Bagaimana dengan Kepala Anda?

Senin, Desember 07, 2009

'Ku berjuang

Sampai akhirnya

Kau dapati aku tetap setia…

(Lagu: S'lidiki Aku)

 

Dua minggu lalu saya memimpin penguburan seorang ibu berusia 77 tahun. Saya cukup mengenalnya.

Setiap minggu, mulai dari pertengahan bulan oktober, saya mengantar komuni kepadanya dan suaminya di rumah mereka.

Saat menerima komuni, posisi duduk mereka demikian: di sofa tua yang muat dua orang itu, beliau duduk di sebelah kiri dan suaminya di sebelah kanannya. Selalu begitu. Setiap minggu. Dan saya hanya bisa mengira-ngira entahkah kesetiaan semacam ini yang membuat perkawinan mereka langgeng.

Selesai memberikan komuni, saya akan duduk sebentar bersama mereka berdua. Sekedar berbagi cerita ringan. Saya selalu memilih duduk di samping suaminya. Bukan meniru kesetiaan mereka. Hanya saja suaminya, yang mantan tentara berusia 84 tahun, tidak mampu lagi mendengar dengan baik. Praktis saja alasannya.

Karena alasan pendengaran yang tidak lagi meyakinkan ini, pembicaraan didominasi oleh sang istri—satu-satunya cerita yang keluar dari mulut suaminya adalah pengalaman dilempari bom tangan yang jatuh di sampingnya namun tidak meledak. Waktu saya sibuk mengaguminya, ia melanjutkan ringan, "Karena jatuh di lumpur, frater".

Pada usia 77 tahun, beliau adalah pencerita yang berapi-api sehingga saya ketularan semangatnya. Saya mengantarkan komuni untuk 16 orang tua di rumahnya masing-masing dengan jarak tempuh bervariasi antara 100 meter sampai 2 kilometer dengan berjalan kaki, hitung-hitung sekalian olahraga. Ibu dan bapak ini berada pada urutan 8 dan 9 dalam kunjungan tersebut. Mendengar sang ibu bercerita riang, kelelahan saya sirna sekaligus terisi energi baru untuk mengunjungi 6 orang tersisa.

Dua minggu lalu, ketika saya tiba di rumahnya, beliau sudah terbujur kaku di dalam peti mati. Suaminya duduk di sampingnya. Pandangannya tak pernah lepas dari istrinya.

Saya memilih duduk di samping sang suami.

Ia menatap saya sambil berkata, "Torang so kaweng 56 taon, frater. Kita nda pernah beking saki hati pa dia. Ada banyak cewek suka pa kita. Mar kita tetap setia pa dia". (Kami sudah menikah selama 56 tahun, frater. Saya tidak pernah menyakiti hatinya. Banyak cewek suka sama saya. Tetapi saya tetap setia padanya)

Ia mengatakan itu dengan kepala tegak, dengan kebanggaan seorang laki-laki dewasa dan suami yang baik dan bertanggung jawab.

Melihatnya, saya bertanya-tanya dalam hati, "Bisakah saya seperti beliau? Bisakah saya dengan kepala tegak mengatakan kepada orang lain di ujung hidup saya: saya setia selama bertahun-tahun?"

Adakah kepala Anda akan tegak juga?

Tuhan memberkati setiap usaha kita untuk tetap setia.