meraih tangan Nazruddin sehingga ia berhasil ditarik keluar dari sumur itu.

Apa kata favorit Anda?

Apa kata favorit orang-orang di sekeliling Anda?

Perhatikan baik-baik karena sangat menentukkan cara Anda dan mereka bertindak di manapun berada. Termasuk ketika berada dalam kesulitan.

Ngomong-ngomong, biasanya mana yang lebih mempan untuk Anda: "Berikan tanganmu" atau "Ambil tangan saya"?

Selamat Paskah, saudara-saudariku. Berkat Tuhan menyertai Anda sekalian.

Mengenang Paus Johanes Paulus II

Kamis, April 02, 2009



Hari ini, empat tahun lalu, beliau kembali kepada Dia yang memanggilnya. Tapi seperti kata Gandhi, "There are no goodbyes, where ever you'll be, you'll be in my heart". Doakanlah kami ya bapa.

Yesus, Salib dan Harvey Milk

"Mengapa Yesus tidak turun dari atas kayu salib?"

Itu pertanyaan utama dalam refleksi teman saya yang dibacakannya pada perhentian ke-12 dalam Jalan Salib di kapel kami di Skolastikat.

Pikiran di balik pertanyaannya itu sederhana.

Yesus mengubah air jadi anggur, menggandakan roti, menyembuhkan orang buta, kusta, dan lain-lain, bersinar mulia di atas gunung Tabo. Belum terhitung meredakan badai yang mengganas. Bahkan membangktikan Lazarus dari kematian.

Apa yang tidak bisa dilakukan-Nya?

Bukankah Ia bisa saja turun dari salib dengan gampang? Mungkin juga mengubah pikiran semua orang yang ada di situ seketika itu juga. Atau membutakan mata semua orang dan menghilang. Bukankah Ia bisa mengubah yang mustahil menjadi mungkin?

Mengapa Yesus bertahan di atas kayu salib?

"Karena selalu ada rencana Allah di balik segala sesuatu," kata teman saya. Yesus bisa melakukan apa saja. Itu benar. Tapi itu tidak dilakukannya karena di balik semua yang dialami-Nya ada sesuatu yang besar yang akan terjadi.

Refleksi teman saya ini tidak berhenti sampai di situ. Ia melemparkan pertanyaan lain lagi.

"Anda kehilangan arah hidup. Ke manapun pergi yang Anda temui hanya satu: jalan buntu. Masalah tak kunjung selesai, silih berganti datang dan pergi. Kesepian dan kekosongan yang panjang dan mengerikan."

"Lalu Anda berdoa, berdoa dan berdoa".

"Adakah yang terjadi? Tidak ada. Maka mengertilah ini, bahwa selalu ada sesuatu yang besar yang mendatangkan kebaikan yang akan terjadi di balik semua yang Anda hadapi".

Lama kemudian saya merenungkan lagi refleksi teman saya ini. Dia benar. Semua yang dikatakannya benar. Soalnya hanya satu dan ini yang paling berat: kita tidak pernah tahu sesuatu yang besar dan baik itu apa; kita tidak pernah tahu rencana Tuhan itu apa. Itu menambah kesusahan kita.

Beberapa waktu yang lalu saya menonton MILK. Ini film yang menghantar Sean Penn meraih Oscar untuk kedua kalinya (dia pantas mendapatkannya). Kata-kata Harvey Milk di akhir film ini sangat menyentuh.

Tanpa harapan kita akan menyerah.

Aku tahu kita tidak bisa hidup hanya mengandalkan harapan saja.

Tetapi tanpa harapan, hidup tidak pantas untuk dijalankan.

Selalu ada sesuatu yang besar dan baik yang disiapkan Tuhan untuk kita. Selalu ada rencana Tuhan yang indah di balik semua yang kita hadapi. Itulah harapan.

Jika Anda sedang dalam kesusahan, sakit, kesepian yang mendalam, bingung dengan arah hidup, peganglah harapan ini, peliharalah harapan ini.

Jangan menyerah.

Doa saya untuk Anda yang sedang dalam kesulitan.

P.S: Setiap kali Anda memandang Yesus yang tersalib, di manapun, ingatlah Yesus tidak turun dari salib, ingatlah harapan itu.