“The open door is a metaphor for new life, a passage from one stage of life to another, and metamorphosis. Closed doors represent rejection and exclusion” (Steve McCurry, Photographer)
#Stresitusederhana
Kabarnya, yang paling ditakuti oleh para pekerja tambang, terlebih-lebih yang berada di dalam lubang perut bumi, bukan bencana luar biasa.
Mereka was-was terhadap bencana luar biasa macam ledakan atau longsor.
Tetapi bukan itu yang paling mereka takuti.
Debu: benda yang kecil jika berdiri sendiri tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang, itulah yang paling mereka takuti.
Dari benda kecil itu datang penyakit paru-paru hitam yang mematikan (setelah sebelumnya menguras banyak uang dari penderitanya dan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan).
Bukan ledakan.
Bukan longsor.
Hanya debu.
Agak ironis.
Tapi hidup memang agak ironis.
Seperti, mood kita tak karuan dan pikiran kita berantakan banyak kali bukan karena kejadian-kejadian luar biasa.
Hari kita jadi tidak menyenangkan banyak kali disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kecil, yang remeh-temeh dan kelihatannya sepele.
Di sisi lain, senyum lebar di bibir kita banyak kali tidak datang dari keberhasilan-keberhasilan luar biasa.
Senyum lebar itu disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kecil juga.
Karena itu di Twitter, misalnya, banyak orang bisa memberi kesaksian dengan hastag #bahagiaitusederhana atau #simplejoy.
Bukan ledakan.
Bukan longsor.
Hanya debu.
#Stresitusederhana
#Bahagiaitusederhana
Repotnya Mengenakan Kimono
Di balik penampilan David Beckham yang effortless itu, sesungguhnya “There are a lot of effort that he puts in”.
Saya membaca kalimat di atas di sebuah majalah gaya hidup dari negeri Beckham berasal.
Menyaksikan teman saya yang harus dibantu oleh empat orang ibu (yang baik hati dan banyak tertawa) ketika mengenakan Kimono, saya tidak bisa lebih setuju lagi dengan kenyataan tersebut.
Mengenakan Kimono itu repot, ternyata.
Repot sekali.
Tetapi, tentu saja, orang banyak hanya akan melihat bagian cantiknya teman saya dan indahnya Kimono yang dikenakannya.
Dan yang tahu bagian repotnya: hanya enam orang.
Seperti juga sukses.
Orang banyak melihat dan lalu membicarakan, memuji, mengagumi dan menyanjungi bagian cemerlangnya saja.
Bagian air mata, darah, stress dan capek: hanya 1 orang dan beberapa lagi yang mendukungnya.
Sesudah kerepotan yang memakan waktu itu, saya menemani teman saya (yang mengenakan Kimono) menikmati keindahan taman yang letaknya tak jauh.
“Kamu gak ‘papa?”
“Pppppffffhhhhhh….. Susah bernafas”
Berapa banyak orang yang melihat dan mengagumi keanggunan teman saya mengetahui kalau dia sedang susah bernafas?
Akhir Pekan Para Workaholic (2)
‘Pria Jepang yang sudah berkeluarga menghabiskan waktunya memikirkan pekerjaan’.
‘Sedangkan wanita Jepang yang sudah berkeluarga menghabiskan waktunya memikirkan suami dan anak-anaknya’.
Bagaimana pria-pria Jepang yang, katanya, hanya memikirkan pekerjaan ini menghabiskan akhir pekannya?
Yang pasti, bukan hanya pekerjaan yang ada di pikiran mereka.