Restoran Padang dan 'Seeing is Believing'

Selasa, Oktober 04, 2011

Saya bercerita, dengan semangat, kepada teman baru saya tentang hebatnya pelayan di restoran Padang yang bisa membawa serentak beberapa piring berisi makanan di tanganya.

Beberapa orang bisa diyakinkan dengan semangat yang berapi-api. (Itulah sebabnya adakalanya kita membeli barang yang tidak berguna hanya karena terpengaruh semangat penjualnya).

Beberapa orang lagi terlalu kritis untuk menyerah hanya kepada semangat pencerita.

Seperti teman baru saya asal Singapura ini.

“I will believe you until I see a picture” katanya ringan dengan raut wajah sama sekali tidak terkesan.

“Seeing is believing” katanya menambahkan.

Dan pembicaraan kami tentang restoran Padang berakhir sampai di situ.

Yang tidak berakhir adalah kenyataan bahwa kata-kata teman saya terngiang terus di pikiran saya.

Seeing is believing.

Minggu lalu, saya menemukan kutipan ini, It’s not ‘what’ we see… but ‘how’ we choose to see it.

Masalah dari ‘saya melihat maka saya percaya’ (Seeing is believing) persis terkandung dalam kutipan itu.

Bagaimana kita melihat sesuatu sangat berpengaruh.

Karena itu, beberapa orang bisa melihat Allah di mana-mana.

Beberapa orang tidak bisa melihat Allah di manapun juga.

It’s not ‘what’ we see… but ‘how’ we choose to see it.