“Saya senang ama Romo…” adalah komentar yang sering saya dengar.
Dan “Kenapa?” adalah pertanyaan natural yang suka saya tanyakan setelah mendengar komentar seperti itu.
Beberapa bisa menjelaskan secara detil alasannya.
Beberapa lagi menyebut alasannya. Tapi singkat. “Kotbahnya bagus-bagus”. “Emang apa aja kotbahnya?” biasanya tidak selalu mendapatkan jawaban.
Beberapa lagi kesulitan menjelaskan kenapa. “Senang aja”.
Adakalanya, kita tidak mengingat persis apa yang dilakukan (atau dikatakan) orang lain kepada kita.
Yang bertahan dalam pikiran dan kenangan kita adalah bagaimana perasaan yang ditimbulkan oleh tindakan (atau perkataan) orang tersebut.
Adakalanya, kita hanya mengingat emosi kita pada saat itu.
Seperti “Kotbahnya bagus”. “Emang ngomong apa si Romo?”. “Eh……”
Kita lupa isi kotbah sang Romo.
Tapi kita ingat perasaan kita pada saat mendengar kotbah itu: bahagia, diteguhkan, diinspirasi, dibakar semangat untuk percaya.
Itulah pula sebabnya, kita bisa mengatakan “Saya gak suka sama si …”. Tetapi jika ditanya kenapa, alasannya tidak terlalu jelas atau terlalu sederhana.
Kita bisa lupa apa yang orang itu lakukan atau katakan kepada kita. Tapi kita tidak bisa melupakan perasaan yang ditimbulkan oleh (kelakuan/perkataan) orang tersebut: tidak dihargai, diremehkan, dan seterusnya.
Emosi yang tidak bisa kita lupakan itulah yang menjadi sumber penilaian kita.
Hebat ya, bagaimana emosi mempengaruhi pandangan (dan sikap) kita terhadap orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar