Apa Itu Cinta (7)

Selasa, Mei 08, 2012 0 komentar


A 5 year old asked her big brother “what is love?” one day.

He replied, “Love is when you steal my chocolate from my school pack everyday… And I still keep it in a same place”.

Kita Punya Otak dan Kaki, Tapi...

0 komentar

You have brain in your head. You have feet in your shoes. You can steer yourself in any direction you choose. You’re on your own, and you know what you know. And you are the guy who’ll decide where to go (Dr. Seuss)

Tetapi, tak jarang, kita memilih arah yang keliru.

Tetapi, bukan sekali-dua kali, kita menempuh jalan yang tidak semestinya kita tempuh.

Tetapi, adakalanya, kita membiarkan orang yang tidak tepat membimbing langkah kita.

Tetapi, tidak selalu, nilai dan keyakinan yang benar yang kita pakai untuk mengambil keputusan penting dalam hidup.

Karena itu, baiklah kita berpaling kepada Penyelenggaraan Ilahi untuk menuntun kita ke arah yang benar.

Karena itu, baiklah kita memohon karunia terang Roh Kudus untuk mengarahkan langkah hidup kita.

Yesus sendiri berjanji, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup… Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu…” (Yoh. 14:6.18).

Jangan ragu apalagi malu datang pada-Nya danmemohon bimbingan-Nya.

Tuhan membimbimmu di jalan yang benar.

"Kapan Punya Anjing?"

0 komentar

Dari segi tekanan sosial dan budaya, pasangan muda di Jepang lebih beruntung daripada pasangan muda di Indonesia.

Istilah ‘Tekanan sosial dan budaya’ barangkali terlalu rumit dan kedengaran ilmiah.

Sederhananya, pasangan muda di Jepang tidak perlu repot-repot mengarang-ngarang jawaban untuk pertanyaan, “Kapan punya anak?”

Pasangan muda di Jepang tidak perlu stress setiap kali mendengar, “Mama dan papa udah pengen gendong cucu”.

Pasangan muda di Jepang tidak perlu jengkel sekaligus sedih setiap kali disindir, “Udah sekian tahun kok belum ada hasilnya?”

Mengapa mereka tidak perlu repot, tidak perlu stress dan tidak perlu jengkel sekaligus sedih?

Di dekat biara tempat saya tinggal, ada taman kanak-kanak dan sekolah mengemudi. (Sekolah mengemudi? Di Jepang SIM tidak akan keluar jika Anda tidak lulus dari sekolah mengemudi).

Dua lembaga ini mengeluhkan hal yang sama: jumlah anak muridnya dari tahun ke tahun terus merosot.

Penyebabnya? Sama sekali tidak ada hubungannya dengan kualitas sekolah atau kualitas guru. Juga tidak fasilitasnya.

Jumlah kelahiran baru di Jepang dari tahun ke tahun memang terus merosot.

Kembali ke pertanyaan, mengapa pasangan muda di Jepang tidak perlu repot, tidak perlu stress dan tidak perlu jengkel sekaligus sedih?

Semua orang sibuk bekerja mencari uang.

Dan punya anak? Well, terserah.

Karena itu jika berkunjung ke Jepang, Anda akan melihat pemandangan seperti dua foto di atas.

Pasangan muda dengan anak. Atau, pasangan muda dengan anjing.

Mungkin pasangan muda di Jepang lebih sering mendengar pertanyaan, “Kapan punya anjing?”

Paskah dan Sakura: Para Penikmat Sakura

Rabu, April 18, 2012 0 komentar













Paskah dan Sakura: Mereka yang (Kelihatannya) Tidak Menikmati Sakura

0 komentar
 
 

Nasib Kucing di Jepang

0 komentar


Siapakah anggota keluarga kita?

Jawaban pertama sudah pasti, mereka yang memiliki hubungan darah dengan kita.

Nah, kalau siapa sajakah yang bisa kita sebut dengan bangga, “Kamu sudah saya anggap saudara”?

Jawabannya bervariasi. Tergantung siapa yang menjawabnya?

(Karena, dalam dunia nyata, mereka yang memiliki hubungan darah dengan kita sekalipun belum tentu akan kita sebut saudara DENGAN BANGGA)

Dan—ini yang penting tapi tidak selalu dibahas terang-terangan—apa kepentingannya?

Misalnya, kalau kepada Yesus ditanyakan hal itu, jawabannya tidak perlu menunggu penampakkan.

Sudah ada di dalam Kitab Suci. Anggota keluarga, menurut Yesus, adalah mereka “yang melakukan kehendak Allah” (Mrk. 3:35). Kepentingan Yesus pun jelas: keselamatan seluruh umat manusia, ya kita-kita ini.

Kalau kepada saya, misalnya, jawabannya: mereka yang peduli kepada saya sedemikian rupa seperti orang tua saya sendiri.

Klise.

Tetapi kalau kepada orang Jepang ditanyakan hal yang sama, jawabannya tidak klise.

Seorang Jepang pernah bercerita tentang anggota keluarganya kepada seorang Romo (saya mendengarnya dari mulut sang Romo).

“Keluarga kami jumlahnya 5, Romo” katanya.

Terkejut mendengar keterangan itu, Romo bertanya “Kok yang selalu kelihatan di Gereja hanya 4 orang. Satu orang lagi ke mana?”.

Sambil tersenyum geli mendengar pertanyaan tersebut, ia menjawab “Yang satunya bukan orang, Romo. Kucing”.

Saya bertanya ke sana kemari dan mendapati keterangan yang kurang lebih sama: orang Jepang menganggap binatang peliharaan mereka sebagai anggota keluarganya.

Saya pernah memelihara kucing dan anjing. Tetapi saya tidak pernah menghitung mereka sebagai anggota keluarga.

Di toko yang menjual binatang peliharaan, saya lalu menduga-duga jawabannya.

Di sini, harga kucing dan anjing berkisar antara 100 ribu Yen-300 ribu Yen (1 Yen=100 Rp).

Belum termasuk, makanannya yang harus dibeli (bukan sisa tulang ikan dari meja makan). Belum lagi suplemen harian (saya baru tahu anjing dan kucing juga butuh minum vitamin). Tambah lagi dengan biaya salon dan atau perawatan per bulan.

Kesimpulan sementara: mungkin karena harga beli dan biaya hidup anjing dan kucing sangat mahal (hampir seperti biaya membesarkan seorang bayi), mereka dihitung anggota keluarga.

Maka, faktor apa sajakah yang bisa membuat kita dengan bangga menyebut yang lain saudara?

A. Keselamatan jiwa-jiwa

B. Cinta yang kita terima

C. Uang

P.S: Uang, bisa mendekatkan orang asing menjadi saudara. Uang juga bisa menjauhkan saudara menjadi orang asing.

Sakura, Mekar Penuh 5 Hari Lagi

Selasa, April 03, 2012 0 komentar

Izinkan Ia Lahir

0 komentar

Selalu ada orang yang menghargai hidup ini.

Selalu ada orang yang menolak untuk menyerah.

Selalu ada orang yang menyadari dan menghargai talentanya sedemikian tinggi sehingga ia tidak membiarkan fisiknya membatasinya.

Selalu ada orang yang percaya Tuhan punya rencana, Tuhan punya maksud.

Pria di atas kursi roda itu adalah salah satunya.

Dengan berpakaian rapi (seperti orang kantoran pada umumnya di Jepang), ia melaju di atas kursi rodanya.

Ia tidak mengatakan apapun.

Ia tidak perlu mengatakan apapun.

Dengan melaju dengan diam di atas kursi roda menuju tempat tujuan, ia seperti mengirim pesan, “Mengapa menyerah?”

Kepada siapapun yang bertanya, untuk apa Tuhan mengizinkan orang cacat lahir ke dunia ini?

Pria di atas kursi roda itu jawabannya.