Saya tiba di Nagoya ketika semua orang harus memakai jaket tebal untuk menghangatkan badan.
Karena itu asesoris yang dikenakan terutama kalung tidak begitu kelihatan.
Baru ketika musim berganti, jaket tebal berganti kaos tipis, kelihatanlah kalung yang dikenakan.
Rosario.
Banyak anak muda di Nagoya ini mengenakan Rosario. Tidak malu-malu. Malu-malu maksudnya mengenakan Rosario tapi tidak menampakannya di luar baju.
Anak-anak muda ini mengenakan Rosario dengan ukuran dan warna yang menyolok mata.
Apakah mereka Katolik?
Tapi kok di Gereja jarang kelihatan orang muda?
Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di kepala saya.
Sampai bulan lalu saya secara tidak sengaja, saya melihat pajangan Rosario di salah satu toko khusus aksesoris di mall.
Saya memutuskan untuk memastikan dugaan saya.
Ternyata Rosario dijual juga di toko aksesoris lain di mall lain.
Dan di toko aksesoris lain lagi di mall lain lagi.
Dan di toko aksesoris berikutnya di mall berikutnya.
Dan, paling baru, saya menemukan Rosario dijual oleh semacam pedagang kaki lima di jalanan: dipajang bersama dengan jenis kalung lainnya, seperti kalung tengkorak.
“かわい ね” kata sang pedagang demi melihat saya menatap Rosario berlama-lama. (かわい: kawai. Arti kawai lebih mendekati cute: mungil, manis).
Mungkin dugaan saya benar: anak-anak muda yang mengenakan Rosario itu bukanlah Katolik. Mengenakan Rosario bukanlah semacam memperkenalkan identitas ‘Saya Katolik loh’.
Di Nagoya, Rosario dikenakan hanya karena tampilannya yang かわい, cute. Jika banyak anak muda mengenakan Rosario, itu melulu karena tren.
Selamat memasuki bulan Rosario.
Semoga kita mengenakan dan membawa Rosario ke mana-mana bukan karena ia mungil dan manis.
Bunda Maria menyertai doa-doa Anda sekalian.