Saya pernah menjadi guru selama setahun di sebuah SMA.
Sebelum resmi berdiri di dalam kelas, di depan murid dan mengajar, saya selalu berpikir, mengajar itu soal penguasaan bahan; mengajar itu soal keterampilan menerangkan sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti.
Ternyata, setelah berada di dalam kelas dan dipandangi oleh 30-an pasang mata, menunggu diajari, saya menyadari menjadi guru itu bukan hanya soal menguasai bahan dan terampil menerangkannya.
Menjadi guru itu soal kepercayaan diri juga.
Menjadi guru adalah tentang cukup percaya diri untuk menatap wajah murid-murid satu-persatu sambil mengajar.
Menjadi guru adalah tentang cukup percaya diri untuk menegur, bila perlu memarahi, murid nakal.
Menjadi guru adalah tentang cukup percaya diri untuk tidak memberi izin seorang murid yang meninggalkan kelas.
Menjadi guru adalah tentang cukup percaya diri untuk menenangkan dengan tegas kelas yang gaduh.
Jadi, saya begitu terkejut ketika teman kelas saya menjawab “I’m a teacher”.
Mengapa saya terkejut?
Di kelas kursus, setiap kali dia diharuskan oleh guru kami untuk tampil melakukan sesuatu, wajahnya selalu bersemu kemerahan, suaranya selalu sangat pelan dan takut-takut.
Teman kelas saya yang lain pernah berbisik, “Dia bukannya guru ya?”
Kenyataan itu, tiba-tiba, bikin saya lebih menghargai teman saya.
Tidak banyak orang seperti dia.
Teman saya tidak menyerah pada ketidakpercayaan dirinya.
Dia memilih profesi yang justru menuntut kepercayaan diri.
Melihat teman saya, kata-kata klise macam, “Orang yang berani tidak berarti tidak memiliki rasa takut. Mereka memilih menaklukannya” seperti mendapat kepenuhannya.
Menjadi guru, seperti juga hidup, adalah tentang menaklukan rasa takut dan tidak percaya diri.
Apa cerita Anda tentang menaklukan rasa takut dan tidak percaya diri?