Subsidi Silang

Minggu, Maret 07, 2010

Sewaktu merenungkan kisah Lazarus si miskin dan orang kaya tanpa nama yang pantas dijuluki 'Si Raja Tega' (Luk. 16:19-31), entah dari mana hinggap pikiran ini: subsidi silang.

Subsidi silang.

Ya, ya, subsidi silang.

Ada yang kaya. Ada yang miskin. Ada yang memiliki banyak. Ada yang memiliki sedikit. Ada yang punya segalanya. Ada yang tidak punya hampir apapun.

Apa yang Tuhan kehendaki dari situasi seperti ini?

Rasanya subsidi silang.

Yang kaya memberi kepada yang miskin. Yang memiliki banyak membagikan kepada yang memiliki sedikit. Yang punya segalanya peduli pada yang tidak punya hampir segalanya.

Yang kaya dan memiliki banyak dan punya segalanya menjadi perpanjangan Tuhan yang penuh kasih yang peduli pada Lazarus-Lazarus di sekelilingnya.

Subsidi silang.

Jangan salah, subsidi silang bukan hanya soal beri-memberi atau bagi-membagi atau sumbang-menyumbang materi.

Anda yang pernah berkunjung ke bawah sekolah anak jalanan di kolong tol Jembatan 3 pastilah mengenal pak Paulus Madur. Bagi yang belum, pak Paulus—begitu beliau biasa disapa—adalah perantauan dari Flores yang mendirikan sekolah informal—Sekolah "Ankol" namanya—bagi anak-anak di bawah kolong tol tersebut.

Suatu kali beliau pernah menyatakan kepada saya dengan wajah berbinar-binar, "Saya tidak punya apa-apa selain hati untuk warga kolong tol dan anak-anaknya". Benar, beliau juga tinggal di daerah yang sama. Jarak dari sekolah ke rumahnya kurang lebih 30 meter.

Yang punya hati (baca: cinta) memberikannya kepada mereka yang paling membutuhkan.

Itu juga subsidi silang.

Yang masih bisa berdoa mendoakan mereka yang tidak (bisa atau mau) lagi berdoa.

Anda punya kelebihan tertentu. Anda memiliki karunia tertentu. Anda dianugerahi talenta tertentu.

Bagikan kepada yang tidak memiliki. Berikan kepada yang membutuhkan.

Subsidi silang.